[vii] selamat tinggal

1K 133 5
                                    

"aku sayang ibu, selalu"

Jiang cheng menggenggam tangan ibunya dengan kedua tangan, menempelkannya di dahi lama. Wei wuxian dibelakangnya menahan tangis. Ia meremas lembut bahu jiang cheng, menguatkannya. Ketika jiang cheng kembali tegak, wei wuxian tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk jiang cheng. Wei wuxian menepuk nepuk punggung jiang cheng,

"keluarkan saja cheng cheng. Tidak apa,"

Jiang cheng membalas pelukan wei wuxian. Ia menangis. Ia tak tahan lagi.

"a-aku bahkan belum sempat minta maaf,"

Wei wuxian tersenyum pilu,

"tetapi ia tahu, kau setia menunggu disampingnya ketika ia koma,"

Jiang cheng menangis keras.

Jiang cheng tahu, wanita itu, ibunya, yu zixuan, telah berusaha sekuat tenaga melawan kanker darah stadium empatnya hingga titik terakhir.

Langit bermuram durja. Ada sesuatu yang terenggut dari sana. Aura berkabung sangat kentara terasa di area pemakaman itu. Jiang cheng, dengan setelan jas hitam hitamnya menatap kosong ketika pihak keluarga, bahkan teman temannya memberinya bela sungkawa. Wei wuxian memakluminya. tidak ada orang yang baik baik saja setelah perpisahan.

Ketika pemakaman selesai, hujan deras mengguyur kota. Seolah olah langit tahu, bahwa ada yang sedang berduka disini. Jiang cheng berdiri didepan nisan tempat ibunya. Menatapnya kosong. Tidak, ia tidak akan menangis. Rasanya terlalu sakit untuk menangis. Jiang cheng membiarkan hujan mengguyurnya. Membiarkan rintik itu membungkus punggung rapuhnya itu.

Ayahnya, jiang fengmian, juga turut hadir dipemakaman itu. Ia terlihat Lelah. Ayahnya tahu, jiang cheng akan berada lebih lama di makam, menemani ibunya.

Lan xichen juga turut hadir dalam pemakaman itu. Dibawah pohon, ia membawa payung, hendak mendatangi jiang cheng yang tengah menatap kosong nisan dengan ukiran nama wanita yang tidak akan pernah ia lihat lagi.

Lan xichen mendatangi jiang cheng. Ia menepuk bahu jiang cheng. Tatapan jiang cheng terlihat kosong. Seolah olah jiwa yang selama ini bersemayam didalamnya telah hilang. Terlihat jelas dari kantung matanya yang menggelap. Xichen tahu, jiang cheng tengah hancur saat ini. Xichen menariknya kedalam pelukan hangat.

Jiang cheng tak sanggup membalas pelukannya. Sekalipun ia ingin, ia tak bisa. Ia terlalu Lelah untuk membalasnya. Jadi ia hanya menikmatinya. Setidaknya, biarkan ia Bahagia. Untuk saat ini. Dengan suara serak, jiang cheng berusaha berbicara,

"chen chen,"

Xichen melepas pelukannya. Menatap manik abu itu getir. Mulutnya tetap menyunggingkan senyum teduhnya,

"ya?"

Jiang cheng menggigit bibir bawahnya, mengambil nafas, lalu mendekap pemuda dihadapannya kembali. Ia berbisik pada telinga xichen,

"tolong jangan tinggalkan aku,"

Pada nadanya terselip kegetiran. Xichen mengangguk, ia berbisik,

"tentu, wanyin"

Jiang cheng tersenyum tipis. Kepalanya berdenyut, dan denyutan di kepalanya semakin menjadi. Jiang cheng memegang kepalanya, memejamkan matanya. Ia meringis menahan sakit. Lan xichen, berusaha menjaga ketenangannya, menyentuh pipi kiri jiang chen. Panas tubuh jiang cheng berada diatas normal. Tubuh jiang cheng menggigil. Ia nyaris rubuh jika tangan xichen tidak menahan pinggangnya.

Jiang cheng, menahan sakit, "aku pusing,"

Lalu ia tumbang[]

penyusupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang