vii, perihal persaan, siapa yang hendak mengelak?

1K 133 13
                                    

perhatian, diketik menggunakan huruf kecil.

...

tersungut emosi sudah pemudi kelahiran bumi kembang itu, asmanya zati. pertemuannya dengan sang masa lalu yang menorehkan cerita hitam dalam skema hidupnya.

usai sudah semua harap.

ya begitulah, gadis itu memilih untuk menolak ajakan membangun kisah baru. namun tentu saja ia jua menyesal.

"lo yang nolak, lo yang nyesel juga. jadi maunya apa?" karta berkomentar sembari menatap zati yang sedang dilanda gelisah.

nelangsa sekali hidupnya.

aroma tanah mulai menemani yang kemudian disusul dengan bunyi rintikan air yang membasahi tanah bandung.

"gue bingung, masih suka tapi trauma," akhirnya sang pemudi menyuarakan semuanya.

mendengar jawaban yang zati katakan membuat karta menghela nafasnya, si pemudi ini nyatanya masih labil dalam bertindak. pantas saja ia menyesali keputusannya.

hasta milik karta terulur menyentuh pundak zati. "lain kali kalau mengambil keputusan jangan terlalu cepat, dan harus sesuai dengan yang lo mau gausah pikirin kata orang lain,"

aksara yang pemudi itu keluarkan seakan menjadi sebuah mantra penenang bagi pemudi yang sedang dilanda kekalutan ini. ia ibaratkan seorang 'ibu' bagi para ajeng yang tentu saja selama tinggal di asrama ini tak berjumpa dengan ibunda tercinta.

dan bandung pun tahu, bila sang pemudi ini meninggalkan tanahnya sudah pasti ia akan menghilangkan harsa dari para pemudi.

"lo gimana? apa lo punya masalah juga yang buat lo bingung milih?" zati bertanya.

karta mengulas kurva dibuatnya, ia menyenderkan daksanya pada kedera empuk yang sedari tadi ia duduki. pertanyaan yang sederhana namun begitu pelik untuk dijawab.

semesta-semesta, mengapa kau selalu membuat skenario tak terduga sih?

"punya, tapi masalah itu bener-bener gabisa gue sendiri yang mutusinnya."

kala itu hujan menjadi teman dikala hati yang sedang gundah akan sebuah keputusan untuk masa depan, dimana semuanya yang sudah dipertemukan akan lekas dipisahkan pada waktunya oleh semesta.

jika kau marah pun kepada semesta, itu semua seakan tak ada gunanya.

toh, pada akhirnya semua akan menjadi sia-sia.

"udah gila?! lo nelfon gue cuman buat minta di cariin pacar?!" sang adam berteriak kencang kala menerima panggilan lewat telepon, tentu saja ia tak terima menjadi perantara cari jodoh bagi sang penelpon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"udah gila?! lo nelfon gue cuman buat minta di cariin pacar?!" sang adam berteriak kencang kala menerima panggilan lewat telepon, tentu saja ia tak terima menjadi perantara cari jodoh bagi sang penelpon.

nestapa asa, kelahiran dua ribu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang