🎶 Buat Aku Tersenyum - Sheila On 7
Bila ku lelah tetaplah kau disini
Jangan tinggalkan aku sendiri
Bila ku marah biarkan ku bersandar
Jangan kau pergi untuk menghindarSelamat malam......
***
Pluit telah berbunyi nyaring, siswa yang telah mengenakan seragam olah raga berbaris rapi di tengah lapangan basket, berjemur di bawah teriknya matahari pukul sepuluh pagi sembari mendengar arahan guru olah raga mengenai materi hari ini. Dimas masih mendengarkan gurunya yang bernama Pak Barata. Pria berusia awal empat puluh itu terlihat bersemangat menjelaskan tentang kelenturan dan senam lantai. Materi yang amat tidak Dimas sukai. Sejak mengenal apa itu senam lantai, Dimas begitu membencinya karena tubuhnya tak jua lentur meskipun ia telah mencoba. Satu gerakan seperti rol depan saja dia tidak bisa.
"Ada yang mau memberi contoh?" Pak Barata bertanya di akhir sesi penjelasan materinya. Satu tangan mengacung tinggi. Menawarkan diri dengan begitu bersemangat.
"Saya pak."
"Oke Hanina, boleh dicontohkan ke teman-teman yang lain."
Dengan penuh percaya diri Hanina maju, berdiri di ujung matras,mengangkat kedua tangannya ke atas, membungkuk, kemudian berguling dan mengakhiri dengan sikap sempurna. Tepuk tangan membahana. Ternyata tak hanya gerakan, semua orang terpukau ketika dia melakukan roll belakang, dilanjutkan dengan sikap lilin yang sempurna. Dan yang paling spektakuler adalah ketika dia melakukan headstand, gerakannya pelan dan membius, pahkan pak Barata saja sampai terkagum-kagum melihat kaki jenjang Hanina perlahan naik dan menjulang lurus. Luar biasa.
Tepuk tangan kembali terdengar.
Luar biasa sekali
Tubuhnya benar-benar lentur
"Setiap weekend pilates sama nyokap." jawab Hanina ketika ada yang berbisik di mana gadis itu mempelajari gerakan-gerakan itu.
"Ada yang mau ngasih contoh lagi?"
Siapa sangka, ketika Pak Barata menawarkan lagi, Malika maju dengan gaya malu-malu. "Saya pak." kata Malika. Pak Barata mempersilahkan Malika berdiri di depan matras dan mencoba untuk melakukan senam lantai seperti yang dilakukan Hanina barusan.
Tepuk tangan diberikan karena Malika melakukan hal tersebut sama baiknya dengan Hanina. Dimas terkagum dibuatnya, bukan terkagum pada sosok Hanina ataupun Malika, namun kagum akan kelenturan badan cewek-cewek itu. Apa Malika juga mengambil kelas pilates setiap weekend? Ckckck Dimas bertepuk tangan sambil geleng-geleng.
"Bagus juga si Malika" kata seorang siswi yang berbisik pada Hanina. Dimas jelas mendengar karena ia berdiri tak jauh dari gadis itu.
Hanina berdecak, "Dasar ikut-ikutan." tuh kan, Hanina dan rasa tak ingin terkalahkan. Mungkin ini yang menjadi akar dari permasalahan antara Hanina dan Malika, kalau boleh menoleh lagi pada masa lalu, Malika memang saingan terberat Hanina ketika memperebutkan posisi queen saat MOS, meskipun akhirnya Hanina lah yang terpilih. Keduanya cantik, punya bakat masing-masing. Namun Hanina jelas lebih supel dan mudah bergaul, pintar mencuri perhatian hingga akhirnya dirinyalah yang tetpilih. Sedangkan Malika lebih tertutup, pendiam dan.... aneh. Untuk yang terakhir itu hanya dirasakan oleh Dimas seorang.
"Ayo dicoba satu-satu. Yang belum bisa nanti bapak arahkan."
Belum ada yang berniat maju, Niko yang baris di belakang Dimas sibuk mendorong pelan punggungnya, memberi kode agar Dimas yang pertama kali mencoba.
"Lo duluan deh Dim. Gue ngeri encok nih." Bisik Niko pelan. "Gue mau berguru dulu sama Hanina atau Malika." lanjut cowok itu lagi.
Dasar modus
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH KLASIK UNTUK MASA DEPAN
Romance"gue akan ukir nama kita di sini sebagai tanda jadian kita." Satu dari banyak hal baik yang terjadi di hudupku adalah dia. Dia yang dengan bangganya mengukir namanya dan namaku di dinding sekolah kami kala itu. Saat kami masih sangat belia dan hanya...