[11] guide

2.8K 463 28
                                    

Meja belajar Kak Jeff berantakan sama buku, hape, kabel yang nyambungin hape gue ke laptop dia—yang semula rapi-rapi aja saat gue merangsek masuk menjadikan kamarnya tempat research gue.

Roommate-nya lagi gak ada, sehingga gue berani masuk. Kalau ada sih gue malu. Dan dia juga gak mau masuk kalo Tania ada di kamar.

Dengan segala kepanikan atas apa yang harus gue siapkan besok, Kak Jeff ngasih saran ke gue untuk searching dulu tempat apa aja yang bisa gue ajak orang tua gue jalan-jalan besok. Karena dia gak mau jadi tour guide secara langsung—pada intinya dia gak siap ketemu orang tua gue.

Ya. Alasan pertamanya emang cuma gara-gara dia bukan orang sini juga, tapi gue paham alasan sebenernya adalah itu.

"Jul, gue jajan dulu ya ke bawah."

"Jangan dikunci pintunya."

Gue masih kalang kabut nyari rekomendasi tempat di internet kayak restoran yang enak, tempat belanja oleh-oleh, mall yang pernah gue datengin juga, ketika pintunya ditutup. Sebuah ide melintas di benak gue sedetik kemudian, memendarkan pandangan gue ke seisi kamar yang kayaknya lebih rapi dibanding kamar gue sama Tania.

Karena gak banyak barang.

Di meja belajarnya ini aja, gue cuma menemukan satu barang yang bukan kampus-related. Gantungan monyet yang waktu itu gue kasihin ke dia hasil main di Timezone. Entah kenapa juga dilepas dari tasnya.

Tapi dinding di atasnya dipenuhi tempelan sticky notes. Isinya bermacam-macam, ada yang ngingetin dia kapan deadline tugas, jadwal kelas, to-do list, kata-kata motivasi karangan dia sendiri, dan beberapa catetan gak penting lainnya.

Dan gue pun menemukan nama gue di antara banyak kertas warna-warni itu, berisikan catatan bahwa sweater dia ada di gue. Gue ketawa. Kalau dia inget, kenapa gak dia tagih aja dari kemarin-kemarin?

Gue pura-pura berdeham untuk menghilangkan sisa tawa gue ketika pintu kembali dibuka.

"Kalo mau survey tempatnya sekarang boleh, tapi sorean ya."

"Emang kenapa?"

"Gue mau tidur."

Kak Jeff meletakkan seplastik jajanan di sebelah tangan gue yang lagi mencatat. Gue menatapnya heran, yang hanya dibalas senyum singkat sebelum dia menjatuhkan diri ke tempat tidurnya, membenamkan wajahnya di bantal.

"Serius tidur lo Kak?"

Gak ada jawaban.

Gue menghela napas panjang sebelum kembali fokus mempersiapkan tur besok. Kamarnya bener-bener sepi, gak ada suara lain kecuali ketika gue ngetik di laptopnya dan meletakkan pensil ke meja. Membuat gue bertanya-tanya apakah kamar di kanan-kirinya kosong, karena kamar gue gak pernah sesepi ini di siang hari.

Ketika gue akhirnya selesai nyatet, gue mendapati kating gue tidur masih dalam posisi yang sama. Menambah satu ke dalam daftar fakta dia yang gue tau—pelor, begitu nempel molor.

Gue sengaja membuat kegaduhan saat gue membereskan meja belajarnya. Juga saat gue membuka bungkus makanan, mengunyahnya dengan kencang bertujuan mengganggu tidurnya. Tapi dia sama sekali gak terusik, napasnya masih teratur.

Gue berdecak sebal. Dia selalu ganggu gue tidur, tapi dia gak bisa gue ganggu.

Selama beberapa menit gue melamun sambil menikmati suguhan yang dia kasih. Sambil menghadap dia yang tidur tengkurap tanpa bergerak. Kalau gue udah sesak kali. Tapi lama kelamaan gue kasian juga, sehingga gue memutuskan buat balik ke kamar gue aja.

Meninggalkan sticky notes di atas sweaternya yang gue lipat di meja belajarnya, memberitahu dia kalau gue pulang.

Juga memperhatikan wajah damainya larut dalam mimpi sebelum gue keluar, menutup pintunya perlahan.

PARTNER IN CRIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang