Gue tau kalau ini di luar rencananya karena dia sama sekali gak senang atas kedatangan nyokapnya. Beneran, expect the unexpected. Yang semalam Bia bilang cuma dia yang bakal ketemu sama dia, tapi tiba-tiba di hari-H, nyokapnya ikut. Dan gak bisa diprediksi kapan waktu yang tepat gue bisa 'masuk' ke dalam perbincangan mereka.
Sedari tadi gue hanya diam menunggu aba-aba. Meminum sedikit demi sedikit minuman yang gue beli di kafe itu sambil mengantisipasi kapan layar hape gue menyala memunculkan instruksi.
Karena kalau tanpa instruksi alias improv, gue bisa aja salah langkah.
Tapi kadang, yang seperti itu justru menguntungkan.
Ketar-ketir menunggu, akhirnya ada satu pesan masuk.
Bukan dari seseorang yang semula sama gue tapi dari kakaknya. Menyuruh gue menelepon Kak Jeff dan seolah-olah bertanya dia di mana.
Gue menggigit bibir gue panik.
Oke.
"Halo?"
"Jul,"
Gue beneran merinding saat dia sengaja menyebut nama gue seperti itu.
"Lo di mana?"
"Masih di restoran—gue udah permisi buat ngangkat telepon. Beneran ada nyokap gue, lo mau ke sini?"
"Ya kali," gue memutar mata. "Ada mantan lo doang juga belum tentu gue mau ke sana."
"Bia barusan nanyain siapa yang ngangkat telepon, gue bilang aja cewek gue—"
"Gila lo."
"—terus dia tanya lo di mana, kenapa gak diajak? Gue jawab lo malu."
"Kak, astaga..."
"Yaudah, lo mau ke sini gak? Gue jemput. Masih di kafe yang tadi kan?"
"Iya, tapi—"
"Okay."
Dimatiin.
***
Perjalanan pulang itu gue sendirian.
Ya, sendirian. Kak Jeff gak bisa pulang bareng sama gue karena tentu aja, nyokapnya minta dia untuk bicara dulu sama dia. Tentang apalagi, pasti tentang gue. Tentang cewek yang tiba-tiba dateng, ikut makan, memperkenalkan diri sebagai pacar anaknya yang mau dijodohin sama orang lain....
Tentang Julia Kassandra Rein.
Gue seharusnya tau kalau terlibat dalam masalah dia justru akan mempermalukan diri gue sendiri dan mungkin aja mempersulit lepasnya Kak Jeff dari sana. Karena ibunya akan semakin yakin untuk menjodohkan anaknya—pacaran ini hanya settingan.
Gue tau. Gue bodoh.
Gue sama sekali gak memperhatikan ekspresi Bia ketika melihat gue duduk bersebrangan sama dia lagi karena gue terlalu memikirkan ketidaksukaan dalam raut nyokapnya Kak Jeff. Gue bisa tiba-tiba overthinking meskipun gue jarang banget seperti itu. Hanya kalau gue dihadapi sama masalah yang benar-benar gak terduga.
Termasuk ini.
Kecurigaan gue udah terbukti semua. Gak akan ada yang percaya—gak akan ada yang peduli.
Peran gue cukup sampai di situ aja.
Yah, sebut aja balas budi gue buat waktu itu.
Tangan gue gak berhenti tremor sejak gue duduk di meja yang sama dengan dua orang itu. Makanan yang seharusnya terasa enak jadi hambar, gue benar-benar ngerasa ditindas di sana. Gue tau gue cuma 'pura-pura', tapi rasa malu gue gak pura-pura.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARTNER IN CRIME
FanfictieSesuatu akan terjadi ketika lo melanggar jam malam di asrama. © 2019