🎼Bertahan di sana - Sheila on 7Bisa bertahankah kau di sana
Bisa bertahankah sayang....***
Payung oranye itu telah terlipat rapi, tergeletak begitu saja di atas meja rias di dalam kamar Hanina, bentuknya hanyalah sebuah payung berwarna norak, yang ajaibnya memberikan pengaruh begitu besar terhadap Hanina.
Iya, payung itu bagaikan sebuah linggis yang membobol kotak yang terkunci rapat di dalam ingatan Hanina. Ingatan tentang orang yang memberikan payung itu padanya sore tadi. Lebih tepatnya orang itu adalah pria. Yah, sekarang dia telah menjadi seorang pria, bukan lagi bocah laki-laki berseragam putih abu-abu, idola sekolah, idola para guru karena kepintarannya dan juga....
Yang dulu pernah disukai Hanina.
Siapa sangka, keinginan implusif untuk makan bakso malah mempertemukannya dengan salah satu orang dimasa lalu yang selama ini keberadaannya terlupakan begitu saja. Waktu seperti mengubur semua kenangan antara dia dan Dimas, tentang sepenggal masa SMA yang pernah terjadi di dalam hidupnya.
Memutuskan untuk menjalani hidup membuatnya sempat lupa dan tak pernah terpikir untuk mengenang kisahnya dengan Dimas. Setelah SMA, hidup Hanina berlanjut seperti biasa, bertemu orang baru, hidup di lingkungan baru, menghadapi setiap kejadian demi kejadian, hingga bertahun tahun kemudian, sebuah payung lipat berwarna oranye menguak isi kotak kenangan yang telah lama tertimbun.
Benda sederhana yang membawa dampak cukup menggetarkan bagi Hanina. Ia tak tahu bahwa kehadiran pria itu di hadapannya masih meninggalkan kesan yang begitu kuat.
Sejak kecil, Hanina memiliki seorang sahabat bernama Clarissa Nasution, wanita keturunan batak jawa yang tinggal di seberang rumahnya. Namun, sejak menikah dengan pria yang menjadi cinta pertama, satu satunya dan selamanya bagi Clarissa, sahabat Hanina itu akhirnya pindah di lokasi perumahan yang cukup jauh dari komplek perumahan tempat Hanina tinggal. Biasanya Hanina hanya tinggal membuka gerbang, menyebrang jalan untuk menceritakan segala kegundahannya pada Clarissa, namun sekarang berbeda, dia butuh sambungan telfon untuk menghubungi sahabatnya itu.
"Tebak, siapa tadi yang gue temui!"
Terdengar suara tangisan bayi di seberang sana, oh ya, Clarissa memang sedang menikmati masa-masa menjadi seorang ibu, dan bahkan masih dalam masa cuti 3 bulan dari pekerjaannya sebagai psikolog pasca melahirkan.
"Ohh please, jangan main tebak-tebakan, anak gue lagi rewel. Siapa yang lo temui?" balas Clarissa terdengar kesusahan mendiamkan anaknya yang menangis.
"Dimas."
"Mungkin dia minta susu Yang," adalah suara suami Clarissa, Dokter Merza Dinata, dokter spesialis bedah syaraf di salah satu rumah sakit bergengsi di ibu kota--yang terdengar pelan. Belum ada jawaban dari Clarissa. Hanya suara krasak krusuk dan suara tangis bayi yang mulai mereda. Di dalam hati Hanina sangat menyesal telah mengganggu, namun keresahannya jelas tidak bisa di tahan. Hanina hanya berdoa, semoga Clarissa tidak melupakan bahwa dirinya masih menunggu respon dari wanita itu.
"Ya, nin? Sorry, lo tadi bilang apa? Gue nggak denger."
"Dimas,"
"Dimas?"
"Gue ketemu Dimas,"
Ada jeda yang cukup panjang, jika bukan karena suara Merza yang mengatakan "Yang, itu asinya tumpah-tumpah loh" mungkin Hanina mengira sambungan telah terputus.
"Terus, apa yang lo rasain setelah ketemu dia lagi?" suara Clarissa akhirnya terdengar.
Hanina menghela nafas berat, "Nggak tau, bingung."
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH KLASIK UNTUK MASA DEPAN
Romansa"gue akan ukir nama kita di sini sebagai tanda jadian kita." Satu dari banyak hal baik yang terjadi di hudupku adalah dia. Dia yang dengan bangganya mengukir namanya dan namaku di dinding sekolah kami kala itu. Saat kami masih sangat belia dan hanya...