perhatian, ditulis menggunakan huruf kecil.
...
"pulang sekolah naik vespa, yang anternya mas pacar,"
wirda, menengok mendapati zati sudah bertengger di depan asrama ajeng. yang pastinya membuat Wirda teramat kaget. "hush, lo mah ngagetin gue aja."
"hehehe, enak nih. yang sekarang pulang sekolah ga bakalan nebeng ke. daru." Jelas Zati.
pemudi yang menjadi lawan bicaranya itu hanya menggedikkan bahu.
"entah, naufal juga rumayan sibuk. paling tetep nebeng sama daru, nah situ, yang di ajak balikan gimana?"
senyum yang tadinya tercetak jelas di kanvas rupa milik zati perlahan luntur di gantikan dengan kerutan bibir yang tercetak jelas.
ia sebal.
"gausah bahas-bahas mantan kek, capek gue di tanyain mulu,"
"iya-iya udah lah ayo masuk udah mau maghrib, di culik setan baru tau lo."
kedua pemudi itu berbalik arah memasuki kawasan asrama yang nyatanya masih saja ramai walaupun senja sudah hampir sampai.
"pulang udah ga nebeng nih, da?" tanya aji sembari menaik turunkan alisnya, berniat menggoda pemudi yang baru saja sampai.
chandra, pemuda yang melihat tingkah aneh aji. bergidik ngeri sembari mengambil sepasang sendal lalu melemparkannya ke pemuda guinandra.
"geli anjir, ji!"
aji meringis. "aduh, yang di kasih aja ga protes kok lo protes dih? oh, apa lo mau gue kasih juga. sini-sini, dengan senang hati akan gue kasih," jelas aji yang lantas mendekat kearah chandra.
tentu saja hal itu di tolak chandra dan langsung terjadi adegan kejar-mengejar.
sampai akhirnya wirda membuka suara. "ya ampun, mau lewat aja susahnya minta ampun."
"woi ntaran aja kenapasih kejar-kejarannya kasian nih dua orang pada mau lewat." seru bintang, pemuda itu baru saja keluar.
membuat kedua pemuda yang sedang memeragakan adegan kejar-kejaran terhenti seketika, diikuti dengan lengkungan kurva tercetak jelas di wajah pemudi bernama arestari wirdayanti.
"makasih bintang, emang lo doang yang paling bener."
sesekon kemudian kedua pemudi itu langsung berlari naik ke lantai dua dimana terdapat asrama ajeng disana.
ketika keduanya mulai jauh, lantas aji pun bersua."yang di bilang bener sama mbak mantan gebetan jangan seneng dulu. anaknya tadi baru di anter sama pacarnya yang naik vespa."
bintang mendelik. "kalo make vespa emang kenapa?"
"ya jelaslah, lo harus mundur. tolong jangan jadi bodoh gara-gara cinta." chandra ikut berkomentar membuat aji mengangguk-anggukan kepalanya tanda ia setuju.
"selama janur kuning belum melengkung, masih ada kesempatan untuk menikung." selepas berucap. pemuda itu kini terlampau pergi menjauh dari keduanya masuk ke kamar.
"emang ya anying, orang kalo udah kenal yang namanya cinta bisa bikin beneran goblok."
ya, habis bagaimana, itu sudah seperti sifat alami manusia. seseorang yang sudah menjadikan salah satu anak manusia tambatan hatinya pasti akan menepis semua perkataan yang menurutnya salah.
walaupun kenyataan sudah terpatri jelas di depan kanvas rupa, namun tetap saja hati akan menolak.
"daru, bagi uang dong."
daru, pemuda yang tengah ingin memgeluarkan motornya itu langsung menghela nafas panjang, saat rungunya mendengar aksara yang di ucap kembarannya itu.
pemuda itu lantas mendecak sebal sembari membuat gestur kedua hasta di pinggang.
"uang lo emangnya habis?"
lesta terkekeh pelan, pemudi itu menggaruk tengkuk. "hehehe iya, lo tau aja,"
daru merotasikan netranya, malas. jari jemari pemuda itu perlahan merogok kantung celana miliknya untuk mengambil uang. "lo mah kebiasaan, uang terus yang ada di pikiran lo. lama-lama lo bisa jadi tante girang,"
gadis itu membulatkan netranya dan memukul kepala saudara kembarnya dengan casing handphone miliknya. "cocote! gue aduin bunda nih!"
"gih, aduin. kalau lo ga mau dapet uang nya silahkan aduin." ancam Daru sembari menjauh kan lembaran kertas bernilai itu.
alka, pemuda yang melihat adik perempuannya berdiri di samping pemudi yang sedang gaduh itu lantas menyuarakan pendapatnya.
"jel, hati-hati si lesta suka makan orang. kalau dia ganggu kamu telepon kakak aja ya." tuturnya yang tentu di balas anggukan oleh sang adik.
"siap kak, tenang aja."
"HEH, SEMBARANGAN BANGET!"
daru selaku kembarannya hanya bisa merotasikan netranya, malas. "nih jadi atau enggak uangnya, atau lo masih mau ngadu?"
"eh jangan dong, janji deh gabakal di aduin. tapi siniin uanganya," pintanya.
hingga dalam beberapa sekon saja, lembaran kertas bernilai itu jatuh dalam dekapan pemudi. "makasih, kembaranku yang ganteng."
daru tersenyum kecut mendengarnya. "ya, sama-sama."
hingga akhirnya tungkai milik gadis itu melangkah pergi menjauhi kawasan asrama, diikuti dengan jelly yang menemaninya.
sebelum teriakan milik bian menghentikan langkah. "HATI-HATI LES, KALO PUNGGUNG LO BERAT ARTINYA LO LAGI DI GELONDOTIN TUYUL."
pemudi itu diam, kaku. hanya umpatan yang keluar dari lisan. "SIALAN LO BIAN!"
"lo mau cerita apa ta?"
karta, pemudi milik jakarta itu menghembuskan nafasnya kasar sembari mengaduk bubble tea pesanan nya itu.
netranya kini menatap netra sang lawan bicara.
"ya, gue di suruh balik ke jakarta,"
kanvas rupanya menggambarkan raut wajah nelangsa, dirinya tak habis pikir bagaimana bisa ia di paksa untuk pergi. padahal dirinya jelas-jelas sangat ingin menorehkan berbagai macam cerita di kota kembang ini.
hidupnya di jakarta tidak lah cukup menyenangkan.
penuturan dari karta, itu membuat lawan bicara bungkam. arya, pemuda itu nampak diam memikirkan berbagai macam saran apa yang harus dikeluarkan.
melihat arya tak kunjung memberi balasan, karta berucap.
"gue tau lo bingung kan ngasih saran apa, gausah kasih saran. lo cukup dengerin gue cerita," sambung pemudi itu membuat arya kembali bungkam.
helaan nafas terdengar. "maaf gabisa bantu, bunda lo kapan ngomong begitu?"
pmudi itu menarik nafas yang dalam, dengan suara yang mulai bergetar ia berucap kata. "pas senja, sekitar jam setengah enam."
atmosfer pun kini mulai sunyi, hingga kedatangan sebuah suara dari pemudi lainnya.
"loh? karta, lo ngapain disini?"
...
KAMU SEDANG MEMBACA
nestapa asa, kelahiran dua ribu.
Fanfiction(☆) dan bandung menjadi tempat dimana cerita milik kita terukir. hak milik sisiloveu. i. kelahiran dua ribu ii. lokalan