17. Keluar Istana

6.5K 752 111
                                    

Pagi sekali Ansara sudah terbangun. Apa yang Ansara rasakan saat ini pasti di alami sama semua perempuan yang baru saja menikah. Kaget saat melihat ada orang lain di samping ketika membuka mata, apalagi itu lelaki. Saat sadar bahwa semuanya sudah berubah dan siapa lelaki itu, Ansara tersenyum kecil.

Memiringkan wajahnya menghadap Nicole, menjadikan tangannya sebagai bantal. Saat ini Nicole masih tertidur pulas dengan posisi tengkurap tanpa baju menghadapnya. Dengkuran halus bisa Ansara dengar. Begitu indah sampai Ansara memandangi wajah Nicole. Setiap sudut Ansara sentuh dengan lembut, tidak ingin Nicole terbangun.

Mungkin saat ini Ansara belum ada perasaan, keyakinan dan keberanian Nicole membuat Ansara luluh. Yang Ansara butuhkan saat ini adalah orang yang bisa melindunginya, yang bisa Ansara jadikan sandaran atau berbagi cerita ketika Ansara punya masalah, berbagi sakit yang selama ini hanya Ansara rasakan sendirian.

Ansara menyingkirkan selimut, berangsut turun dari ranjang King size. Ansara menyelimuti Nicole yang tanpa sadar Nicole buka lagi. Ansara terkekeh pelan, entah kenapa Ansara perhatikan sepertinya Nicole tidak pernah cocok dengan udara di Indonesia. Lelaki itu selalu kepanasan dan berkeringat.

Mencuci wajah dan menggosok gigi. Ansara mengambil mantel lalu meninggalkan Nicole menemui mertuanya yang akan pulang pagi ini.

Mereka sarapan pagi bersama tanpa Nicole. Kebiasaan Nicole bangun siang. Sudah banyak hidangan yang tersaji, roti panggang, omelet, daging asap, sosis, sereal atau oatmeal, pancake, wafel atau donat lengkap dengan sirup, Buah potong, beserta minuman kopi, teh, jus jeruk, atau susu. Ansara mengambil wafel dan sosis.

"Pesawatnya jam berapa?" Tanya Laica.

"Kata Nicole jam satu," Kata Ansara masih gugup berada di antara mereka.

Menyadari hal tersebut, Brayn meletakkan kopi yang baru di minum sedikit. "Jangan canggung, kita sekarang keluarga. Bagaimana kamu, keluarga kamu, sekarang kamu adalah keluarga kami. Saya tidak pernah memandang seseorang dari bentuk sosial mereka, bukan menghina sosial kamu. Maksudnya, sekarang kamu sudah menjadi keluarga. Nicole memilih kamu, kami menghargai semuanya. Jadi biasa saja Ansara, kami semua keluarga yang hangat," Brayn tersenyum.

Ansara mengangguk. "Iya Pa," Katanya pelan.

"Sabar-sabar ya sama Adek-maksudnya sama Nicole," Sepertinya sudah saatnya Laica dan semuanya berhenti memanggil Nicole dengan sebutan adek. Meski begitu, Laica tidak ingin kehilangan sosok tersebut.

"Makan yang banyak, Nicole tenaganya kuat, kamu harus kuat," Brayn menuangkan segelas susu ke gelas Ansara. "Jangan buru-buru ya, pacaran aja dulu dari pada buat cucu, tapi kalau di kasih ya nggak papa juga,"

Ansara mengulum senyum. "Kita belum ngapa-ngapain Pa,"

"Kamu nggak lagi PMS?" Tanya Laica, Ansara menggeleng sambil menggigit ujung sendok. "Biasanya kapan?" Tanya Laica semangat.

"Biasanya akhir bulan Ma,"

"Bagus tuh!" Laica kegirangan.

"Apanya yang bangus?" Nicha muncul, mencium pipi papanya singkat kemudian duduk di hadapan Ansara. Mengambil sarapan di meja. "Hei, Ansara, gimana malam pertama?"

"Tidur," Kata Ansara cepat. Kenapa pertanyaan mereka seperti itu semua.

"Masa? Ngapain aja adek?" Nicha tertawa geli. "Pa, ajarin pake mobil ya,"

"Buat apa? Papa bisa antar kamu kemanapun,"

"Terus mobil yang adek kasih buat apa kalau nggak di pakai?" Karena melangkahi Nicha untuk menikah duluan, Nicole memberi hadiah mobil untuk Kakaknya. Ia beli menggunakan tabungannya sendiri. Karena Nicole tahu Nicha ingin sekali bisa menggunakan mobil tapi tidak pernah mendapatkan izin dari Brayn.

LIMERENCE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang