5. Selicin Lantai Istana

5.3K 703 113
                                    

Nicole melihat Ansara menutup buku gambar miliknya. Keduanya menikmati senja di bawah pohon rimbun yang berguguran. Nicole merebahkan tubuhnya ke belakang, menjadikan kedua tangan sebagai bantal. Menatap punggung Ansara yang membelakanginya.

Rambutnya di kuncir satu, bergerak seirama kemana kepala itu membawa. Tanpa sadar Nicole tersenyum, membasahi bibirnya kemudian menatap langit.

"Lo bisa panggil gue Nicole aja, anggap kalau di luar gue bukan bos lo," Kata Nicole membuat Ansara menoleh menatapnya. Menyadari itu Nicole membalas tatapan Ansara. Kenapa setiap kali Nicole melihat mata itu, Nicole seperti ingin tau lebih banyak pada sosok pemiliknya.

Nicole tidak pernah sepenasaran ini pada seseorang. Satu kali, pada dia. Ketika ia sudah mencari tau kehidupan seseorang, tandanya Nicole ada maksud lain. Entah apa itu.

"Iya," Jawab Ansara seadanya. Kembali menghadap depan.

"Tahun ke berapa?"

"Tiga," Ansara kembali menatap Nicole. "Kamu?"

"Pertama," Kata Nicole tertawa renyah. "Gue beberapa kali harus keluar dari universitas,"

"Diberhentikan?"

"Maybe Ya." Kata Nicole tertawa lagi. "Tidak ada yang membatasi umur dalam menempuh pendidikan. Kalau ada kemauan, semua ada jalan. Btw, usia gue satu tahun di atas lo,"

"Iya, kelihatan,"

"Tua?" Nicole menyipitkan matanya.

"Dewasa," Ansara mengklarifikasi. Sebenarnya Ansara tidak nyaman mengobrol bersama orang baru. Entah kenapa semua berjalan begitu saja. Mungkin karena first meet, Nicole menolongnya. "Anak bisnis?"

Nicole mengangguk. "Menurut lo kuliah itu penting apa nggak?"

"Penting nggak penting"

Nicole mulai tertarik. Ia suka sekali bahkan menilai seseorang dalam bicaranya. Karena dari cara ketika ia menuturkan kalimat, Nicole sudah tau mana orang pintar, mana orang bodoh. Nicole suka orang pintar, karena ketika ia berbicara, orang tersebut bisa menanggapi bicaranya. Dari kacamata Nicole, Ansara anak yang pintar. Dan juga, semua orang di rumah Nicole semuanya pintar.

"Pentingnya?"

"Karena sekarang kalau mau kerja butuh ijazah, mau naik pangkat, mau gaji tinggi, mau kerja di perusahaan terkenal, mau di hormati harus punya latar belakang. Kuliah sangat di perlukan."

"Nggak pentingnya?"

"Orang-orang seperti kamu. Yang lahir dari keluarga mampu, tanpa kuliah mereka sudah menjadi bos. Karena apa? Selain kuliah, pengalaman sangat di perlukan. Keluarga turut ambil bagian."

Nicole mengangguk pelan. Keduanya terdiam sebentar. "Lo merasa terbebani saat gue bilang lo cewek gue?"

"Iya."

"Sory, gue nggak sengaja." Kata Nicole bersalah. "Tapi lo bisa ambil keuntungan dengan itu,"

Ansara menoleh dengan kening berkerut. "Maksudnya?"

"Gue nggak tau lo siapa, kenapa semua orang memperlakukan lo seperti itu. Jujur aja gue nggak suka ketika perempuan mendapat kekerasan. Di mata gue, mereka adalah orang yang paling gue muliakan di dunia ini. Gue punya saudara perempuan. Gue nggak suka kalau Kakak gue di perlakukan seperti itu."

"Aku nggak suka mengambil keuntungan seseorang."

Nicole terdiam. "Lo nggak marah?"

"Terganggu aja. Lagi pula nggak ada yang percaya dengan pengakuan itu,"

LIMERENCE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang