Lapang Dada

10 1 0
                                    


🎶Lapang Dada - Sheila On 7

Kau harus bisa
Bisa berlapang dada
Kau harus bisa
Bisa ambil hikmahnya

***


"Oh ternyata di sini toh markas persembunyian lo, nggak jauh ya dari sekolah. Enak banget, tinggal jalan kaki bentar, terus nyampe."

"Ini namanya rumah, bukan markas." jawab Dimas santai ketika membuka lebih lebar pagar yang tingginya hanya sebatas pinggang orang dewasa. Mempersilahkan Hanina untuk masuk ke pekarangan. "Dan nggak cuma gue aja yang bisa jalan kaki, lo juga bisa, kalau mau..."

"Gila ya lo, jalan kaki dari rumah gue? Naik angkot aja, harus tiga kali transit."

"Oh lo pernah pulang naik angkot?" tanya Dimas sekenanya sembari memutar kunci rumah, membuka pintu lebih lebar, dan mempersilahkan Hanina masuk terlebih dahulu.

"Ya nggak lah, kan gue cuman asal. Lagian nggak ada angkot yang masuk komplek rumah gue."

"Sudah gue tebak, hidup lo emang asal-asalan." balas Dimas sambil lalu. "Duduk, mau minum apa?"

Hanina duduk dengan wajah cemberut, tak terima dengan tuduhan Dimas barusan. "Jangan menilai orang sembarangan, es jeruk, thanks."

"Nggak sembarangan kok, dari pilihan minuman aja lo udah asal. Lo kira gue sudi meres jeruk buat lo?"

Kini Hanina beneran dongkol setengah mampus. Dan Dimas merasa sedikit terhibur karenanya, jujur saja, berargumen dengan Hanina dapat dijadikan peralihan dari rasa tak nyaman karena kejadian di perpustakaan. Meskipun bukan ciuman pertama dan hanya kecupan saja, rasanya luar biasa gila, gila dalam artian muak yang membuat mual.

Selesai mengganti seragam sekolah dengan kaos rumahan biasa, Dimas bergegas ke dapur, diambilnya air putih dingin dari dalam kulkas. Bukan bualan semata, jika Dimas memang tidak menyediakan buah atau minuman manis lain di rumahnya.

Ketika Dimas kembali ke ruang tamu, dilihatnya Hanina telah menjelajah dinding ruang tamu yang diisi penuh bingkai foto yang memajang foto dirinya dan juga kakek.

"Lo hanya tinggal berdua dengan kakek?" tanya Hanina tanpa mengalihkan mata dari figura terbesar yang memajang foto dirinya dan sang kakek. Foto yang diambil sekitar dua tahun lalu, di studio foto tak jauh dari rumahnya.

"Iya, berdua aja." jawab Dimas sekenanya, sembari meletakkan air putih dingin di meja. "Tuh minuman lo, setelah gue cari, ternyata air putih dingin dari kulkas adalah yang paling spesial."

Hanina mendengus atas ketidakniatan Dimas dalam menyuguhinya minum. "Kalau nggak ada kenapa pakai nanya gue mau minum apa."

"Basa basi aja. Untuk informasi, di rumah ini nggak ada minuman manis, selain kopi dan teh, semenjak kakek gue positif kena diabetes."

Hanina diam saja, nggak membalas, mungkin maklum dengan alasan Dimas, dia pun sebenarnya tak begitu mengharapkan disuguhi hal yang berlebihan, toh dia bertamu juga bukan untuk dijamu. Memilih duduk di sofa sederhana, meraih gelas minum dan meneguknya sampai tandas.

Ahh....

Lega

"Segar kan? Apa gue bilang, air putih dari kulkas itu yang paling spesial."

Apanya yang spesial, Hanina minum sampai tandas memang karena haus, cuaca panas, dan ruang tamu ini tak ber AC.

"Iya, sangking spesialnya, gue jadi pengin nambah. Bisa lo ambilkan gue minum lagi?"

"Ogah, lo di sini buat ngerjain tugas, bukan ngabisin air minum di rumah gue."

Hanina memberengut, namun tak memperpanjang argumen. Gadis itu memilih duduk dan membuka plastik novel yang ia beli. Novel tipis dengan font yang lumayan besar. Baik Dimas maupuan Hanina sengaja memilih novel tersebut, bukan karena ceritanya, melainkan karena novel itu pasti cepat di baca, sehingga mereka tidak perlu repot saat membuat resensi.

KISAH KLASIK UNTUK MASA DEPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang