HANINA

90 1 0
                                    

🎶Lapang dada - sheila on 7

Kau harus bisa bisa berlapang dada
Kau harus bisa bisa ambil hikmahnya
Karena semua semua tak lagi sama
Walau kau tahu dia pun merasakannya

***

"Hai Dim, mulai hari ini dan untuk satu tahun kedepan, gue akan duduk semeja dengan Lo."

Yeaah, dialah Hanina. Bidadari sekolah, Sang Dewi SMA dan si penakhluk pria. Sudah pasti cantik, populer, dan kaya raya. paket komplit bagi gadis itu untuk mendapat predikat gadis yang paling dipuja di sekolah. Banyak yang bilang Hanina itu terlahir dari saripati bidadari di surga, atau ada lagi yang mengatakan Tuhan sedang tersenyum kala menciptakan gadis itu. Betapa tidak adilnya dunia ketika memberikan segala yang diinginkan gadis pada satu tubuh yang diberi nama Hanina. Hah, apa katanya? tidak adil? justru Tuhan itu adil ketika menciptakan Hanina, kecantikan yang tertempel di wajah nyatanya tak sebanding dengan perilaku dan etitude buruk yang dimiliki gadis itu.

Dia adalah satu dari sekian banyak biang onar. Mengintimidasi adik kelas, kakak kelas bahkan sesama angkatan pun sudah pernah menjadi korban Hanina, meskipun dia menjadi pujaan laki-laki di sekolah ini, bukan berarti Hanina sudi melirik. Sudah bukan rahasia umum lagi jika hanya pria-pria dengan mobil mewah dan dompet tebal saja yang bisa mendapatkan perhatian gadis itu. Jika nekad mendekati gadis itu tanpa persyaratan yang lengkap, siap-siap untuk dipermalukan.

Iya, dipermalukan

Pendapat ini bukan hanya tipu-tipu belaka. Dulu, ketika masih menjadi murid baru, Hanina sudah mendapatkan banyak perhatian dari teman seangkatan dan juga senior. Selain cantik, predikat queen yang diberikan OSIS kala itu semakin mendongkrak popularitas Hanina sebagai dewi. Sehingga, tak jarang siswa laki-laki yang terang-terangan mendekatinya.

Kejadian yang paling terkenal saat itu adalah ketika Tristan, sang ketua OSIS menyatan cinta pada Hanina di depan umum, ketika jam pulang sekolah, di lapangan basket sembari membawa bunga dan balon-balon berwarna pink serta diiringi musik yang terputar di radio sekolah. dibawah teriknya matahari Tristan menyatakan cinta. Semua mata memandang, baik dari lantai satu dua dan tiga, semua melihat ke arah lapangan basket, menyaksikan dengan was-was jawaban apa yang akan sang Dewi berikan.

"Kak Tristan, kalau lo berfikir gue akan senang dengan semua ini, salah besar. Bungan mawar dan balon-balon pink ini? hiihh, memalukan, sakit mata gue lihatnya." begitulah Sang Dewi membunuh hati sang pejuang.

dan sekarang Sang Dewi tak beretika itu memaksa untuk duduk semeja denganya. oh tidak bisa, mana sudi Dimas duduk dengan medusa bertopeng peri itu.

"Ada Niko di sini, lo bisa duduk di tempat lain."

"Nggak ada Niko di sini, seingat gue dia masih menikmati liburannya di Bali."

"Tapi Niko temen gue, dan gue mau duduk bareng dia."

"Gue yang masuk duluan, jadi gue yang berhak menentukan di mana gue duduk. kalau lo nggak mau duduk sama gue ada tempat duduk di depan yang masih kosong."

Benar saja, hanya tinggal satu meja yang kosong, berada tepat di hadapan meja guru. Sedangkan meja lain sudah terisi penuh. Semester baru yang artinya kelas baru. Beberapa siswa memang sengaja datang lebih pagi dari biasanya untuk memilih tempat duduk strategis, dan Dimas sudah mempersiapkan diri sejak tadi malam, melupakan pertandingan game di warnet Kak Mel dan memilih tidur lebih awal agar bangun subuh keesokan harinya dan dapat memilih tempat duduk yang ia inginkan yaitu baris nomor dua dari depan dan mepet tembok. posisi pas, dimana tidak terlalu mencolok untuk diperhatikan guru, dan karena semester ini dia sekelas dengan Niko--sahabatnya sejak kelas satu SMA--maka semalam Niko telah berpesan bahwa ia ingin duduk semeja dengan Dimas.

"Tapi gue duduk di sini duluan Han," Dimas masih mengupayakan agar Hanina mengalah

"Dan gue juga duduk di meja ini lebih dulu daripada Niko."

Kalah lah si Dimas dalam perdebatan itu, sekarang ia menyalahkan Niko yang liburnya kelewat batas.

Suara bel sudah berbunyi dan Hanina sudah duduk manis di samping Dimas. "Seharusnya lo bersyukur duduk di sebelah gue."

Oh ya? musibah yang harus disyukuri maksudnya?

"Kalau nggak sama gue, lo mungkin udah duduk sama dia."

Dimas mengikuti arah pandang Hanina ke depan pintu kelas. Seseorang baru saja masuk, nafasnya terengah dan wajahnya menatap kelas kebingungan. Dan saat pandangan Dimas dan orang itu bertemu, buru-buru ia alihkan padangannya, kemanapun, asal bukan ke orang itu.

Malika

"Baik lo ataupun gue, nggak ada yang mau duduk bareng dia." bisik Hanina lagi.

"Lo yang punya masalah dengan dia, bukan gue."

Ada masalah yang sempat menggemparkan sekolah sebelum liburan semester dimulai, beberapa bulan lalu. Hanina dan komplotannya menyerang Malika. Dimas tidak tahu pasti hukuman apa yang Hanina CS dapatkan. tapi, semenjak kejadian itu terhembus kabar jika antara Malika dan Hanina memperebutkan cowok, ada yang bilang juga karena Hanina tidak menyukai Malika karena Malika dianggap sok cantik dan centil ke beberapa cowok di sekolah. nyatanya Malika itu pendiam.

Hanina tertawa kecil, "Jangan kira gue nggak tahu kalau si Pendiam aneh itu main mata ke lo." Ujar Hanina.

"Nggak sedikit yang main mata ke gue."

"Terus kenapa lo kelihatan risih dan menghindar?" Hanina berbisik lagi. "Karena dia aneh kan? ngaku aja, lo sependapat sama gue."

Benar, untuk yang satu itu Dimas sependapat dengan Hanina. Jika tadi diawal dikatakan bahwa Hanina si Bidadari, sang Dewi dan queen sekolah. maka Dimas adalah versi cowoknya. Si ganteng, pintar dan terpilih menjadi king saat Mos, berdampingan dengan Hanina memakai mahkota king dan queen angkatan. Jadi, jika Hanina adalah pujaan lelaki, maka Dimas adalah pujaan gadis-gadis di sekolah. dikantin pun dia sering mendapatkan tambahan makanan karena ibu kantin suka melihat Dimas yang tampan.

Jadi, mendapat perhatian lebih dari gadis-gadis sudah lumrah terjadi di dalam hidup Dimas, tapi untuk yang satu itu memang berbeda. jika biasanya Dimas biasa saja ditaksir cewek. Malika pengecualiannya. tak ada yang salah dengan gadis itu, seingat Dimas, Malika itu pendiam, cukup pintar di kelas, pembawaanya santun dan bisa dikategorikan cantik.

Tapi Dimas merasa berbeda tiap kali mendapati Malika menatapnya. seperti manusia yang punya insting akan sebuah bahaya, Dimas merasa dekat dengan Malika bukanlah hal baik. Ada sesuatu pada diri gadis itu yang ganjil. tatapannya seperti berbeda dengan tatapan gadis lain.

Dan Dimas merasa sedikit terganggu.

"Harusnya lo tuh bersyukur duduk sama gue. Lo nggak harus repot-repot nolak semisal Malika mau duduk sama lo."

"Bagian mana yang harus gue syukuri?"

"Banyak cowok-cowok yang ngarep duduk sama gue, dan akhirnya yang gue pilih elo."

"Tapi gue bukan salah satu cowok yang pengin duduk sama lo Hanina. Jangan salah paham ya. Gue nggak punya feeling apapun, dari dulu hingga sekarang."

Ketika nyaris seluruh cowok di sekolah memuja Hanina, Dimas bertahan dengan tak memiliki minat lebih pada gadis itu, begitu pula sebaliknya. Meski pernah dinobatkan menjadi queen and king, tak menjadikan mereka akrab. Dimas hanya sebatas mengenal Hanina, berbicara seadanya. Dan ketika dua tahun telah berlalu. Di awal kelas tiga SMA mereka bersinggungan. Saling bicara meskipun topiknya memperebutkan bangku.

"Makanya gue duduk sama lo, karena lo nggak tertarik sama gue."

Dimas tak punya pilihan, oh salah, dia sudah pasti punya satu pilihan yaitu menyerah. mengalah pada Hanina jelas keputusan paling bijak yang bisa diambil untuk saat ini. duduk dengan Hanina adalah petaka, tapi duduk dengan Malika jelas bencana. lebih baik membiarkan Niko duduk dengan Malika daipada dirinya yang jadi korban.

Ahh....

Masalah Niko bisa dipikirkan nanti. toh dia juga tidak memikirkan sekolah hari ini.

lapang dada saja lah

***

s_a

KISAH KLASIK UNTUK MASA DEPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang