Bagian ke-2. Sahabat Lama Telah Berubah

129 15 8
                                    

12 Januari 2016

Hari ini aku sangat senang karena dia hadir di dunia. Alvi, seorang yang paling dicintai di dunia. Kali ini, dia memberiku hadiah sebuah kalung. Ya, meskipun harga kalung ini tak seberapa, tetap saja aku anggap barang pemberiannya ini semahal mas intan. Walaupun, akhir-akhir ini aku agak curiga dengan sikapnya.

Vanesa tak sengaja melirik jam yang tertempel manis di dinding kamarnya, betapa terkejutnya dia saat dia menyadari jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Segera, dia menutup buku catatan milik Vanda itu dan kembali ke kasur.

                              ***

Pagi ini di kampus, saat Vanesa hendak menuju kelas, terdengar bisik-bisikan dari semua orang yang ada di koridor itu, Vanesa tidak heran karena dia sedang berjalan di belakang Angela, si caper yang hobi menggoda laki-laki dengan pakaian yang tak senonoh.

"Angela seksi sangat," salah satu laki-laki pada temannya, saat Angela berjalan di depan mereka.

"Nih bocah,  mau belajar apa mau ngelonte sih?  ngapain coba pakai baju you can see, gak pantes sangat," Vanesa mengurutu kesal, karena pagi-pagi sudah disuguhkan pemandangan tidak enak seperti ini.

"Eh anak kampong! lo ngapain omongin gue dari belakang? oh pasti lo iri ya, liat kecantikan gue? Dasar kampungan sok belagu!" Angela kepada Vanesa.

"Hah, ngaca dong! Pake baju kurang bahan saja belagu sangat lo,  hahaha," Vanesa membalas dengan sengit.

"Eh asal lo tahu ya, ini baju tuh mahal. Lo mana bisa beli, lo kan kere!" Angela mengejek sambil menunjuk-nujuk bajunya.

"Hah, mahal? Baju seribu dapet dua saja bangga, ih! tikus Vano saja tahu itu baju murahan ya, tidak?" Vanesa melirik Vano yang sedang memegang tikus yang dia bawa untuk ujian praktik itu.

"Iuh jijik, jorok amat sih lo!" Angela melangkah mundur menjauhi Vanesa.

"Taruh saja nih, tikus gue di pundaknya," Vano menyodorkan tikus miliknya pada Angela yang membuatnya geli.

"Rasain tuh hah!" Alicia penuh semangat.

"Hih hih aaaa!" Angela berteriak nyaring membuat semua orang terkejut.

                             ***

Ujian yang sedari tadi membuat jantung Vanesa berdetak tak karuan, akhirnya tiba. Vanesa mengerjakan setiap soal demi soal dengan fokus.

"Ih ko ga pulang-pulang sih!" gerutu Vanesa sebal sambil melihat jam tangannya.

Tak lama setelah Vanesa menggerutu, dosen pengawas yang sudah berusia lanjut itu akhirnya menyuruh mereka pulang.

                           ***

Setelah dia selesai ujian, Vanesa hendak mencari Alvi untuk meminta
keterangan perlihal kematian Vanda. Mungkin, kali ini keberuntungan berada di pihak Vanesa. Alvi sama sekali tidak sulit untuk ditemukan. Sekarang, dia berada di taman kampus bersama dengan seorang perempuan yang menggandeng tangannya.

"Woy!" teriak Vanesa bermaksud untung mengagetkan Alvi.

"Mau apa lo?"tanya Alvi sengit sambil menatap Vanesa sinis pertanda dia tidak suka dengan kehadiran Vanesa di sini.

"Vi, lo kok gak sedih sih atas kematian Vanda? malah gandeng cewek murahan." Vanesa menyindir sambil melirik perempuan yang menggandeng tangan Alvi yang tak lain adalah Angela.

"Kehilangan Vanda buka akhir dari segalanya, hidup harus jalan terus." Alvi menjawab dengan santai.

"Ih, cewek murahan, lo bisa diam gak sih? Vanesa mengamuk pada Angela yang sedari tadi mengganggu pemandangannya.

Venesa menyipitkan matanya berusaha mencari gerakan mencurigakan dari Alvi, "atau jangan-jangan, lo bunuh Vanda?" Vanesa penuh curiga.

Mendadak, wajah santai Alvi langsung berubah merah. dia menatap Vanesa dengan aura kemarahan yang sangat menyeramkan," apa-apaan sih lo? Gak jelas sangat! Vanda lalu berdiri hendak berjalan pergi.

Namun, belum sempat Alvi melangkahkan kakinya, Vanesa dengan cepat memegang tangan Alvi, agar dia tidak pergi. "Lo mengapa sih? lepasin tangan gue!" perintah Alvi dengan suara kencang, melepaskan genggaman tangan Vanesa dengan paksa.

                             ***

Vanesa pulang ke rumahnya dengan rasa kesal karena perdebatannya dengan Alvi tadi siang. Dari percakapan singkatnya dengan Alvi tadi, dia terlihat sangat mencurigakan. Mungkin ibu Vanda benar, Alvi lah penyebab kematian Vanda.

"Huh, dasar manusia abal abal!" Vanesa kesal sambil membuka pintu kamarnya.

Saat Vanesa hendak menjalankan rutinitasnya sehabis kuliah yang tak lain adalah bermain game, dia teringat akan hal yang jauh lebih penting.

"Lah, gue taruh buku catatan Vanda di mana ya?" tanya Vanesa pada dirinya sendiri sambil sibuk mencari buku catatan itu.

Catatan terakhir(Tamat) (Sedang Di Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang