[9] past

2.9K 481 55
                                    

"Selamat malam, Ibu Ainun..."

Gue hanya bisa menundukkan kepala menghindari tatapan mematikan Bu Ainun dan menyembunyikan sebagian presensi gue di belakang postur Kak Jeff. Suatu kebetulan yang sangat tidak menguntungkan, di mana gue harus bertemu Bu Ainun di lobi. Dan sesuatu yang membuat gue semakin takut akan situasi ini adalah, Kak Jeff yang dengan santainya menyapa Bu Ainun seperti itu.

"Ibu tuh tau ya, dari awal Julia ketauan keluar malem itu pasti diajak sama kamu."

Kak Jeff tertawa bodoh. "Saya kan gak pernah ajak orang lain keluar, Bu, kok Ibu bisa nebak itu saya?"

"Siapa lagi yang suka cari masalah?"

"Hah, bukan saya doang kali Bu."

Bu Ainun mengabaikan alibi klise itu dan justru menggamit lengan gue--yang sedari tadi berusaha terlihat seperti orang lain yang gak sengaja ngikutin Kak Jeff ke sini dan hanya diam menatap ke arah lain. Gue tersentak, tersenyum kaku. "Ya, Bu. Hehe."

"Gak pulang kamu?"

"Oh, e-enggak Bu. Nanti orang tua saya yang ke sini."

"Oalah, bagus dong."

"Bagus kenapa Bu?"

"Nanti Ibu laporin kamu pernah kel--"

"Selama libur jam malam gak berlaku kan, Bu?"

Pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan itu dengan tidak sopannya menyela omongan Bu Ainun kepada gue. Beliau melirik Kak Jeff sinis, tapi yang ditatap hanya terdiam menunggu jawaban dengan wajah sok polos.

"Mau ke mana kamu?"

"Jalan-jalan lah Bu...Julia tuh gak pernah ke mana-mana. Cuma tau minimarket di sebelah. Kasian amat idupnya."

Bu Ainun mencibir.

Sementara gue hanya bisa tersenyum menahan semua malu yang ditanggungkan kepada gue.

Kak Jeff sialan.

"Jangan macem-macem," Bu Ainun memperingatkan dengan tegas. Kak Jeff mengangguk cepat. "Pulang lagi masih utuh dan baik-baik saja Bu. Iya, iya. Saya gak sebejat itu Bu--aaaahh!"

Cubitan seorang ibu itu setidaknya cukup untuk membuat mulutnya berhenti mengoceh.

"M-makasih Bu..."

Cicitan gue barusan mungkin gak akan terdengar oleh Bu Ainun yang udah melenggang pergi, tapi setidaknya beliau pasti menangkap gestur gue membungkukkan badan sedikit, memberi sedikit rasa hormat. Sementara di sebelah gue kating gak waras itu masih sibuk mengusap-usap lengannya yang barusan dicubit.

"Udah izin nih, aman kan?"

"Mau ke mana sih? Katanya cuma sebentar?"

"Ya," Kak Jeff mengangguk dengan yakin. "Sebentar."

Tapi gue gak tau berapa lama yang dia maksud 'sebentar' itu.

Karena keluar di malam hari sama Kak Jeff gak pernah sebentar.

***

"Gak es krim lagi, Julia--Jul--"

Gue tertawa melihat raut jengkelnya saat gue berjalan riang menuju halaman minimarket. Gue membawa langkah gue kembali ke tepi jalan, mengikuti langkah lebarnya ke suatu tempat yang masih dia rahasiakan. Entah tempat apa yang masih buka di pukul 10 malam ini, gue membayangkan ketika nanti sampai di sana lampunya udah padam, semua pintu tertutup, gak ada orang lagi.

Jalan kaki di malam hari itu menyenangkan. Gak gerah maupun kedinginan, meski gue cuma pake kardigan. Yang gue gak suka adalah cara Kak Jeff menakut-nakuti gue setiap kali melewati jalanan yang cukup gelap--kecoa lah, ada lubang di jalan lah, pokoknya yang membuat gue terkejut dan seketika berhenti di tempat.

PARTNER IN CRIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang