Hari itu gue menuruti Belvhy untuk mendatangi rumahnya, padahal jauh banget dari domisili gue. Gue rela keluar bensin full tank si matic. Baru nih gue begini. Biasanya gue penuh perhitungan. Kalau emang gak bisa kenapa harus dipaksa? Tapi ini gue malah maksa dan terkesan dibisa-bisain.
"Oh jadi ini Vhyr, Yedam?"
"Iya Pah. Salamannya jangan lama-lama Pah. Yedam punya virus."
Gue yang mendengar celotehan asal-asalannya membelalakan mata seakan berkata, APA MAKSUD LO?
"Virus? Hmm pasti virusnya bikin kamu klepek-klepek ya Vhyr?"
"DIH PAH. APAANSIH?"
Mampus. Gue tersenyum menang, karena gue tau dia pasti berniat ngeledek gue didepan Papanya tapi malah dia yang diledek Papanya.
Sejauh ini Belvhy yang gue kenal adalah Belvhy si cerewet, berisik, riang. Gue gak pernah akan sangka kalau gue harus menemukan Belvhy dengan sisi lainnya. Sisi terbawahnya. Sisi terlemahnya. Sisi seakan dunianya sudah hancur dan sudah tak ada lagi yang bisa ia pertahankan.
Gue langsung membawanya menuju terminal Leuwi Panjang menaiki bus terdepan agar semakin cepat kita berangkat.
Saat kita berhasil menduduki dua kursi di baris ketiga sisi kiri, Belvhy memegang lengan kemeja yang gue gunakan dan berbicara sangat pelan, "Besok kamu masih ada kelas Dam. Kamu--"
Ah masih sempatnya saja dia mikirin gue.
"Aku janji sama kamu, mau antar kamu ketemu Papa. Walau itu yang terakhir. Dan janjiku, belum lewat dari 2 jam. Mana bisa aku lupa, apalagi aku langgar."
Tatapannya meneduh. Betul-betul teduh. Sosok kuatnya sudah hilang bagai diterpa angin.
"Aku gak pernah tipsen. Nanti aku tipsen ke Jeongin."
"Jangan dong Daaam. Katanya kamu mau--"
"Diem," gue menutup mulut berisiknya itu dengan jari telunjuk kanan gue dan menarik kepalanya menuju pundak gue, mengusap pelan helai rambutnya.
Belvhy pasti mau ngebahas tentang absen gue yang gak pernah bolong dari semester 1. Belvhy juga pasti mau ngebahas tentang rencana gue yang mau cumlaude. Ya memang semua itu benar, tapi entah kenapa semuanya seakan gak berarti lagi daripada hari ini. Hari terakhir gue ngeliat Papanya Belvhy. Sosok yang gue kenal sangat mirip dengan perempuan ini. Sosok yang mendidik dan membesarkan seorang Belvhyra Annastashia. Sosok yang hangat dan tidak terlihat seperti Bapak-Bapak pada umumnya. Jiwanya selalu muda, bahkan jokesnya bisa disamakan dengan jokesnya anak Treasure. Sosok yang-- sebetulnya juga sudah gue anggap sebagai Papa sendiri. Gue bahkan masih ingat kata-kata terakhir beliau tahun lalu waktu gue main ke rumah Belvhy.
"Yedam, saya percaya kamu."
"Jangan om. Musyrik percaya sama saya."
"Bukan begitu maksud saya," beliau terkekeh mendengar ucapan sembrono gue tadi.
"Jangan panggil om lagi lah Dam. Kita kan udah begini banget," lanjutnya dengan memvisualisasikan jari telunjuknya yang saling mengait.
"Terus saya panggilnya apa? Bro?"
"Panggil Papa aja."
Terdiam. Kami berdua terdiam. Suasana tiba-tiba hening. Gue banyak berpikir tentang segala siuasi dan kondisi kenapa Papanya Belvhy tiba-tiba begini lalu kenapa juga tiba-tiba jadi mencekam begini.
"Kamu udah saya anggap anak sendiri, Dam. Saya juga yakin kalau kamulah orang terakhir yang bisa saya percaya untuk jaga bungsunya saya. Kesayangan saya. Hidup dan mati saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Treasure.
Fanfic13 laki-laki, 13 cerita, dan 13 kehidupannya. ✧ [ eenjeolmee - 30 Desember 2019 ]