Chapter 5

2K 219 45
                                    

Chapter 5
Kunjugan

Akhir pekan di Diwangka adalah hari yang paling di nantikan anak-anak Diwangka. Semua anak diberi izin untuk mengunjugi keluarga mereka di luar negri sihir dan harus kembali ke sekolah sebelum pukul 5 sore.

Lu tak ada niat untuk kembali bertemu sepupunya, Vivian. Ia sudah merasa nyaman berada di Diwangka. Tante Mala yang selaku ibunya Vivian pasti tidak akan mengharapkan kedatangannya.

Mia sudah pergi dari pagi meninggalkan Diwangka. Jadi Lu menghabiskan waktu untuk membaca di perpustakaan. Hampir sejam gadis itu di sana. Lu keluar dari perpustakaan setelah meminjam satu buah buku.

Tapi saat melangkah melewati koridor. Ia hampir terjatuh saat menabrak seekor kucing hitam.

"Meong." Kucing itu mengoeng pada Lu.

Lu ingat ada beberapa mata pelajaran yang mengatakan bahwa kucing hitam memiliki energi mana yang cukup baik.

"Hey, Puss."

Lu membungkuk untuk mengelus bulunya dan sang kucing tampaknya menyukai hal yang di lakukan oleh Lu.

"Apa yang kau lakukan?" terdengar suara pria yang menegur dari balik punggung.

Lu menoleh dan mendapatkan Ragil sedang berdiri di belakangnya. Tangannya membawa setumpuk buku yang cukup tinggi.

"Apa yang kau lakukan dengan berjongkok di tengah jalan? Kau menghalangi jalan, kau tahu?"

"Ada seekor kucing hitam. Ia terlihat tersesat," jelas Lu

Ragil menoleh ke arah yang di maksud Lu.

"Hmm ... tak ada apapun di sana. Cepat ke sini dan bantu gue membawa buku-buku ini ke ruang Kapel."

Lu berbalik untuk melihat kucing hitam yang tadi ia temui. Namun aneh, kucing itu sudah pergi entah ke mana.

"Ruang Kapel? Ruang apa?"

Ragil mengabaikan pertanyaan Lu. Lalu membagi setumpuk buku  dan memilih berjalan pergi lebih dulu.

"Ikuti gue!!"

Mau tak mau, Lu pun akhirnya mengikuti Ragil. Lagi pula, tak ada yang di kerjakannya jika ia kembali ke asrama.

Ruang Kapel, bagi Lu terlihat seperti ruang osis. Ruangan itu sepi. Tapi banyak meja dan kursi yang memenuhi setiap tempat.

"Kak Ragil ... kapel ini apa?" tanya Lu seraya memandang sekitar. Ada beberapa meja penuh bertumpuk-tumpuk map.

"Ruangan para pembimbing dan gue adalah ketua Kapel. Lo gak tahu?"

Lu menggeleng pelan dan hal itu membuat Ragil merasa tertohok.

"Lo ngapain aja di Diwangka. Sampai lo gak tahu Kapel itu apa?"

"Gue kan belajar, Kak," sahut Lu dengan bibir manyum.

Ragil melanjutkan pekerjaannya. Di ambilnya sebuah map di tumpukan paling atas. Membuka dan membacanya. Sedetik kemudian, dia mendongak ke arah Lu.

"Lo ngapain disini? Lo gak pulang ke rumah?"

Lu menggeleng pelan.

"Lalu? Lo masih mau menemani gue di sini?"

"Emm ... gak kok. Gue cuma mau lihat apa yang di kerjakan oleh Kak Ragil. Ya udah ... gue balik dulu."

Ragil hanya bergumam pelan. Namun saat siluet Lu menghilang di balik pintu. Wajah Ragil berubah serius.

"Kucing hitam?" gumamnya pelan
.
.
.

Lu kembali terkejut saat seekor kucing mengeong tak jauh darinya. Kucing itu berlari seolah-olah ia memang telah menunggu Lu keluar dari ruang Kapel.

Penyihir Diwangka (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang