Hari ini tak seperti hari-hari biasanya. Seorang siswa SMA berjalan dengan gontai menuju rumahnya. Jeno Lee. Anak dari sepasang suami isteri Dimas Lee dan Tiffany Lee. Hari ini Ia memang tidak bersemangat menjalani hati-harinya lantaran ini adalah hari pertama Ia menjalani kehidupan tanpa Mommy nya. Jeno paham betul jika sang Mommy yang sangat Ia sayangi itu harus melanjutkan mimpinya menjadi seorang designer ternama yang mengakibatkan Ia harus bisa menjalani hari-hari tanpa Mommy disekitarnya.
Kemarin Tiffany terbang ke Amerika untuk selanjutnya menetap di sana karena urusan bisnis yang semakin hari kian meluas sampai ke negeri Paman Sam itu dan harus rela meninggalkan keluarga kecilnya di Korea. Dia berjanji kepada anak semata wayangnya bahwa dia akan pulang setiap 1 bulan tapi tidak dipastika berapa lama Ia bisa bersama keluarga kecilnya itu. Ini bukan keputusan yang mudah baginya untuk meninggalkan keluarganya di Korea, tapi karena dukungan penuh dari suami dan anaknya yang selalu meyakinkannya bahwa dia bisa hidup mandiri tanpanya membuat Tiffany yakin Ia harus meraih mimpinya. Jangan kalian fikir Tiffany adalah Ibu yang egois. Tidak. Sama sekali tidak. Ia sempat menolak mentah-mentah tawaran berkarir di Amerika dahulu, namun Jeno dan Dimas lah yang mendorongnya menerima tawaran itu.
Jeno memasuki rumahnya setelah mengunci kembali pintu yang tadi sempat Ia buka. Pikirnya dia hanya sendiri di rumah ini. Tapi tiba-tiba suara dan kata-kata yang tidak asing lagi baginya membuat remaja laki-laki yang memiliki eyesmile menawan ini langsung terheran-heran. Seharusnya Papihnya itu masih bekerja dan biasanya akan pulang larut malam.
"Jeeeennnnn kamu kapan punya pacar?"
Seru seorang laki-laki yang tidak lain tidak bukan adalah ayah dari Jeno."Yaelah Pih, anaknya lagi lesu gini malah dibikin nambah lesu." keluh Jeno sambil menghampiri Papihnya yang berada di dapur.
"Papih kok ada di rumah sih?" heran melihat papihnya sedang riweuh memasak di dapur.
"Iya, Papih ijin setengah hari buat jagain kamu." jelas sang Papih yang masih sibuk dengan acara memasaknya.
"Kok Papih sweet gini sih?" sinis Jeno mendengar penjelasan sang Papih.
"Udah sana kamu ganti baju terus makan sama Papih."
Jeno langsung menuruti apa yang diperintahkan Papihnya itu. Ia masuk ke dalam kamar dan langsung mengganti baju seragamnya dengan setelan rumah. Tak lupa Ia mencuci mukanya yang habis terpapar sinar matahari karena sekarang memang sedang musim panas.
Kini keduanya sedang duduk di kursi meja makan dan siap untuk memakan masakan yang sudah Dimas susah payah buat.
"Papih tau kamu pasti bakalan kesepian karena ini hari pertama Mommy gak ada di rumah, jadi Papih berinisiatif buat ijin setengah hari. Tapi cuma hari ini doang loh Jen, besok-besok kamu gak boleh murung kalo di rumah gak ada orang."
"Iya Pih.. Aku kan anaknya mandiri. Aku bisa bikin masakan yang lebih enak dari ini."
"Bagus.. Btw udah punya pacar belum nak?"
"Lagi makan jangan ngobrol terus Pih."
Lalu keduanya makan. Hanya bunyi dentingan sendok dan garpu yang sesekali mengenai piring yang terdengar.
Dimas dan Tiffany memang mendidik Jeno menjadi anak yang mandiri. Bahkan Jeno sudah handal memasak masakan kesukaannya sendiri. Tiffany yang mengajarinya memasak. Mungkin sang Ibu sudah memiliki firasat akan meninggalkan anak semata wayangnya ini suatu hari nanti. Sedangkan sang Ayah, sesibuk apapun pekerjaannya, ketika ada waktu luang Ia selalu menyempatkan diri untuk bermain bersama anak laki-lakinya itu walau hanya beberapa menit. Jeno tak pernah merasa kekurangan kasih sayang dari Mommy dan Papihnya walaupun keduanya sangat sibuk dalam karir mereka masing-masing.
"Kamu gak ada tugas Jen?" Tanya Dimas setelah selesai membersihkan bekas makanan mereka. Mulai dari sekarang mereka memang harus bekerja sama membersihkan rumah.
"Enggak Pih. Kenapa?"
"Mau main game bareng Papih?"
"Tawaran yang tidak bisa aku tolak."
Sebenarnya Jeno ingin sekali memejamkan kedua matanya sekarang, tapi apalah daya bermain game bersama Papihnya adalah hal yang langka untuknya. Papihnya tak kalah sibuk dengan Mommy Jeno. Biasanya Ia hanya berbincang sebelum tidur bersama Papihnya karena memang Papihnya itu selalu pulang malam akibat pekerjaan yang menumpuk. Namun saat ini, Papihnya sudah rela meninggalkan pekerjaan padatnya hanya untuk menemani Jeno. Ia tak bisa melewatkan kesempatan ini begitu saja.
Dua laki-laki beda generasi itu sedang memainkan sebuah game dengan masing-masing stick di tangan mereka. Yang tua terlihat sangat serius sampai-sampai tak mengedipkan matanya. Namun yang muda seperti sudah pergi ke alam mimpinya.
Jeno tertidur sambil bersender di bahu Papihnya. Dimas akhirnya mematikan game mereka dan mengambil pelan-pelan stick game yang masih digenggam Jeno. Rupanya anak semata wayangnya itu kelelahan sepulang sekolah sampai-sampai tertidur pulas di bahunya dalam keadaan mereka sedang bermain game.
"Kenapa gak nolak permintaan Papih aja sih kalo kamu capek, jen?" Dimas menyesali ajakannya kepada Jeno tadi. Karena dia tahu anaknya itu tidak akan menolak permintaannya.
Dimas lalu membaringkan tubuh Jeno di sofa dan menyelipkan bantal di bawah kepala anaknya. Lalu Ia menuju taman untuk menyendiri dan menunggu Jeno terbangun dari tidur siangnya.
💙💚💗
___________________________________________
NEXT? VOTE DAN KOMEN DULU YA NETIJEN!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Family
Fanfiction"Gue gak tau gue ini emang terlahir baik atau orang tua gue udah berhasil ngedidik gue jadi orang baik." -Jeno "Biarpun nanti Mommy gak selalu ada buat kamu, tapi kamu harus yakin kalau Mommy will always by your side my sweetheart." -Mommy "Jeeeeeen...