194 11 1
                                    

"Libra!" Teriak seorang gadis, berambut sebahu.

"Apa?" Ucapku sedikit malas sebenarnya. Aku sedang berada di lorong kelas, masih sepi karena ini masih terlalu pagi untuk murid-murid datang ke sekolah.

"Oh, okelah mood mu sepertinya sedang tidak baik." Duganya.

Dia Pratiwi Sagita, teman sejak kecilku jadi sangat tahu karakterku. Rumah Tiwi berada di depan rumahku jadi wajar saja kami sering bermain.

"Kamu kenapa? Ribut lagi sama abangmu?" Tanya Tiwi.
Anggukan saja sudah cukup baginya untuk mengetahui semua.

"Sudah sarapan?"

"Belum."

"Aku bawa bekal, mamahku melebihkan agar kita bisa makan berdua." Tiwi langsung menggandeng tanganku dan membawa ke tempat rahasia kami di sekolah. Yaitu taman belakang sekolah. Tadinya taman itu banyak sekali dipenuhi oleh rumput liar, tapi aku dan Tiwi membersihkannya dengan alat seadanya. Tidak ada murid yang berani ke sana, karena mendengar rumor bahwa ada hantu.

Kami sudah terbiasa sejak kecil, bahkan kami seperti anak kembar.

"Nih, makanan favorit kamu. Mamah mah lebih mementingkan kamu di banding aku. Dasar pilih kasih." Rajuk nya.

Aku hanya tersenyum geli melihat dia merajuk seperti ini. Sangat menggemaskan.

"Kamu kenapa? Pasti nertawain aku kan?" Ucapnya lagi sambil mengerucutkan bibir mungilnya.

"Enggak kamu jelek kalo lagi ngedumel." Tanganku dengan bebas mengacak-acak rambut sebahu yang tergerai itu.

"Ah! Libra rambutku jadi berantakan tau!" Tiwi sudah berdiri dan tanpa ancang-ancang lagi aku langsung berlari daripada kena cubitan pedasnya.

"LIBRA AWAS KAMU!" Teriakan cemprengnya.

"Bodo amat! TIWI JELEK!"

Walaupun sudah bisa dibilang kita itu sudah memasuki umur remaja tapi tetap saja, sifat kekanak-kanakan masih ada melekat pada diri kami. Ya! Aku dan Tiwi.

♎♎♎


Malam lagi, aku benci!

Di rumah sama halnya dengan di neraka. Semuanya berubah sejak mamah meninggal.

Papah jadi jarang pulang, abangku dia sering sekali mabuk-mabukan. Menurutku untuk apa pulang? Toh di rumah sudah seperti tidak ada kehidupan.

Aku anak bungsu dari dua bersaudara, abangku Leo Anandika Prasetyo.
Dia orang baik sebenarnya aku tahu itu. Tapi setelah mamah pergi dia kehilangan yang sangat mendalam hingga menjerumuskannya ke hal-hal negatif. Aku juga sama, tapi aku lebih bisa mengontrol emosiku.

Papah, Anandika Prasetyo.
Dia orang yang sangat romantis, bahkan selalu merayakan anniversary pernikahan. Dengan banyaknya kejutan, selalu membuat mamah bahagia sampai menangis sambil tersenyum. Sangat mengharukan, keluarga yang begitu harmonis.

Tapi semuanya seperti di jungkir balikkan dalam waktu singkat yang membuat dada sesak. Kejadian itu, membuat mamah pergi untuk selama-lamanya. Memberikan luka mendalam pada papah dan juga Abang. Harusnya mereka lebih kuat dariku, tapi apa? mereka bahkan terlihat lemah.

Sebenarnya, kehilangan seseorang yang sangat penting dalam hidup adalah seperti kau berada dalam ruangan tertutup, begitu sesak.
Sampai susah untuk bernafas, kau berpikir bagaimana jika mati saja.

Apakah ini adil? Padaku remaja berusia tujuh belas tahun. Mungkin saja tuhan lebih sayang kepada mamah, jadi tuhan mengambilnya lebih awal.

Aku masih, ingin sebuah dekapan hangat mamah.

♎♎♎

Gimana ceritanya guys?!
Jangan lupa voment oke! :)
Biar aku semangat buat up😋








Note: Jangan lupa bahagia :)

Libra Gemini♎♊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang