Tia
Ya Tuhan! Tolong jangan pernah pertemukan aku dengan laki-laki yang satu ini untuk yang ketiga. NAUFAL HANDOKO ini apa-apaan sih? Udah dicuekin masih aja nyolot. Sok sok mau nolongin, padahal malah hancurin. Emang ya, laki-laki di dunia ini semuanya kayak gitu. Pengennya diperhatiin. Kalo udah diperhatiin, kita yang bakal dihancurin. Awalnya baik akhirnya menyakitkan. Habis manis sepah dibuang, tahu nggak? Jijik banget aku liat cowok model-model Naufal ini. Dia nggak ngerti apa? Satu-satunya cara membantuku adalah dengan diam saja di tempatnya, dan menjaga bibirnya yang cerewet itu agar tetap diam. Cuma dua itu saja.
Sekarang satu piring sudah pecah karena ulahnya. Aku benci suara piring pecah, sebenci aku pada Naufal.
"Maafin aku, Tia," ucapnya lalu berjongkok mengambil belahan piring yang telah pecah.
Aku menarik nafas dalam. Mencoba tidak peduli lagi dengannya agar aku tidak tersulut oleh amarah. Naufal Handoko, walau hanya dua kali bertemu setelah delapan tahun, sepertinya dia tidak juga mau berubah menjadi orang yang baik. Masih menjengkelkan. Aku masih ingin mencekik lehernya. Tunggu, itu keterlaluan kalau sampai mencekik. Kalau begitu aku ingin membuatnya berubah menjadi sambel pecel.
Kenapa sih aku harus bertemu orang ini? Orang yang sudah tidak ingin kutemui lagi. Mana dia sekarang berani minta maaf. Coba dulu, mana permintaan maafnya karena patahnya salah satu tulangku? Cobaan apalagi yang Engkau berikan padaku Tuhan? Sudahlah. Menyesali hal ini terus, tidak akan membuatnya hilang begitu saja dari hadapanku. Sebaiknya aku pergi jauh-jauh darinya. Aku mengambil tumpukan piring kotor, sendok, garpu dan perlengkapannya, yang sudah kususun rapi dan membawanya ke dapur untuk dicuci.
"Eh, mau kemana kamu?" Tanya Naufal saat aku hendak meninggalkannya. Aku diam saja tidak menjawab pertanyaannya. Aku sangat kesal. Dia membuatku teringat dengan masa-masa kelamku yang menyedihkan. Mataku jadi terasa perih. Sialan, air mataku. Sudah jangan menangis lagi. Jangan pernah menangis lagi untuk laki-laki. Aku sudah berjanji pada Bunda aku tidak akan menangis lagi jika mengingatnya.
"Maafin aku Tia. Tia? Jawab aku." Suara Naufal makin meninggi. Aku terus saja berjalan. Siapa peduli dengannya? Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.
***
Aku meletakkan piring-piring kotor ke tempat mencuci piring. Mulai satu per satu aku meletakkannya. Aku sudah biasa seperti ini. Sejak aku hanya tinggal berdua dengan Bunda aku selalu berusaha mandiri. Biasanya aku juga mencucinya, tapi berhubung ada Mbak Suti, aku tidak mencuci piring itu. Walaupun bunda itu tegas kadang aku suka sekali bermanja-manja pada Bunda. Aku sangat menyayangi beliau.
"Tia?" Ada seseorang bersuara di belakangku. Oh Ya Tuhan! Mengagetkan saja! Sepertinya aku kenal siapa pemilik suara ini.
"Tia, kamu kok bawa piring kotor kesini sendiri sih? Aku kan mau bantu," lanjutnya. Jelas sekali itu suara Naufal.
"Ngapain kamu kesini? Pergi sono!" Usirku.
"Belum berubah ya, keras kepalanya," Kata Kak Fal.
"Apa?" Suaraku meninggi. "Dah... jangan disini, udah selesai ini, tinggal cuci tangan doang, pergi sana!" sahutku lagi.
"Gak mau. Aku mau liatin kamu," jawabnya. Ya Tuhan! Cukup! Cukup aku bertemu dengannya. Aku bosan kalau setiap menit dia selalu berusaha mendekatiku seperti ini. Membuatku harus menjaga diriku ekstra ketat untuk tidak menonjok mukanya dan menjaga sopan santunku.
"Emang pecahan piringnya udah kamu bersihin semua? Enaknya kamu meninggalkan tanggung jawab!" Aku berkata dengan sedikit menggeram.
"Siapa juga yang ninggalin tanggung jawab? Tuh, udah di tempat sampah. Hm, ngomong-ngomong makasih ya, kamu udah mau ngomong dikit sama aku. Aku seneng deh."
Sedetik setelah kalimat itu keluar dari bibirnya aku langsung menyesali perbuatanku yang telah menyahuti ucapnya.
Sial! Sial! Sial!
Jadi aku terjebak?!
![](https://img.wattpad.com/cover/24217635-288-k199933.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor [Complete]
RomanceKisah seorang dokter, yang malangnya jatuh cinta pada seorang gadis muda yang hampir selalu mengacuhkan manusia berjenis kelamin laki-laki.