(11)

222 37 21
                                    


Happy Reading^^

"Makasih tant, buat masakannya. Ini bener2 makanan paling enak yang pernah saya makan." Ujar Rei pada Marta, dibalas dengan anggukan.

Rei menengok arloji ditangannya. Rupanya waktu berjalan sangat cepat, begitulah yang ia rasakan. Sampai2 ia tak menyadari kalau langit yang semula kebiruan kini berubah oranye. Sebentar lagi, waktu maghrib tiba. Itu sebabnya Rei beranjak dari duduknya dan memutuskan untuk segera pulang.

"Udah jam 5 ternyata. Saya pamit pulang ya tant, Mama saya pasti udah dirumah sekarang." Pamit Rei, namun dicegah oleh Marta.

"Ehh, nak Rei tunggu bentar ya.. Biar Rissa kesini dulu.." pintanya.

Dahi Rei berkerut. "Emangnya kenapa tant.??" Tanyanya.

Marta tersenyum. "Bentar aja." Jawabnya.

"Rissa..!" Seru Marta.

Tak lama setelahnya, terdengar sahutan. "Iya, Bund..! Bentar."

Tanpa bertanya lagi, Reipun diam ditempatnya menunggu apa yang wanita itu maksudkan.

"Nah itu dia Rissanya dateng." Tunjuk Marta pada putrinya yang berjalan dari arah dapur.

Disela makan siang menjelang sore mereka tadi, Rissa memang sempat berpamitan untuk pergi kedapur setelah dibisiki oleh Ibunya. Itu sebabnya, sekarang gadis itu datang dari sana dengan membawa sesuatu semacam bingkisan.

Dengan segera, Marta mengisyaratkan sesuatu pada Rissa agar memberikannya pada Rei. Rissapun menuruti itu.

"Ee Rei, ini buat Mama kamu dari Bunda. Tolong kasihin ya.. Dan maaf, makanan ini mungkin gak seenak makanan dirumah kamu." Ujar Rissa tanpa berani menatap lawan bicaranya.

Marta hanya tersenyum tipis melihat gerak-gerik aneh putrinya itu. Sangat terlihat jelas, kalau Rissa sedang malu2 menghadapi teman sekolahnya sendiri.

Rei menerima bingkisan dari tangan Rissa. Tanpa berniat membalas dengan ucapan Rissa, Ia justru menatap pada Ibu dari sipemberi dan tersenyum padanya.

"Tante, sekali lagi makasih ya.. karena udah nrima saya dengan baik disini. Saya pamit dulu." Ucap Rei seraya mencium punggung tangan Marta.

Dengan senang hati, Martapun menerima perlakuan baik itu. Bahkan tangannya tergerak untuk mengusap lembut puncak kepala anak laki2 tersebut.

Rissa yang merasa dihiraukan lantas memberanikan diri untuk protes. "Koq, pamit sama ngucapin makasihnya cuma sama Bunda..?"

"Kan loe bilang ini dari bunda loe." Datar Rei.

"Ih bund, masak Rei gak sopan gitu sama aku. Gimanapun juga kan Rissa anak Bunda, jadi Rissa juga tuan rumah disini.." rengek Rissa pada Ibunya yang justru terkekeh.

"Tapi apa yang Rei bilang juga gak salah, Rissa.." jawab Marta.

"Bunda mah gitu, sama anak sendiri.." Rissa mencebik sebal.

Sementara Rei hanya menyimak dan memperhatikan pertengkaran kecil anak dan Ibu itu. Tapi bukan itu yang menjadi fokus Rei sebenarnya. Ia justru terfokus pada setiap ekspresi Rissa yang terkesan tanpa malu dan ragu ketika berhadapan dengan Marta, Ibunya. Jauh berbeda dengan Rissa disekolah, khususnya setiap kali bertemu dengan dirinya.

Apalah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang