Bagian 23

9 1 0
                                    

Kulit kalo kena luka bisa tumbuh lagi.
Tapi hati kalo kena luka belum tentu bisa tumbuh lagi.

------------------

Tidak lama lagi hujan akan mengguyur kota. Rintiknya mulai berjatuhan meski jarang. Althaf semakin mempercepat laju motornya untuk mencapai tujuannya yaitu TPU Anggrek.

Althaf sebenarnya tidak tahu mengapa Ailve berada disana. Ia juga sedikit ragu untuk mencari Ailve disana. Namun, apa salahnya untuk mencoba lagi pula tidak terdengar nada berbohong dari Gebran. Ya, meskipun sedari tadi selama perjalanan berangkat pun Althaf sembari mencari Ailve, tapi tak kunjung temu.

Motor Althaf menepi di lahan parkir pemakaman lalu dirinya berjalan memasuki pelataran tempat peristirahatan terakhir tersebut.

Netranya menyusuri sekitar, langkahnya ia percepat karena hujan mulai berangsur deras. Dan tak jauh dari tempatnya berpijak saat ini, ia melihat sesosok gadis yang masih menggunakan seragam putih abu dengan rambut yang dibiarkan tergerai sedang terduduk di samping batu nisan sembari tertunduk menangis.

Althaf mematung, dirinya belum siap untuk menghampiri Ailve di depan makam yang menurutnya sangat Ailve sayangi itu, tempat gadis itu mencurahkan isi hatinya.

Alhasil Althaf hanya berdiam diri ditempatnya dengan tubuh yang mulai terguyur air hujan begitu pula dengan Ailve.

Hati Althaf ikut nyeri rasanya melihat kesedihan Ailve yang begitu dalam, hujan pun sama sekali tak dihiraukan oleh gadis itu. Disana, ia terus tertunduk menangis dengan kedua telapak tangan menutupi wajah cantiknya.

Hingga lima menit kemudian perempuan itu bangkit berdiri seraya mengusap batu nisan tersebut, seperti sedang meminta izin untuk pamit.

Hal selanjutnya, gadis itu berlari masih dengan kepala tertunduk dengan tubuh yang sudah basah kuyup, air matanya tersamarkan oleh air hujan. Gadis itu belum menyadari jika arah berlarinya adalah menuju lelaki yang bahkan Ailve sendiri tidak tahu kedatangannya.

Sampai lima meter jarak terpaut di antara mereka, Ailve menegakkan kepalanya dan seketika itu pun ia berhenti, tubuhnya mematung dengan netra yang sudah terkunci di mata Althaf.

Cukup lama mereka beradu tatap di bawah derasnya air hujan. Seolah sedang berbicara lewat mata namun tidak ada makna yang tercipta.

Entah perasaan apa yang muncul saat ini antara keduanya. Egois, itu hubungan yang saling mereka lemparkan satu sama lain, sama-sama tak menyadari bahwa ada rasa yang perlu mereka perjelas.

Ailve yang memutuskan kontak mata lebih dulu seraya berjalan menghindar dari Althaf, langkahnya menyerong ketika Althaf berada lurus didepannya.

"Sesulit itu ya ve nyamperin gue?" ujar Althaf sedikit berteriak akibat bertubrukan dengan derasnya suara air hujan.

Langkah Ailve terhenti, kepalanya semakin tertunduk, air mata nya masih mengalir. Perasaannya benar-benar hancur saat ini.

Althaf mendekat pada Ailve seraya membuka jaket parasut yang membungkus tubuh jangkung dan tegapnya itu.

"Apa susahnya sih minta tolong?" pungkas Althaf seraya menyampirkan jaket berbahan parasut itu pada tubuh kurus Ailve. Meski memang tak membantu secara keseluruhan karena memang tubuh Ailve sudah basah kuyup. Setidaknya jaket tersebut berguna untuk menutupi baju putih seragam Ailve yang transparant dan juga mengurangi dinginnya cuaca hujan.

Gadis itu mendongak menatap Althaf yang sibuk memakaikan jaket pada tubuhnya meski air hujan menghantam wajah mulusnya. Ia ingin mencari makna pada bola mata berwarna coklat pekat itu.

ALTEONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang