Rahasia Hati

10.3K 384 5
                                        

Reader, saya tahu banget kok kalo saya ini penulis amatiran, makanya saya minta maaf atas ketidak nyamanan anda sebagai pembaca saya, tapi plis dong... Jangan lupa vote dan komen karya saya, walaupun saya jarang bales komenan. Hehehe... Tapi saya berani jamin nih karya asli lho. Yang mau plagiat, pergi sono jauh-jauh kelaut aje...

Happy reading!

======================================

Tia

Aku benar-benar tidak mengerti kenapa Kak Naufal dan Mas Mandala sekali lagi memiliki atmosfer yang sama dengan saat kita di kedai bubur ayam itu. Padahal aku sudah berusaha meredam emosiku agar tidak meletup karena hari ini, 'Kak' Naufal yang gila itu, benar-benar membuatku mendapat banyak luka. Satu, dia memperhatikanku berlebihan saat pulang sekolah. Aku sudah tahu begitu melihat mobilnya yang mencolok, atau mungkin aku yang sudah hafal, terparkir disebelah mobil Dio. Kaca mobilnya yang hitam mengkilat bagiku bukanlah penghalang untuk tahu apa yang sedang dilakukannya di dalam mobil. Aku paham, aku paham. Mungkin dia sedang cemburu karena melihatku akrab dengan Dio. Tapi, aku ragu, apakah dia benar-benar cemburu padaku, maksudku, apakah dia benar-benar memiliki perasaan denganku? Entah kenapa akhir-akhir ini, setelah aku memimpikannya memanggilku dan aku tiba-tiba terbangun di sebuah rumah sakit, pikiran tentangnya mulai menyitaku. Apalagi akhir-akhir ini sepertinya dia selalu menghubungi walau sekedar sms, membuatku merasa Kak Naufal memiliki perhatian lebih but I don't know what is it.

Kesalahan kedua, luka fisik, karena dia membuka pintu mobil tanpa melihat bahwa aku masih melongok kedalam mobilnya. Dasar Naufal gila! Selain itu dia juga mengobatiku secara paksa.

Ah, yang terakhir adalah yang barusan. Terasa seakan dia merendahkan apa yang kurasakan. Seakan yang kurasa padanya salah. Ah, apalah maksud hati ini pelan-pelan luluh padanya. Aku tidak mau dan tidak ingin luluh pada laki-laki apalagi seperti 'Kak' Naufal ajaib itu. Mas Mandala saja tidak pernah memaksaku jika aku tidak mau. Sialan kau Naufal!

Sekarang Mas Mandala datang untuk memberikanku konseling harian. Seperti biasanya. Aku tahu, aku memang selalu menolak untuk mengobati trauma masa lalu itu, yang katanya butuh berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk sembuh. Semua itu tergantung aku. Dulu aku memang sempat melakukan konseling semacam ini, tapi setelah dua minggu, aku ogah. Setidaknya aku sudah bisa tidak menangis dan takut tiap bertemu laki-laki. Dan karena kata Bunda aku masuk RS lagi karena masalah yang sama, mau tidak mau aku harus menuruti Bunda untuk konseling. Dulu aku selalu konseling berdua bersama bunda, sekarang hanya aku. Rasanya memang aneh di tanya-tanya, tapi aku sudah tidak lagi ingin terbayang masa-masa gelap itu. Itu problem, kata Mas Mandala ketika mengetahui bagaimana keadaanku setelah Bunda menceritakan banyak-banyak tentang kisahku.

Aku masih memandangi dua orang pria kaku itu, bosan. Kuputuskan mengambil minuman untuk mereka lalu menyuguhkannya.

"Tia, ayo jalan-jalan," ajak Kak Naufal dengan tiba-tiba ketika aku baru saja melepaskan pegangan nampan di meja.

"A... apa?" tanyaku. Aku nggak salah denger kan? Tuh orang aneh ya? Dikit-dikit marah, dikit-dikit cemburu, dikit-dikit baik gila. Udah kayak termometer, labil banget.

"Ayo," katanya sambil mencekal tanganku. Eh, maksudnya apa nih?

"Ada Mas Mandala tauk!" Ucapku meninggi. Mas Mandala hanya melempar senyuman aneh padaku, tapi melirik tajam pada Kak Naufal setelahnya.

"Ada urusan apa kamu sama Tia-KU?" Tanya Kak Naufal pada Mas Mandala. Suaranya menekan kata ku-nya. Apa? Tiaku? Apa-apaan itu?

"Permisi, kalo nggak salah, saya bukan milik anda," sahutku cuek.

"Maksudmu apaan sih Fal? Aku ini sedang berusaha profesional dengan menjalankan fungsiku sebagai dokter, mengobati Tia yang mengaku bukan milikmu ini," kata Mas Mandala senormal mungkin.

The Doctor [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang