10

2K 182 9
                                    

Jaemin merutuki kebodohannya saat beberapa menit yang lalu berjalan melewati butik milik Ibu dari sahabatnya itu. Dan disinilah Ia sekarang, duduk manis dihadapan seorang wanita yang walaupun hanya memakai pakaian casual namun terlihat begitu menawan.

"Jadi kenapa kamu gak berangkat ke sekolah?" Tiffany mulai menginterogasi Jaemin setelah Ia memergoki anak itu berjalan dengan santainya melewati butik miliknya pada saat jam sekolah. Tentu saja dia tidak membiarkan Jaemin berlalu begitu saja. Ia meminta Jaemin untuk mampir ke butiknya dan sudah pasti Jaemin harus menjelaskan apa yang terjadi.

Sambil mengaduk-aduk ringan minuman didepannya, mata Tiffany tak luput dari seorang anak laki-laki di hadapannya itu. Ia sepertinya sangat menunggu balasan atas pertanyaan yang Ia lontarkan kepada bocah SMA yang seharusnya tidak berada di sini saat ini.

"Gak ada kegiatan belajar mengajar, Mih. Lagian Jeno juga pasti lagi sibuk ngurusin clubnya jadi aku bolos aja." begitu santai dan lancarnya perkataan Jaemin karena memang Ia tidak mengarang akan jawabannya.

Sebenarnya Jaemin sudah memakai seragam sekolahnya dan memang bersiap untuk pergi ke sekolah. Kegiatan membolosnya ini benar-benar diluar rencananya. Belakangan ini Ia memiliki hari-hari yang berat, walaupun setiap hari terasa berat baginya setelah kepergian sang Ibu yang sangat Ia sayangi lebih dari apapun di dunia ini.

Saat Ia sudah berjalan ke arah sekolahnya bahkan Ia sudah berada di depan gedung sekolahnya, Ia tiba-tiba berhenti ketika melihat Jeno turun dari mobil Papihnya dan memasuki gedung tersebut. Ingatan itu membuat Jaemin seolah-olah tidak bisa lagi melangkahkan kakinya. Ia membeku. Merutuki betapa lemahnya dia karena tidak bisa mengendalikan pemikirannya untuk tidak mengingat hal itu. Sungguh Jaemin sangat ingin menghampiri Jeno dan berjalan bersama memasuki gedung sekolah mereka seperti pagi-pagi sebelumnya. Namun sepertinya Ia tidak akan lagi melakukan hal itu bersama sahabatnya.

"Oke Mommy bisa ngerti kalo emang kamu bolos karena di sekolah gak ada kegiatan belajar mengajar. Tapi untuk alasan kamu yang kedua, Mommy gak percaya."

"Jaemin, Mommy tau hubungan kalian itu sedeket apa. Bahkan pas Jeno mau lombapun kamu tetep main sama dia. Masa sekarang yang cuma pembukaan club aja kamu sok-sokan gak mau ganggu dia?"

"Jujur deh, kalian lagi berantem?"

Demi apapun, Jaemin tidak pernah semenyesal ini bertemu dengan Tiffany. Tapi sekarang, mungkin memang belum saatnya keluarga ini mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Enggak Mih, sumpah! Aku gak pernah berantem sama Jeno. Mommy juga tau itu." elak Jaemin meyakinkan Tiffany bahwa keduanya masih menjalin persahabatan.

"Mommy kapan balik lagi ke Amerika?" Jaemin mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

"Hmm... Lusa mungkin? Tapi Mommy males balik lagi ke sana" curhat Tiffany sambil mengerucutkan bibirnya.

"Kok gitu? Kan Mommy katanya mau melebarkan sayap karir Mommy di sana?"

"Iya sih, tapi ngeliat Jeno kesepian bikin Mommy ngerasa bersalah" Tiffany menghentikan kegiatannya yang sedari tadi hanya mengaduk minuman didepannya lalu menghela napas panjang.

Melihat itu, rasa iri dalam hati Jaemin menyeruak. Ia menjerit dalam hati bahwa dia juga kesepian. Tuhan, dia merindukan Ibunya. Jaemin merasa kehidupan Jeno sungguh berbanding terbalik dengan kehidupannya. Keluarga Jeno selalu memberikan kehangatan yang telah lama hilang di dalam keluarganya.

Tiffany menyadari perubahan di raut wajah Jaemin. Anak itu murung.

"Ekhem.. Kamu mau makan gak? Kita pesen makanan aja yah?" usaha Tiffany untuk sedikit menghibur Jaemin.

Precious FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang