Lamaran

11.5K 377 3
                                    

Hai Genk! Maaf, saya sempet kenak writer block, karena kesibuk akhir-akhir ini. Menyita otak, tenaga dan dompet. Hiks... Demi kalian gaes... Aku rela ngobatin ketumpulan otak ini.
========================================

"Tia, aku serius dengan pernyataanku dua hari yang lalu. Mari kita menikah," ucap Naufal lantang. Tia hanya memandangi jalan setapak berpaving di sebuah taman biasa, bukan taman hiburan lagi. Tia sebenarnya ragu, atau lebih tepatnya takut dengan kalimat 'menikah' itu. Akhir-akhir ini kalimat itu dan bayangan tentang kehidupan berkeluarganya, sering terjadi. Mungkinkah pernikahannya akan menjadi pernikahan yang menggembirakan seperti keluarga lain? Atau akan menakutkan seperti keluarganya? Kak Naufalnya ternyata hari ini tidak berhenti dan tidak berniat menyerah pada yang diucapkan. Konsisten sekali.

"Tia...," sapa Naufal setelah beberapa waktu respon Tia hanya diam. Naufal cemas-cemas-takut kembali mengulangi kalimat itu, mengingat masa lalu dan latar belakang Tia. Naufal tahu ini pasti sulit untuk Tia. Tapi Naufal harus mendapatkan kepastian tentang semua perasaan yang ingin dipertanggung jawabkan Naufal hidup atau mati. Walaupun jawabannya, tidak, iya, atau bahkan diminta menunggu waktu untuk menikah. Walau tidak berani berjanji untuk bisa membahagiakan Tia, Naufal berjanji akan bertanggung jawab untuk Sintia Larasati Harjuna, kehidupannya, kenyamanannya, keamanannya, kasih sayangnya, nafkahnya, secara lahir maupun batin. Naufal sudah memantapkan hati sejauh itu. Sudah berpikir sejauh itu. Dia benar-benar ingin menjadi pria dewasa sekarang ini.

"Kak Fal, Kak Fal bener-bener yakin ya? Kak Fal kan tahu aku orangnya kayak apa," Tia menjawab akhirnya. Sebenarnya Tia berpikir keras bagaimana akan mengambil keputusan besar ini. Tia benar-benar berpikir dirinya masih sangat muda. Tapi disisi lain dia mencintai Naufal. Di sisi lain lagi, dia takut dengan pernikahan. Lalu bagaimana Mandala?

"Tia, sayangku, aku tahu kau khawatir dengan masa depanmu kan? Tenanglah, walau aku suka membentak, aku tidak memukul orang kecuali jika dia benar-benar pantas mendapatkannya. Jika kau takut dengan pernikahan, tanamkan kalimat bahwa tidak semua orang akan berkelakuan seperti Pak Harjuna.

"Ingatlah Tia, aku berbeda dengannya, kami bukan orang yang sama, karakter kami jelas berbeda. Tolong, percayakan padaku. Kalau kau menerimaku, aku akan langsung melamarmu malam ini. Mau ya?"

Naufal takjub dengan kalimat yang keluar dari bibirnya sendiri. Apakah dia sudah menjadi seorang pria dewasa sekarang?

Suara napas Tia dan Naufal saling bersahutan diantara keheningan. Tia masih tidak tahu harus bagaimana, sedangkan wajah Naufal terlihat tegang menanti jawaban Tia.

"Akan kuberi jawaban setelah Kak Fal pergi melamarku secara sungguhan," Jawab Tia mantap pada akhirnya. Tia melirik kearah Naufal, dia menarik nafas. Wajahnya masih saja tegang.

"Jadi nanti?"

"Ya, berikan aku waktu untuk memikirkannya, bersama Bunda," jawab Tia.

***

Seorang pria sedari tadi mondar-mandir di kamar apartemennya, jangan ditanya tentang pekerjaannya, tapi tanyalah tentang perasaan tak karuhannya. Naufal sudah selesai memeriksa pasien-pasien rawat inapnya hari ini, tapi masalah lain muncul begitu dia memeriksa seorang ibu dengan anak perempuannya yang akan segera menikah, dia teringat tentang Tia. Bagaimana cara membujuk keluarganya untuk melamar Tia? Sedang selama ini Naufal tidak pernah memperkenalkan satu orang pun wanita kepada keluarganya. Terima saja kenyataan bahwa Tia memang sudah mengenal keluarganya, tapi itu bukan sebagai seorang kekasih, melainkan sebagai seorang teman masa kecil.

Selain itu, umurnya dan Tia terlampau lumayan jauh. Apakah orang tuanya akan setuju dengan anak SMA? Oh, Naufal bisa gila memikirkan semua itu. Kenapa dia bodoh sekali tidak memperhitungkan segalanya.

Tapi bagaimanapun, ini juga adalah salah satu kesempatan emas untuk memiliki Tia. Memiliki Tia seutuhnya! Itu bagai mimpi bagi Naufal. Hal ini tidak boleh sia-sia. Bagaimanapun malam nanti, akan menjadi malam paling mendebarkan di hidupnya.

Naufal segera menelepon orang tuanya, demi mengoptimalkan waktunya.

"Halo, mama?"

....

"Ma, aku mau mama melamar Tia?"

....

"Ya, Sintia Larasari Harjuna."

***

Tia terdiam dihadapan Bundanya. Dia tidak tahu harus memulai semuanya dari mana. Yang ia tahu, ia harus mengatakan pada Bundanya, bahwa Kak Nuafal akan datang melamarny malam ini.

"Mau bilang apa Tia? Serius amat wajahnya?" Bundanya menegur.

Ini memang masalah serius, Bun. Hidup atau mati Tia ditentukan sebentar lagi.

"Bunda, janji jangan marahi Tia ya?" Tia akhirnya berbicara. Jemarinya saling memeluk jemarinya yg lain. Wajahnya terus gugup tertunduk.

"Lho kenapa?"

"Bunda, Kak Fal akan melamar Tia," jawab Tia sambil sedikit melirik kearah Bundanya.

"Apa?" Bunda sedikit berteriak kepada Tia.

"Emm, Bun, katanya tadi nggak marah?"

"Terima aja kalau emang Naufal melamar," ucap Bundanya santai dan berlalu.

"APA?!" Berganti Tia yang kaget dan mematung di tempat.

****

The Doctor [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang