Gadis itu mengerjap-ngerjapkan mata, untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke indra penglihatannya. "Argh!" erangnya ketika merasakan tangannya yang terasa kaku.
"Shit! Tangan gue gak bisa digerakkin." umpatnya. Gadis itu juga mengecek kakinya yang tadi luka. "Astaga! Apa-apaan ini?! Tolong siapapun, lepasin gue! Akh!" teriaknya kencang, hingga membangunkan orang yang bertugas menjaganya.
"Bangun juga lo cantik? Nyenyak banget tidurnya." goda salah satu orang yang menjaganya.
"Dia sudah bangun bos."
"...."
"Iya! Akan kami awasi."
"...."
Rainbow bisa mendengar percakapan penjaga lainnya yang sedang menelepon.
"Siapa si kalian?! Siapa yang nyuruh kalian nangkep gue?! Gak guna!" bentak Rainbow sambil memberontak tali yang mengikat.
"Jangan marah-marah cantik, kami cuman mau mainin kamu bentar kok!" ucap penjahat yang menelepon tadi, menghampiri keduanya.
Rainbow dibuat gemetar oleh kata-kata penjahat itu, tapi berusaha menutupinya dengan berontak lebih keras. "Gak! Gue gak mau sama kalian, kalian jelek! Bau! Gak tau malu! Emang orang tua kalian dulu ngajarin kalian berbuat kayak gini?! Hah?! Orang tua kalian disana pasti malu, udah ngelahirin kalian di dunia ini!" ucap Rainbow sengaja memancing emosi.
"Plak!" tamparan keras berhasil mendarat mulus di pipi gadis itu. "Jaga bicara kamu! Lo masih kecil, udah nasehatin aja! Lo gak tau apa-apa bocah tengil!" berhasil sudah Rainbow memancing emosi.
"Gue tau! Karena gue di didik gak kayak kalian, yang bisanya ngerepotin orang tua!" teriak Rainbow seolah mengabaikan rasa sakit dari tamparan penjahat itu.
"Bagus! Bagus! Gak ada takut-takutnya ya lo, salut gue." tepuk tangan dari arah pintu terdengar, sebelum para penjahat murka padanya.
"Lo?! Mau lo apa? Gak jelas apa yang pernah gue bilang?" sentak Rainbow begitu mengenali wajahnya.
"Gue masih cinta lo, sayang! Gue gak akan ngelepasin lo lagi, kalo lo mau balikan sama gue," ucap Gio dengan tatapan ingin memangsa Rainbow hidup-hidup.
"Lo udah nyakitin gue yo! Lo gak tau diri ya! Gue udah lo buang layaknya sampah, tapi lo punggut gue lagi?! Lo gak malu? Ambil sampah yang udah lo buang?!" teriak Rainbow dengan air mata yang mengucur deras karena ketakutan.
"Bum!" Gio yang sudah panas akan perkataan Rainbow tak segan menendang kursi yang diduduki Rainbow, hingga cewek itu terjungkal dan mengaduh kesakitan.
***
"Kemana dia? Gue jadi ngerasa bersalah tadi gak ada disampingnya. Gue gak pantes dipanggil cowok, kalo jagain cewek aja gabisa." Revan mencoba mencari Rainbow dengan frustasi.
"Udahlah Van, ini bukan salah lo!" tenang Velic. Tadi Velic memang mendengar percakapan teman sekelompok Rainbow yang sedang melapor, dan ia memaksa untuk ikut mencari Rainbow.
"Eh? Gue inget, kita cek aja GPS di hp Rainbow. Pasti dia ngehidupin GPS nya, kita cek aja!" tiba-tiba Revan mendapat secercah cahaya, setelah suntuk semalaman.
"Gini dong Van, cari solusi, bukan hanya mengeluh!" Velic ikut semangat mendengarnya.
Segera saja Revan mengeluarkan ponsel untuk mengecek keberadaan Rainbow.
"Gimana, udah ada titik lokasinya?"
"Ck.. Gudang tua sebelah barat! Lo kabarin guru-guru dulu, gue langsung selamatin Rainbow, gue takut dia kenapa-kenapa." Revan langsung berlari meninggalkan Velic sendirian.
Velic hanya menatap kepergiaan Revan dengan tatapan kecewa. Bagaimana bisa orang yang di cintainya lebih peduli dengan cewek lain?
***
"Berani banget lo! Lo gak takut sama kami hah?!" bentak Gio ke arah Rainbow yang sesengukkan menahan sakit dan takut.
"Nangis aja terus! Gak ada yang bakal nolongin lo! Termasuk pacar lo! Karena gu—"
"Brak!" belum sampai ucapan Gio habis, tendangan dari arah pintu berhasil membuat keempatnya menoleh ke asal suara.
"Revan! Tolongin gue, hiks.... " teriak Rainbow parau.
"Rainbow, lo baik-baik aja kan?" tanya Revan berjalan mendekat.
"Berhenti! Lo maju selangkah aja, gue gak akan segan-segan bunuh cewek lo!" ancam Gio.
"Revan! Tolongin gue!" teriak Rainbow frustasi, karena melihat Revan diam tak berkutik.
"Maju selangkah cewek lo gak akan selamat."
Revan bimbang harus melakukan apa, sementara di depannya Rainbow mulai di tarik secara paksa ke pintu belakang. Ide muncul di kepala Revan yang tergolong cerdas. Ia merogoh saku celana tanpa sepengetahuan Gio, dan mulai mengutak-atik benda yang di gengamnya.
"Wiu... Wiu.... " suara sirene mobil polisi terdengar nyaring. Itu adalah suara yang dihasilkan oleh HP Revan.
"Kabur Bos! Polisi dateng!" ucap penjahat itu dengan tangan yang sudah melepaskan gengamannya dari tangan Rainbow. Sebelum mereka sempat lari guru-guru datang mengepung dari pintu depan dan belakang.
"Mampus! Brengsek kalian! Beraninya keroyokan! Banci." ucap Gio marah.
"Gak ngaca lo! Gak punya kaca? Beli! Atau gak punya uang? Gue beliin deh, jangan susah!" timpal Velic.
"Diem lo! Cabut!" ucap Gio dengan wajah pucat pasi.
"Mau kabur kemana kalian? Udah kami tutup semua jalan keluar." ucap Pak Adit dengan nada membentak.
"...."
"Nyerah aja deh kalian, gak akan bisa kabur juga!"
Gerombolan mulai menangkapi satu per satu penjahat, tapi tidak dengan Gio, ia berlari ke arah ruangan yang ada di dalamnya.
"Mau kemana kamu heh?!" teriak Pak Rudy, karena melihat jendela terbuka yang ada dalam ruangan tak dijaga itu.
Gio hanya tersenyum miring dan meloncat ke arah jendela tersebut, dan hilang dari pandangan Pak Rudy.
"Gimana pak? Ketangkep Gio nya?" tanya Revan setelah berhasil menyusul Pak Rudy.
"Ck... Dia kabur lewat situ." ucap Pak Rudy dengan tangan menunjuk ke arah jendela.
"Brengsek! Beraninya kabur!" umpat Revan.
"Kita laporkan saja kepada polisi."
***
Gio jahat ya, udah jadi mantan kok maksa balikan.
Sekarang update gak tergantung comment ya:)
Update tergantung mood nulis ehe!
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On (HIATUS)
Teen Fiction[FOLLOW DULU] Judul awal: Raivan Judul baru: Move on Rainbow cewek dengan bacodan unfaedahnya, dan selalu semena-mena, entah apa yang merasukinya hingga ia benar-benar jatuh akan pesona cowok itu. Revan Cowok cuek, dingin. Mempunyai masa lalu kelam...