Tiga puluh tiga

9.6K 571 62
                                    

Gue masih teringat kala melihat  sosok itu sudah terbujur kaku dengan tubuh yang mendingin. Tangis gue langsung pecah karna gak mampu untuk melihatnya.

"nenek"banya kata itu yang bisa gue ucapkan lalu selanjutnya lutut gue langsung jatuh ke lantai dan kak Nazira dengan sigap berlari ke arah gue.

Setiap mahkluk yang bernyawa pasti akan kembali lagi pada Allah, karna hidup ini hanyalah persinggahan sementara. Tapi ketika melihat sosok yang merawat gue ketika kecil dulu dengan wajah yang pucat, rasanya gue ingin agar takdir yang ditetapkan oleh Allah diubah saja.

Gue menatap kearah foto yang terlihat agak usang itu. Dimana disana ada gue, nenek, dan kak Nazira. Kami sama sama membentuk senyuman yang indah.

Karna rasa gak sanggup untuk melihat nenek yang terakhir kalinya, gue pingsan ketika di pemakaman itu.

Tiba tiba saja suara pintu di ketuk yang membuat lamunan gue buyar.

Gue berjalan ke arah pintu dan membukanya. Lagi dan lagi, sosok yang gak ingin gue lihat kehadirannya malah memunculkan diri.

"assalamualaikum, mbak"

"waalaikumussalam. Ada apa ?"

"bang Aryan ada gak ?"

Ngapain sih lo nanyain laki orang ?!

"ada, tunggu sebentar".

Gue memanggil Aryan dan lelaki itu langsung datang. Dengan senyuman yang cerah dia menyambut kedatangan Sania.

"mari masuk, Sania".

Aryan mempersilahkan gadis itu masuk sementara gue hanya terpaku didepan pintu.

"ra, tolong buatin minuman buat Sania"pinta Aryan.

Dengan langkah yang berat gue berjalan ke dapur. Harus gak ya gue campurin sianida ke minumannya Sania ?

"nih jus wortel, baik untuk kesehatan mata. Biar matanya jadi lebih jernih untuk membedakan yang mana laki orang dan yang mana bujangan"gue menyodorkan minuman itu ke arah Sania dengan menampilkan senyuman, ya senyuman palsu lebih tepatnya.

Terlihat wajah Sania menjadi agak kaku dan ia menatap ke arah Aryan.

"gue mau bicara dulu sama Sania, lo bisa pergi dulu gak ?"

Tubuh gue belum mendarat dengan sempurna diatas sofa tetapi Aryan udah mengusir. Ok, jika ini mau lo.

Gue beranjak dari sofa dan berjalan ke arah kamar, mengambil beberapa barang yang gue perlukan lalu selanjutnya gue keluar.

"gue mau ke kosnya Dini, gak usah nyariin. Kalo laper beli makanan sendiri atau rebus aja batu yang didepan rumah"ucap gue begitu melewati Aryan yang sedang duduk diruang tamu. Bodoh amat kalo dibilang gue gak sopan.

Saat sampai dikosnya Dini, gue langsung menumpahkan air mata dan masalah gue dihadapan mereka.

"gue capek kalo harus begini terus".

Gue memang mencintai Aryan tapi gue gak tau hatinya untuk siapa. Gue mencoba untuk tetap mempertahankan rasa ini, tapi sekuat apapun batu pasti akan hancur kala terkikis oleh tetesan air hujan.

Gue menyandarkan kepala pada bahunya Nisa dan membuat baju gadis itu menjadi basah.

"suami istri itu ibarat satu tubuh dua nyawa, tak salah jika suami suka warna merah dan si istri suka warna putih, tidak perlu ada penolakan. Dengan keridhaan dan dan saling pengertian, jika warna merah dicampur dengan warna putih maka akan terlihat keindahannya"ujar Nisa seraya mengelus kepala gue dengan lembut.

The Husband Chosen by DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang