Selamat Tinggal

11 1 0
                                    

🎶Bila Kau Tak Disampingku - Sheila On 7

Dan bila kau tak di sampingku
Bila kau tak di sampingku
Bila kau tak disampingku

***

Adegan ini pernah terjadi beberapa tahun lalu, tidak sama persis, tapi suasana dan pemerannya jelas tidak berubah. Hanina yakin itu, melihat Dimas sedang tersenyum manis di atasnya.

Sebentar,

Di mana?

Di atas?

Oh okay, sebenarnya tidak tepat di atas juga, hanya saja ketika membuka mata ada wajah ganteng Dimas yang sedang menatap jahil padanya.

"Bangun, kamu udah tidur dua jam lebih,"

Apa?

Segara menyadari keadaan, Hanina buru-buru bangun dari posisi berbaring, berdiri dengan tergesa, dan secara refleks menata rambutnya yang mencuat ke segala arah. Gerakan berbenah spontan itu terhenti kala dirinya sadar tengah berada di mana saat ini. Ini jelas kamar Dimas.

Seketika ingatan beberapa jam yang lalu menghilangkan rasa kantuk Hanina tanpa sisa. Dia masih ingat dengan sangat jelas dirinya yang menangis tersedu-sedu di kursi meja makan, dan bahkan teh dalam cangkir jumbo itu belum habis ketika klakson mobil terdengar di antara suara hujan deras. Dan tebak siapa yang bertamu di saat yang tidak tepat tersebut?

Para sahabat Dimas, sahabat sehidup semati, barisan manusia yang siap menjadi gardu terdepan ketika salah satu dari perkumpulan itu diusik oleh variabel di luar kelompok mereka. Dan Hanina kenal betul siapa saja mereka. Haikal, Niko, Hendra serta Ella. Mereka berlima memang sudah bersahabat sejak SMA dan.... jujur saja Hanina tidak ingin kedapatan sedang bertamu di rumah Dimas saat ini.

Pasti akan muncul banyak spekulasi di otak mereka, dan Hanina tidak ingin menjadi objek pertanyaa- pertanyaan mereka.

"A...Aku nggak siap ketemu mereka, sekarang." Ujar Hanina ketika Dimas mengabarkan bahwa teman-temannya sedang memarkirkan mobil di garasi rumahnya.

"Mau tunggu di kamar aku?"

Dan tanpa berpikir dua kali, Hanina langsung berjalan cepat ke arah pintu, yang tidak usah ditanya lagi, pasti kamar Dimas.

Tuh kan, ketahuan deh kalau dia masih ingat, ya sudah lah yang penting dirinya bisa selamat dari keadaan genting ini.

"Mobil siapa Dim? ada tamu ya?" adalah suara samar yang Hanina bisa tangkap dari dalam kamar Dimas.

"Punya temen gue, pinjem."

Hanina dapat bernapas lega untuk sementara, dan ketika ketenangan mulai dirasakannya, seketika itu pula dia tersadar bahwa Kamar Dimas pun tidak jauh berbeda dengan yang dulu, dan tebak apa yang Hanina temukan? ya ampun itu kan komputer super jadul milik Dimas waktu SMA, yang mereka gunakan untuk mengerjakan tugas Bahasa Indonesia. tempat tidurnya pun masih kasur single yang hanya muat ditiduri oleh satu orang saja. hanya lemari pakaian saja yang berubah, lemari kaca satu pintu yang dulu telah berganti dengan lemari dua pintu. Dimas tidak pernah meletakkan cermin di kamarnya, suatu hari Dimas pernah mengaku bahwa meletakkan cermin di kamar itu menakutkan, karena cermin adalah benda yang sering digunakan makhluk lain menampakkan diri.

Dasar penakut,

Dan sepetinya pria itu masih menjadi pria penakut seperti dulu.

Lalu potongan kecil yang Hanina ingat adalah, dirinya yang duduk di ranjang, membunuh waktu dengan bermain game sampai akhirnya merasa bosan dan tertidur.

"Ja jam berapa ini?"

"Jam dua sore,"

Semakin bertambah lagi rasa menyesal Hanina, niatnya datang ke rumah ini kan hanya mengembalikan payung.

"Aku harus pulang,"

"Sekarang?"

Hanina mengangguk.

"Tapi kamu belum makan siang kan?"

Hanina mengangguk lagi, ragu. "Aku nggak lapar kok,"

"Bukannya nggak lapar, hanya belum terasa saja karena kamu baru bangun tidur," Kata Dimas dengan suara pelan.

Bisa jadi, tapi....

"Kita makan dulu sebelum kamu pulang," Perintah Dimas sebelum mendengar argumen Hanina, "Cuci muka kamu dulu, lalu kita pergi."

Segera saja Hanina masuk ke kamar mandi yang tempatnya tidak jauh dari dapur dan ketika matanya mendapati dirinya sendiri di dalam cermin,

Astagah....

Siapakah Dia?

Benarkan yang di dalam cermin itu adalah pantulan wajahnya?

Mengerikan sekali, mata sembab, wajah sedikit bengkak dan rambut yang walaupun sudah dirapikan tetap saja berantakan. Inikah wajah yang tadi dilihat Dimas? ahhh, memalukan....

Mana mungkin dalam lima menit wajahnya bisa kembali ke rupa semula, ini sih alamat bisa lebih dari lima belas menit untuk menghilangkan sembab matanya saja.

Lalu, waktu yang dihabiskan Hanina untuk menyelamatkan wajahnya memang lebih dari lima belas menit, waktu yang cukup untuk membuat Dimas tertidur pulas. Hanina mendapati Dimas tertidur di kursi meja makan, dengan kepala yang terkulai di atas meja.

Haah, selama itu ya? sampai Dimas ketiduran?

Hanina berjalan pelan, sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara ketika menarik kursi yang berada di sebelah kursi tempat Dimas tidur dengan sangat tidak nyaman. Pinggangnya akan sakit ketika dia bangun nanti, pikir Hanina sembari mengamati posisi tidur pria itu, meskipun terlihat tidak nyaman, nyatanya Dimas tertidur nyenyak, deru nafasnya terdengar lirih dan beraturan serta mata yang tidak terpejam sempurna. salah satu ciri khas Dimas.

Senyum Hanina terbit ketika memperhatikan Dimas yang tengah tidur di sampingnya, dulu Hanina tidak pernah membiarkan Dimas tidur di tempat umum. Alasannya, karena pria itu terlihat tampan saat tidur. tapi senyum itu tak berlangsung lama, karena Hanina tersadar bahwa untuk sekian detik dia kembali pada masa lalu.

Masa lalu itu membuatnya gugup

Semakin lama berada di rumah ini dan kehadiran pria di sampingnya membuat Hanina merasa bingung dan sulit berpikir jernih, untuk itu, ia harus pergi, pulang ke rumah dan mulai menata pikirannya lagi. Meskipun tidak sopan, Hanina tetap melangkah keluar dari rumah itu tanpa pamit, meninggalkan Dimas yang masih tertidur di meja makan.

Selamat tinggal Dimas

***

KISAH KLASIK UNTUK MASA DEPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang