[20] forum

2.7K 455 54
                                    

ada sedikit warning untuk harsh words selama baku hantam antara kakak beradik arkan


"Enggak, gue gak pura-pura," ucapnya tegas.

"Ya b-bagus," gue melepaskan tangannya dari pundak gue perlahan. Gue perlu menjauh darinya sebelum gue semakin nggak waras.

"Lo gimana?"

"H-hah? Apanya?"

"Lo, suka sama gue apa nggak?"

Gue berdeham keras-keras untuk menyegarkan pikiran gue sambil mengambil cutter gue lagi. "Gak yakin," sahut gue, "Lo tebak aja gimana?"

"Gak yakin kenapa?"

Argh, bisa gak sih gak perlu nanya gitu.

"Belum sepenuhnya suk—"

"Jeffrey!"

"Apa?!"

Terima kasih, Kak John, udah dateng di waktu yang tepat.

Berkali-kali gue mengucap syukur dalam hati udah bisa kabur dari pertanyaan itu sehingga gue gak perlu tergagap mengakuinya. Gue sendiri belum yakin, entah kenapa. Gue pengen bilang iya, tapi gue takut kalau Kak Jeff bakal berubah sikapnya ke gue. Gue pengen bilang enggak, takut ngecewain dia.

"Abis ngapain lo?" Kak John bertanya dengan galaknya. Adiknya yang masih duduk di dekat gue itu mendesis sebal dan tanpa gue duga beralibi dengan mudahnya, "Bantuin Jul nugas!"

Gue menggigit bibir bawah gue menahan senyum. Untuk hal kayak begini, ternyata dia masih bisa bohong.

"Kasih tau gue jawaban lo nanti malem," bisiknya di telinga gue, tiba-tiba, sebelum akhirnya beranjak dari tempatnya.

Gue mematung.

Kepala gue mendadak pening memikirkannya.

"Eh, mau ke mana? Gak bisa, lo tetep di sini."

"Mau apa?"

Dia dipaksa duduk lagi sama Kak John yang memindahkan kursi yang didudukinya menghalangi jalan keluar. Tania ikut masuk ke dalam circle itu sambil meletakkan seplastik makanan ringan grosir yang memang suka dia beli. Gue kemudian menyadari bahwa akan ada 'rapat' mendadak lantas merapikan sebagian dari tugas gue yang udah selesai ke atas meja belajar.

"Gue mau lo klarifikasi."

"Klarifikasi apaan? Gue gak ngapa-ngapain," elak Kak Jeff, mengalihkan perhatiannya dengan mengambil salah satu bungkus makanan dari plastiknya. Memakannya dengan cuek sambil menatap kakaknya menunggu balasan percakapan itu. "Gue gak nyembunyiin masalah."

Pret.

"Haha, don't try to fool me because I already know it all."

"Then why didn't you just ask me about it?"

"Gini deh, Kak," Tania bersuara menengahi dua orang itu. "John yang nanti ngasih pernyataan dan lo tinggal klarifikasi aja bener apa enggak."

"Plis," laki-laki yang lebih muda itu ketawa sarkas. Dia melirik gue sekilas seolah minta bantuan, tapi gue hanya balik menatapnya tanpa arti.

"Oke. Fine. Lo sebutin apa aja nanti gue—"

"Gue udah tau masalah lo waktu itu, yang lo mau dijodohin sama Bia, of course I knew, why wouldn't I?" Kak John memulai. "Dan gue minta tolong sama Jul buat nolongin lo keluar dari masalah itu. Long story short, ya, lo minta tolong Jul buat jadi pacar lo di depan Bia—yang ternyata dikacaukan oleh kedatangan nyokap yang gak disangka-sangka. Sampe situ bener?"

PARTNER IN CRIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang