|| Sekedar Khayal ||

77 6 0
                                    


"lo jangan ngotot deh, De" protes Rifky sang ketua osis.

Rapat kembali diadakan dalam waktu dadakan setelah usai mengadakan pertemuan dengan para ketua kelas. Dea penat dan moodnya buruk.

"sekarang lo pikir deh. Tujuan dari bazar itu menggali kreativitas. Jangan sampai kreativitas itu bergantung pada uang" protes Dea mengemukakan pendapatnya

"tapi lo realistis aja, De. Uang bisa jadi segalanya"

"Kak Rifky. Lo kemaren yang minta gue sama Kak Asti konsultasi sama Bu Dewi tentang lomba bazar dan tuangin ide Bu Dewi dalam lomba bazar itu. Gue turutin itu semua tapi—" ucap Dea terpotong

"jangan lo telen mentah – mentah juga, Dea. Gue tau Bu Dewi guru ekonomi paling top di sekolah ini tapi bukan berarti kita gak memfilter ide berlian beliau" ucap Rifky menahan emosinya

Dea diam seribu bahasa. Dia merasa bersalah. Hari ini dia kacau.

"gimana kalau kita samakan aja kayak tahun lalu. Anggaran lomba bazar maksimal empat ratus ribu?" tanya ketua osis itu kepada seluruh anggotanya. Rata – rata dari mereka setuju.

Dea diam. Dia masih tidak setuju dengan ini semua tapi keputusan sudah final. Dea sulit menerimanya.

***

Hujan lebat mengguyur Jakarta ketika Dea hendak pulang. Ketika ingin meminta jemput pada sang mama, ternyata notifikasi whatsapp mamanya sudah terpampang di layar ponselnya.

Mama : Non, naik taksi online aja yah. Mama gak bisa jemput masih ada kerjaan soalnya.

Dea : oke, Ma

Panggilan 'non' merupakan panggilan yang biasa Dea dengar di rumah. Dia anak tunggal yang paling disayang karena tidak punya kakak maupun adik.

Dea segara memesan taksi online melalui aplikasi dan tertera bahwa lima menit lagi taksi onlinenya akan datang. Dea memutuskan untuk ke kantin sebentar dan membeli sebotol air mineral. Hari ini fisik dan mentalnya lumayan lelah terutama mentalnya karena adanya penolakan ide yang dia ajukan ditolak oleh banyak pihak apalagi melihat Arka dan Selena mengobrol dengan nyaman. Hati Dea panas.

"kenapa lo pengen masuk FK?"

Dea memutar bola matanya ketika tak disangkan Arka dan Selena masih berada di kantin yang sepi dan hanya berdua. Semua stand kantin sudah tutup dan hanya menyisahkan mereka berdua – Arka dan Selena. Dea kesal dengan apa yang dia lihat, apalagi ketika dia harus menuju vending machine yang berada di depan bangku mereka.

"anjir lo berdua. Udah hujan, kantin sepi, berduaan lagi. Enakin aja noh dunia serasa milik lo semua" batinnya sembari menekan tombol dan mencueki keadaan di sekitarnya.

"pertama, gue pengen FK karena ngelihat ayah gue sih. Bisa sembuhin orang. Kedua, bunda gue minta gue buat ke FK. Itu aja sih" ucap Arka menjelaskan pada Selena.

Dea yang mendengarkan percakapan mereka berdua sangat jengah. Tingkah Selana juga membuat Dea enggan untuk berlama – lama di kantin karena Selena terus menempel pada Arka dan terkesan manja. Dea risih melihatnya.

Ketika botol air mineral sudah berada di tangannya, Dea segera menghilang dari kantin itu tanpa mempedulikan Arka dan Selena yang asyik dengan dunianya. Taksi online juga sudah datang dan Dea segera masuk kedalam mobil itu dengan wajah cemebrut.

"ih kesel, kesel, kesel" batinnya sembari memukul – mukul tas ransel berwarna pink itu.

***

Hayalan tetaplah hayalan namun tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. hayalan umat manusia bisa saja tercapai. Mungkin tidak saat ini, mungkin pula bisa beberapa tahun mendatang. Biarkan semesta bekerja untuk khayal itu.

"Tik, lo tau Kak Selena gak?" tanya Dea saat Tika menikmati drama koreanya yang ditonton melalui ponsel.

"tau lah. Udah sefemes itu di sekolah ini. Peringkat parallel pertama, cantik, udah mutlak pinter, bolak – balik juara olimpiade matematika. Gila sih. Gue ngerjain ujian Bu Lina aja senomer gak kelar – kelar" ucap Tika sambil tertawa di akhir kalimatnya.

Dea merenung lagi. Dia merasa ciut disandingkan dengan Selena. Dea merasa dia hanyalah pop ice sedangkan Selena adalah Cascara Macchiato, menu dari Starbucks.

"cantik, pinter, gak neko – neko. Gak kayak gue yah" ucap Dea lemah dan terkesan putus asa.

Tika seketika menoleh pada Dea. Diperhatikan wajah Dea yang lesu seperti tak punya semangat. Berbeda dengan Dea yang selalu dia lihat. Dea yang cerewet, energic, banyak maunya dan berujung tingkahnya pasti akan neko – neko.

"woy. Lo kenapa dah?" tanya Tika heran.

Tika juga terheran – heran kenapa sehabis pulang sekolah Dea mampir ke rumahnya tanpa pemberitahuan untung saja Tika sudah pulag sejak satu jam yang lalu sehabis nonton bersama Lea.

"Kak Arka sama Kak Selena di kantin" ucap Dea lesu

"terus?"

"mereka nempel banget. Kayak orang pacaran" lanjut Dea lagi

"ya biarin aja kali, De. Alhamdulilah kak Arka normal, masih suka cewek" ucap Tika

Dea semakin kesal. Rasanya Tika akan dia remukkan saat ini juga. Salah Dea juga tidak mau mengaku bahwa dia menyukai kakak sahabatnya itu.

"lo suka Kak Arka kan?" tanya Tika menggoda Dea

"ENGGAK" jawab Dea spontan

"ngaku gak lo atau gue telpon Lea nih. Bilang kalau 'Dea suka sama kakak lo, Le' " ucap Tika sembari akan mendial Lea.

Dea berusaha merebut ponsel Tika namun tak semudah itu. Mereka berakhir kejar – kejaran di seputar kamar Tika yang ukurannya tidak terlalu luas seperti kamarnya.

"anjir lo, Tik. Gue serius tau" ucap Dea yang akhirnya menyerah

Tika tertawa puas berhasil menggoda Dea. Selalu saja sahabat – sahabtanya jail kepadanya.

"ngaku atau gue telpon Lea" ancam Tika

"IYA GUE SUKA KAK ARKA. PUAS LO?" ucap Dea lantang dan Tika tertawa puas berhasil mendengar pengakuan sahabatnya.

Sebenarnya Tika sudah peka sejak lama kalau Dea menyukai Arka. Setiap Dea bermain ke rumah Lea bersama Tika juga, Dea selalu memperhatikan Arka secara sembunyi – sembunyi dan Tika tahu itu. Tika memang peka terhadap sahabat – sahabatnya.

"enak kan kalau ngaku gitu? Lega gak lo?" tanya Tika seketika melemparkan tubuhnya di ranjang bersamaan dengan Dea yang hanya mengangguk.

"Tik, I have a bad day today. Ide gue ditolak banyak orang sampai osis rapat lagi. Lihat Kak Arka sama Kak Selena yang nempel mulu. Mereka ngobrol juga warm banget melebihi 'teman'. Gue berasa yah you know lah" ucap Dea berkeluh kesah secara to the point

Tika memeluk Dea dan Dea menerima itu. Dea butuh ketenangan dan ketenangannya dengan menghayalkan Arka saat ini bersamanya bukan bersama Selena.

"no words, De. Kak Arka kayaknya tau dia harus 'pulang' kemana" ucap Tika

Dea terkekeh. "anjay, lo puitis amat"

Mereka melepaskan pelukannya dan Tika melemparkan bantal pada Dea.

"sialan lo" 

Refrain of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang