Sesak

951 40 0
                                    

"Ciee Khawatir ni yeeee" Mak combalangnya beraksi

"Pala Lo"

"Tapi jujur, semua sahabat gue bahagia, kenapa gue enggak?" Nadanya mulai serius, tak ada lagi raut becanda terlihat di wajah deven

"Kata siapa? Semua juga punya sisi keterpurukannya, tapi mereka bisa ngatasinnya mereka bisa bahagia dibalik lukanya, masa lo gak"

"Gue heran sama diri gue, idup ga nentu gini pokoknya ga adil banget deh Cha" Ia meracau sambil Mengacak rambutnya

Belum saatnya ia bercerita selengkapnya tentang masalahnya ini Pada Charisa, Ia pikir mungkin saja Charisa bukan orang yang tepat, karna mau keadaan Deven seperti apapun ia sudah tau

"Bukan Gue orangnya, Tapi Anneth" Ia mengerti Maksud Deven

Bukan ia orang yang harusnya mendengar cerita deven karna Ia sudah tau semua, Anneth lah yang harusnya Mendengar Deven, selain Dewasa ia juga dapat menjaga rahasia Deven

"Tapi kapan? Adakah waktu buat gue berdua sama dia? Ga kan Cha, Boro Boro waktu berdua, Gue sama dia ga seakrab dia sama kalian, mungkin Gue orang baru di hidupnya ga kek kalian" lagi lagi ia tersenyum miris

Charisa menepuk pundak abangnya itu, sudah berapa banyak masalah yang abangnya itu hadapi

Bebek nya mulai menepi, kemudian Charisa dan Deven Turun dari Bebeknya, mereka langsung diterpa Hujatan dari sahabatnya

"Ga ngajak ngajak"

"Berdua doang!"

"Ga asik"

Begitulah kira kira umpatan Yang lainnya pada Charisa dan Deven, Charisa tertawa mendengar umpatan tersebut, berbeda sekali dengan Deven, ia hanya tersenyum miris, terlihat sekali wajah asemnya

Deven berlalu meninggalkan sahabatnya, Mencari spot menyendiri

Anneth sadar akan kepergian Deven dari Hadapan mereka

"Deven kenapa?" batinnya terus saja bertanya ada apa pada sahabatnya yang satu ini, tak seceria biasanya

Anneth berjalan mengikuti arah deven, Deven terduduk di kursi taman, sepi hanya ada dia di senja saat itu

"Hey" Anneth menepuk Pundaknya pelan

Ia menoleh, memberikan senyum terikhasnya, mencoba tersenyum dibalik lukanya

"Kalo ga bisa jangan dipaksa" Deven mengerti maksud kalo ga bisa yang keluar dari mulut Anneth

Senyumnya kembali miris "duduk" pintanya pada Anneth

"Kenapa?"

"Ga, gapapa Fine kok" Jelas, jelas sekali ia membohongi Anneth

"Bohong!" Tukas Anneth

Ia tersenyum "Ga nethi Gue gapapa"

"Jujur Please, mikirin apa?"

"Boleh nanya ga?" Anneth yakin, saat ini Deven sudah berusaha Untuk serius

Anneth mengangguk "kalo menurut lo Anak Tengah itu dapet kasih sayang ga sih dari keluarganya?" Tanya Deven

"Dapet lah, ga pun anak tengah semua Anak juga dapat kasih sayang" Jawab Anneth

"Oh dapet ya? Kok gue ga" Wajahnya tak lagi datar melainkan Mewakili semua kesedihannya

"Gak? Dapet ven, caranya kadang beda, dan terkadang lo juga ga sadar"

"Oh gitu ya, jadi gue yang salah ya, tapi jujur keluarga gue yang kalian liat selama bertahun tahun ini ga sifat yang sebenernya"

"Ga ven, gue ga nyalahin lo, gimana yaaa" Anneth menjadi serba salah

"Tapi gapapa kok, dengan ga dapet kasih sayang gue bisa belajar jadi mandiri, ga bergantung ke orang tua"

"Lo ga akan kekurangan kasih sayang ven, ada kita kita buat lo, ada gue juga gue orang pertama yang bakalan muncul kalo lo butuh pendengar"

"Makasih ya, gue juga minta kalian jangan pernah pergi ya, terutama lo neth, ga ad yg peduli ke gue selain kalian"

"Tapi kalo lo ga sanggup gapapa kok, gue bisa ngadepin ini sendirian lagi"

Air matanya luruh begitu saja, ternyata Lukanya tak sebanding dengan luka Deven, begitu sakit di posisi Deven saat ini

"Ga akan pergi kok gue tenang aja ya, gue selalu ada buat lo" Anneth juga ikut mengeluarkan cairan bening dari matanya

"Makasih neth, kalo ga ada lo gatau deh gue gimana sekarang, Cuma Ucha keluarga yang beneran tulus ke gue" ia masih saja menunduk, mencurahkan semua isi hatinya

"Ga sanggup gue nahan ini semua sendirian"

"Kenapa lagi? Dimarahin" Anneth Merasa semakin Terpukul, Hatinya sesak kenapa harus sahabatnya yang sesakit ini

"Ga di marahin, Cuma ga habis pikir aja kenapa yang gede lebih diberi kasih Sayang, dari pada yang kecil, jelas jelas yang kecil lebih butuh"

Deven kembali meracau, dadanya Sangat sesak, tak sanggup rasanya idup seperti ini

"Mungkin dimata orang tua lo pola pikir lo lebih dewasa dari abang lo, makanya yang lebih butuh itu abang lo karna lo udah dewasa ven"

"Tapi ga harus dengan bikin batin tersiksa kan? Kadang gue bangga sama diri gue sendiri bisa senyum walau masalah segede gaban contohnya, kenapa gue masih ga dibolehin make motor? Liat kan gue kesekolah kadang Sama sopir, gue kira sih demi keselamatan tau taunya emang pilih kasih, semua yg abang gue minta dikasih, giliran gue boro boro Neth, Ya tuhann gini banget cobaan gue"

Sesak Anneth semakin buncah mendengar deretan rasa sakit yang diderita Deven, Kenapa, kenapa harus orang yang Anneth sayang seperti ini, rasanya Anneth ingin memindahkan Semua Masalah Deven pada dirinya

"Dan kadang gue dibolehin Bawa Motor Atau mobil pas Disuruh nganterin mama ke super Market atau ga buat beli barang baru dibolehin, kalo gue lagi butuh ga ad yang mau bantuin, gini banget ya"

Senyum miris dengan air mata yang luruh semakin mempersesak hati Anneth

"Dan yang hampir bikin gue nangis tiap hari itu Kalo Misalkan kita ngumpul ga d satupun yang jemput atau nyuruh gue pulang, ga pulang pun gapapa sama mereka parahnya lagi sampe subuh pun, atau nginepun mereka bodo amat neth"

"Dan kenapa harus menyendiri"

"Kadang dengan menyendiri itu gue lebih tenang Neth"

Anneth semakin tak tahan, sesegukkan menahan sakitnya

Anneth langsung memeluk Deven yang sudah menahan sesak seperti dirinya, Deven membalas, ternyata masalahnya sangat amat berat

"Kenapa harus lo, kenapa harus orang yang gue sayang" gumam Anneth didalam pelukan tersebut

FriendShipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang