Bab 3 | Bidadari Bermata Teduh

3.6K 208 5
                                    

'Tatapan teduh penuh kesejukan menaburkan ketenangan disetiap kehidupan yang penuh kelabu.'





*  *  *

Nasywa membuka kedua matanya ketika mendengar suara pintu dibuka, ia mendapati Ibu dan Widya menatap dirinya dengan enggan. Nasywa berdiri dengan penuh senyuman, apakah ia akan dikeluarkan dari sini? Dan Nasywa mendapat jawaban dari pertanyaannya itu ketika Ibu membuka suaranya.

"Keluar masakin kami sesuatu di dapur, kalau bukan karena kami yang lapar mana mungkin Ibu mau bebasin kamu." Ibu dan Widya meninggalkan Nasywa yang masih terdiam, Nasywa menghembuskan nafas lega seraya mengukir sebuah senyum. Setidaknya ia terbebas dari sini.

Nasywa langsung menuju dapur dan memasakan sesuatu untuk Ibu dan Kakak tirinya, ia hanya mendapati seikat kangkung dan dua butir telur didalam kulkas. Ia pun memutuskan hanya memasak tumis kangkung dan menggoreng telur yang telah dicampur dengan beberapa bumbu lalu dikocok. Setelah ia menyelesaikan masakannya, ia membawa satu piring berisi tumis kangkung dan satu piring lagi berisi telur dadar lalu ditaruhnya kedua piring itu diatas meja makan.

"Siapa yang nyuruh kamu duduk?" Nasywa yang hendak mendudukan dirinya pun urung ketika mendengar suara galak Ibu.

"Nasywa mau makan Bu, dari tadi pagi Nasywa belum makan." Ucap Nasywa menunduk, tak berani menatap wajah Ibu.

"Kamu boleh makan setelah kami makan, sana kamu kedepan menyapu lantai. Lantai rumah sudah penuh debu tebal setelah ditinggal berjam-jam tanpa kamu sapu." Sinis Ibu menggerakan tangannya mengusir Nasywa, Nasywa hanya mengangguk patuh dan menuruti perkataan Ibu.

Terlihat Widya yang tersenyum sinis melihat Nasywa yang duperlakukan seperti itu oleh Ibunya, kedua perempuan itu pun makan dengan nikmat mengabaikan Nasywa yang tengah menahan laparnya ditambah harus menyapu seluruh penjuru rumah. Setelah menyelesaikan pekerjaan menyapunya, Nasywa kembali menuju dapur. Ia tak mendapati Ibu dan Widya, berarti mereka telah selesai makan. Nasya mengembangkan senyumnya, akhirnya ia bisa makan juga karena jujur perutnya sangat keroncongan. Ia hanya meminum segelas air putih saja siang tadi, senyum Nasywa hilang begitu melihat yang tersisa diataa meja hanyalah sepiring kecil nasi putih tanpa ada lauk dan pauk.

Nasywa berusaha sabar, perempuan itu dengan perlahan memasukan sesendok demi sesendok nasi kedalam mulutnya. Nasywa berusaha menikmati makanan dihadapannya walaupun sebenarnya itu sangat hambar mengingat hanya nasi putih tanpa lauk pauk yang tengah ia makan.

"Alhamdulillah." Nasywa berucap hamdalah ketika merasa perutnya sudah terisi dengan makanan.

Perempuan itu membawa piring bekasnya menuju kamar mandi dan mencuci seluruh peralatan makan yang tergeletak dilantai kamar mandi, itu pasti kerjaan Ibu dan Widya yang sengaja menyuruh ia mencuci semuanya. Lagi, Nasywa dengan sabar dan telaten mencuci semua perkakas kemudian menaruhnya kembali seperti semula di rak piring.

Nasywa sekalian mengambil wudhu lalu berjalan perlahan menuju kamar kecil ternyamannya, perempuan itu melaksanakan shalat isya sekaligus shalat malam. Beruntunglah ia yang tadi tertidur sebentar karena shalat malam tidak bisa dilakukan ketika kita belum tidur sama sekali dimalam hari.

"Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, ampunilah dosa kedua orangtuaku, dosaku, dosa Kak Widya dan Ibu, dan dosa seluruh umat yang menyembahmu ya Allah...." Nasywa menengadahkan tangannya.

"Allah aku tau ini adalah semua ujian darimu, meskipun begitu aku sangat bersyukur bisa memiliki mereka yang merupakan keluargaku satu-satunya... Bantulah aku dalam menjalani hidupku ini ya Allah, aku tau dibalik setiap kesedihanku engkau telah mempersiapkan kebahagian yang akan ku raih.."

"Jadikanlah hamba menjadi umat yang berbakir kepadamu ya Allah, bantulah hamba meraih kebahagian dan syurga-Mu Allah.... Amiin ya rabbal 'alamin." Nasywa mengusap kedua matanya yang berair menggunakan kedua jarinya sambil melipat mukena yang ia pakai.

"Allahuakbar.... Allahuakbar..."

Suara adzan subuh berkumandang, membangunkan Nasywa yang tengah tertidur diselimuti kain panjang tipis peninggalan almarhumah Ibunya, perempuan itu mengucek kedua matanya sambil terduduk. Nasywa berjalan perlahan keluar kamar untuk mengambil air wudhu, kamar mandi di rumah ini hanya ada satu. Jangan kalian mengira bahwa semua kamar memiliki kamar mandi karena rumah ini begitu kecil mengingat keluarga Nasywa bukanlah orang kaya, mereka bisa makan saja syukur alhamdulillah.

Seperti biasa, setelah shalat subuh Nasywa membersihkan dahulu rumah dan memasak sarapan untuk mereka bertiga walaupun Nasywa tak pernah diberikan sarapan oleh Ibu dan Widya. Nasywa lebih memilih memasak nasi goreng dengan irisan tempe karena telurnya sudah digoreng tadi malam. Setelah usai dengan semuanya, Nasywa bersiap untuk sekolah sebelum ia bertemu dengan Widya dan Ibu, Nasywa takut mereka nanti akan melarangnya berangkat sekolah seperti yang terdahulu. Bersyukurlah Nasywa karena mereka biasanya tidur dan bangun saat menjelang siang, jadi Nayswa tak perlu mendengar omelan dan marahan dari Ibu.

Nasywa telah sampai ke sekolah dengan tepat waktu, ketika ia ingin mendorong sepedanya memasuki gerbang sekolah sebuah mobil berhenti tepat dihadapannya dan muncullah Jessy dengan wajah senangnya sambil menghampiri Nasywa kemudian disusul seorang laki-laki berperawakan tinggi, berkulit putih yang mirip sekali dengan Jessy menghampiri mereka berdua.

"Aduh Nasywa untung banget lo berangkatnya pagi, kebetulan banget nih. Niatnya gue mau ngenalin Abang gue ke lo, Nasywa ini Abang gue namanya Richard. Dan Bang, ini Nasywa cewek yang sering gue ceritain." Jessy memperkenalkan mereka berdua.

"Richard, Abangnya Jessy." Richard mengulurkan tangannya namun Nasywa tak segera menyambutnya, perempuan itu hanya diam.

"Nasywa." Nasywa mengangguk sambil menangkupkan kedua tangannya, Richard yang seakan mengerti pun menurunkan uluran tangannya.

Nasywa menunduk ketika menyadari Richard tak henti-hentinya menatap dirinya, laki-laki itu seperti meneliti dirinya dengan mata tajamnya membuat Nasywa sedikit takut. Jessy yang menyadari tatapan Abangnya pun hanya tertawa, membuat Richard dan Nasywa segera menatap Jessy dengan aneh. Kenapa Jessy tertawa? Apa ada yang lucu? Jessy yang menyadari tatapan Richard dan Nasywa pun menghentikan tawanya.

"Habisnya Abang ngelihatin Nasywa segitunya, dia jadi takut tuh." Kekeh Jessy membuat Richard segera menatap Nasywa.

"Oh maaf."

"G-gak apa-apa Om." Lagi, Jessy menyemburkan tawanya ketika Nasywa memanggil Richard Om.

"Om? Whaaaa... haaa.... Baang lo dipanggil Om tuh." Ucap Jessy disela tawanya.

"Lah kok lo malah ketawa sih Jes? Kan emang bener gue manggilnya Om, emang harus manggil dengan sebutan apa lagi?" Bingung Nasywa.

Wajar saja Nasywa memanggil Richard dengan sebutan Om, melihat penampilan Richard yang begitu formal dengan kemeja abu-abu, celana bahan hitam, sepatu pantofel hitam dan jas hitamnya.

"Abang gue gak setua itu juga kali Sya, walaupun emang udah gak muda lagi." Kekeh Jessy.

"Ya sudah kalau gitu saya pamit dulu." Ucap Richard.

"Iya Abang, nanti pulangnya janan lupa jemput Jessy ya? Awas aja kalau gak jemput, aku aduin ke Mama." Mendengar hal itu, Richard berdecak lalu mengacak rambut Jessy.

"Iya... Iya bawel, ya udah Abang berangkat." Setelah itu Richard menaiki mobilnya lalu menjalankannya.

Didalam mobil pikiran Richard kembali mengingat tatapan mata teduh dari perempuan bernama Nasywa yang merupakan sahabat adiknya, perempuan yang sering adiknya ceritakan ketika mereka sedang berceloteh ria. Walaupun sebenarnya yang banyak berbicara itu adalah Jessy, ia hanya menjadi pendengar yang baik saja.

"Nasywa..." Gumam lirih Richard.








Assalamualaikum semua....

Author gak ada bosan-bosannya untuk mengingatkan...

Jangan lupa Vote, comment nys ya...

Follow ig:

@Simiftahul_jannah

@Story_sjvirgo

Jazakumullah khairan katsiran....

Cinta Dalam SujudTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang