Part 19

2.5K 300 158
                                    

🌸🌸🌸


Bermaksud untuk menghabiskan waktu lebih lama, Naya setuju untuk berangkat lebih cepat ke Senayan setelah gadis itu, juga Dahyun dijemput oleh Taehyung. Toh di rumah juga kosong karena ayahnya sedang berada di luar negeri. Sang ibu sempat bilang jika ia berniat menonton pertandingan anak bungsunya itu nanti setelah urusan bank selesai.

Sebelum sampai di gedung turnamen basket, Dahyun meminta diturunkan di hotel tempat menginap anggota tim Institut Bandung yang masih terletak di daerah Senayan. Untuk apa juga menjadi obat nyamuk di antara mereka berdua. Lebih baik gadis itu makan siang di hotel, maka dia segera turun di hotel itu. Kemudian singgah sebentar di restoran ayam goreng favorit mereka berdua sejak jaman sekolah, baru setelahnya Taehyung dan Naya melanjutkan perjalanan ke GOR.

"Pak, weitss tugas di final nih?" sapa Taehyung pada seorang pria paruh baya yang terlihat bugar tengah duduk di meja panitia.

Pria itu menolehkan wajahnya saat melihat Taehyung bersisian dengan seorang gadis di rangkulannya. "Lho Tae, baru jam segini kamu udah dateng di GOR? Hm, ini siapa ya kok kayak familiar?"

Taehyung meringis kecil, wajar saja pria itu pernah mengenalnya jaman silam. "Ini pacar saya, Pak. Dulu pernah main di PORDA waktu saya SMA itu lho pas Bapak jadi wasit dia, yang dapet gelar MVP bareng saya. Inget, Pak?" jelasnya.

"Ya ampun, si nomer kembaran ya?" Pria berprofesi wasit itu pun mengingat sosok gadis berkuncir kuda itu memiliki nomor punggung bahkan sepatu yang serupa dengan Taehyung. Sayangnya kini mereka berdua sedang sama-sama tidak menggunakan sepatu putih itu. "Masih nomer 4 ya? Tapi nanti saya nggak bisa janji kamu dapet 4 lagi ya?"

Terkekeh geli, Taehyung pun berpura merajuk. "Yah, jangan dong, Pak. Nanti tangan saya nggak wangi lagi kalo pakai nomer lain," selorohnya.

Tidak lama setelah perbincangan singkat itu selesai dan para panitia beranjak ke ruang mereka, Taehyung pun menyingkir lalu duduk pada sebuah bangku kayu panjang milik pemain yang masih diletakkan di pinggir dinding area lapangan basket itu. Pertandingan Naya akan berlangsung lebih dulu, tapi mereka berdua masih punya waktu lumayan panjang. Kondisi tribun juga cenderung masih sangat sepi belum ramai oleh pendukung. Seolah hanya ada mereka berdua di ruangan ekstra besar itu.

"Sini, Ay," pinta Taehyung pada Naya yang sibuk berdiri sambil mengetik di ponselnya. "Duduk sini main hapenya," Tidak sabaran, akhirnya dia menarik pinggiran jersey berwarna biru milik Naya itu hingga terlepas dari seragam celana selutut yang dia kenakan.

"Bentar Tae, ini aku diminta Coach Ito hubungin kak Anna soalnya tadi pagi dia udah nggak ada di kamar hotel. Tapi hapenya kok mati ya?"

Taehyung hanya mengamati Naya yang lesu tapi tetap bergerak melebarkan satu kakinya lalu terduduk manis di depan lelaki itu. Melihat Naya yang terlalu fokus pada layar ponsel, kedua lengan Taehyung melingkari pinggang gadis itu menariknya begitu rapat. Kemudian meletakkan dagunya di pundak kiri kekasihnya itu, ikut melihat beberapa teks yang tidak terkirim pada ponsel Naya.

Gadis itu menoleh ke arah kiri, lalu menyapu pandangan pada wajah tampan terabaikan di bahunya. "Kamu request nomer buat apa?"

Awalnya Taehyung mengernyit dengan bibir mengerucut berfokus kebingungan. Tapi toh dia langsung paham. "Oh, yang tadi? Itu, tadi beliau punya rencana masukin namaku di seleksi Timnas."

"Hah?"

Taehyung menyengir bodoh sebab dia belum pernah memberi informasi tentang itu. "Baru wacana, sayang."

"Serius kamu dapet undangan seleksi Timnas?"

Bahu Taehyung terangkat sekilas. "Hhh, belum tau. Semua masih tunggu kebijakan Perbasi. Tapi kalo aku bisa dapet gelar prestisius di final liga profesional besok, aku bisa dapet gold card otomatis lolos."

🌸 Just Don't Go (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang