Part 01

2.6K 158 3
                                    

Tristan dan Titan menghela nafas beratnya, setelah membaca surat yang ditinggalkan adiknya, Tania. Sepuluh menit yang lalu, orang tua mereka menelepon dan menyuruh keduanya untuk ke rumah. Setelah sampai, mereka justru diberitahu bila adiknya itu kabur dari rumah hanya karena tidak mau dijodohkan.

"Menyusahkan," keluh Titan malas, meski di dalam hati ia juga mengkhawatirkan adiknya itu. Sedangkan orang tuanya tak henti-hentinya menangis, memikirkan di mana Tania pergi saat ini.

"Bagaimana ini, Titan, Tristan. Adi kalian pergi entah ke mana? Mama takut terjadi sesuatu sama dia." Rina berujar serak akibat tangisnya sedari tadi pecah setelah membaca surat putri kesayangannya.

"Mama yang tenang ya. Kenalan kita banyak, pasti akan mudah meminta bantuan untuk mencari Tania. Aku juga akan mengerahkan banyak orang untuk mencari anak itu, dia enggak akan bisa pergi jauh, karena fasilitasnya sudah aku cabut, termasuk kartu ATM dan kartu kredit." Tristan menjawab tenang sembari mengusap punggung mamanya. Sedangkan papanya sedari tadi hanya terdiam dan tertunduk, seolah tengah menyesali perbuatannya memaksa putrinya untuk cepat menikah.

"Kita harus mencari Tania ke rumah Dea dan Vina. Mereka pasti tahu di mana Tania sekarang." Titan berujar serius yang diangguki setuju oleh Tristan.

"Oke."

***

Tania hanya mengangguk dengan sesekali tersenyum saat seseorang yang sudah bekerja di rumah mewah hampir sepuluh tahun itu memberikan informasi, tentang mengenai apa saja yang akan Tania kerjakan sebagai pelayan baru di rumah itu. Ya, setelah pergi dari rumah dan meninggalkan selembar surat di kamarnya, Tania dijemput Vina lalu diantarkan ke rumah megah yang tengah mencari pekerja, yang tempatnya cukup dekat dari rumah sahabatnya itu.

Setelah mengantarkan Tania, Vina langsung disuruh pulang. Rumah dengan bangunan khas Eropa itu memiliki aturan, di mana tidak ada orang yang bisa sembarang masuk ke sana, termasuk wanita bertubuh jangkung itu. Sedangkan Tania hanya bisa pasrah, saat temannya itu pergi meninggalkannya. Jujur saja, sekarang Tania merasa takut masuk ke rumah itu, berbeda dengan kepribadiannya yang suka tempat baru.

Mungkin karena Tania di sana bukan untuk liburan, melainkan bekerja. Meskipun sudah terbiasa bersih-bersih dan memasak akibat kebiasaannya yang suka traveling, tak membuat Tania cukup merasa percaya diri untuk bisa berada di sana.

"Ada yang ingin ditanyakan lagi?" Suara wanita yang sempat mengaku bernama Bu Sera itu terdengar, menyadarkan Tania dari pikiran yang sempat mengganggunya.

"Ehm, untuk saat ini tidak ada, Bu." Tania menjawab kaku sembari menyunggingkan senyum canggungnya.

"Kalau begitu, kamu ganti seragam dan mulailah bekerja. Kamu masih ingat kan di mana kamarmu?"

"Iya, Bu. Terima kasih. Saya akan mengganti seragam dulu."

"Dan oh iya, besok Tuan muda Nath akan pulang, lebih cepat dari perkiraan. Untungnya kamu mulai bekerja hari ini, jadi kamu bisa membersihkan kamarnya dulu. Tapi tolong yang bersih ya, meskipun Tuan muda Nath tidak mudah marah dan penyabar, tapi dia paling tidak suka kamarnya kotor." Sera menyunggingkan senyum ramahnya, yang langsung Tania angguki.

"Iya, Bu. Tapi kalau boleh tahu, kamarnya sebelah mana ya?"

"Di kamar atas, kamar paling pojok sebelah kanan."

"Oh iya, Bu. Terima kasih."

"Kalau begitu, saya ke dapur dulu untuk memeriksa para juru masak. Saya harus memastikan makanan yang mereka siapkan untuk menyambut Tuan muda Nath besok."

"Iya, Bu." Tania menundukkan kepalanya begitu sopan, sesuatu yang sebenarnya hampir tidak pernah Tania lakukan ke orang yang notabenenya jauh dari kastanya. Tania terbiasa hidup dihormati, hanya karena tidak ingin dijodohkan, Tania harus rela merendah dan melepas kastanya sebagai putri dari keluarga Prasetya.

My Servant is mineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang