Hania dan Ryan berjalan pelan menyusuri sela-sela pepohonan teh. Kedua tangan Hania dibiarkan menyentuh dedaunan teh yang masih sedikit basah oleh embun pagi. Ryan yang melihat itu tidak terasa ikut melakukan gerakan yang sama.
"Aku sering bermimpi ada di sini," ujar Ryan.
Hania tersenyum, tapi Ryan tidak melihatnya, karena dia berjalan paling depan.
"Dulu kamu sering ke sini kok!" tukas Hania.
Ryan menghentikan langkahnya, "serius?!" tanyanya.
"Iya, hampir tiap hari," jawab Hania.
"Dalam mimpiku, ada seorang gadis tomboy ... dia dan aku sepertinya dekat sekali. Apa kamu kenal gadis itu?" tanya Ryan penasaran
"Gadis tomboy?" tanya Hania heran.
Kemudian langkahnya terhenti tatkala mereka berada pada pinggir lembah kebun teh. Konturnya tidak terlalu curam. Pada setiap turunan pun masih banyak di tumbuhi pohon teh dan beberapa pohon pinus.
"Dulu kamu tinggal di situ," ucap Hania sambil menunjuk ke sebuah rumah di bawah mereka. Rumah yang mungil dengan beraneka pot bunga di sekelilingnya.
"Rumahku?" tanya Ryan bingung. Hania mengangguk manis, lalu kemudian duduk di sebuah batu besar di samping pohon pinus, tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Itu dulu, beberapa tahun yang lalu," ucap Hania, "Duduklah!" ajaknya kemudian pada Ryan yang masih berdiri dengan takjubnya.
"Dulu ada dua sahabat yang tinggal berdekatan, satu di rumah itu. Satu lagi di rumah sana," kata Hania sambil menunjuk rumah di bawah mereka lalu menunjuk ke arah rumahnya yang berada di atas lembah.
"Mereka masing-masing punya seorang anak, satu lelaki, satunya perempuan. Kedua anak itu pun dekat sekali, sudah seperti kakak beradik...." Hania menarik napas lalu melanjutkan ceritanya.
"Mereka berdua pun tumbuh bersama. Hingga tiba saat remaja, keduanya saling tertarik satu sama lain, bahkan mereka berjanji akan menikah."
Ryan menatap Hania dengan serius. Jangan-jangan ini cerita yang ditunggunya.
"Sayangnya ... anak lelaki itu ternyata sudah dijodohkan oleh orang tuanya...." Rona wajah Hania tiba-tiba berubah.
"Kamu tahu, betapa sedih gadis itu ketika tau orang yang disayanginya telah dijodohkan dengan orang lain?" Hania kembali terdiam.
"Bahkan si anak lelaki itu tidak bisa berbuat banyak saat si gadis meminta untuk menikahinya." Hania menghela napas panjang kemudian terdiam lagi beberapa saat.
"Akhirnya si gadis pergi meninggalkannya, untuk menuntut ilmu ke kota lain dan dia tidak pernah kembali lagi ke lembah ini," Hania mengakhiri ceritanya. Pandangannya jauh terlepas ke langit yang mulai cerah membiru. Dia pun kemudian bangkit dan kembali berjalan menuruni lembah.
"Mau ikut?" tanya Hania pada Ryan yang masih terpaku mendengar ceritanya.
"Yang kamu ceritakan itu siapa?" tanya Ryan masih dalam posisi duduk di batu besar itu. Hania tersenyum sinis.
"Kamu dan gadis tomboy itu!" ucap Hania sambil terus berlalu menuruni lembah kebun teh.
"Apa?! Hei tunggu dulu!" Dengan sekuat tenaga Ryan berusaha mengikuti Hania menuruni lembah. Ini tidak semudah yang dibayangkan jika menuruni ketinggian dengan kaki sebelah.
Hania yang telah sampai lebih dulu, melihat Ryan kesusahan menuruni turunan bebatuan. Meskipun tidak curam, tapi karena teksur jalan yang kasar membuat Ryan kerepotan menyeimbangkan diri. Kruknya tergelincir menggilas batu, membuatnya tubuhnya terhuyung ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kue Kacang dan Secangkir Teh
RomanceUntuk meraih kembali cinta yang hilang dan terlupa, seorang gadis berjuang dan bertahan dengan bantuan kue kacang dan secangkir teh. Akankah dia temukan cintanya kembali?