SAKURA PASSION

1.6K 117 6
                                    

      Hari yang sangat membosankan, itulah yang ada di pikiran Sakura. seharusnya hari ini dia makan siang dengan Sasuke, bahkan Sakura sudah menyiapkan pakaiannya untuk pergi dengan Sasuke sejak tadi malam. Tapi tadi pagi Sasuke menelfonnya dan membatalkan janjinya. Ya, ia juga tidak bisa menyalahkan Sasuke, tidak mungkin juga Sasuke lebih memilih makan siang dengannya dari pada mengurus perusahaan keluarganya. Memangnya siapa dia?

       Untuk sekarang Sakura memang belum berarti apapun untuk Sasuke. Tapi lihatlah, tak lama lagi Sakura berjanji dia akan menjadi salah satu alasan Sasuke untuk berusaha. Batin Sakura tertawa , wajahnya tersenyum penuh arti, 'Sebentar lagi, kau hanya perlu bersabar dan terus mendukungnya. Tak lama pasti Sasuke akan menyadari perasaannya' Sakura memberi semangat untuk dirinya sendiri.

       Lagi pula Sasuke sudah minta maaf karna membatalkan janjinya, dan juga mengganti jadwal janjinya untuk akhir pekan. Itu sama sekali tidak merugikannya, bahkan cenderung menguntungkan sebenarnya. Jalan dengan Sasuke diakhir pekan, itu berarti menghabiskan waktu seharian penuh bukan? Hihihi.. bukannya apa, tapi itu terdengar lebih menarik dari pada hanya makan siang bersama.

       Ck, moodnya sangat cepat membaik kalau mengingat Sasuke. jadi.. apa yang harus Sakura lakukan hari ini? Jangan katakan menyusun skripsi lagi, karna ia ingin mengistirahatkan pikirannya sejenak.

      Lalu Sakura melihat ibunya berjalan menuruni tangga, dan akan berangkat ke rumah sakit kalau melihat dari cara berpakaiannya. Sepertinya bagus juga kalau ia ikut ibunya, hitung-hitung membiasakan diri dengan keadaan rumah sakit yang akan menjadi tempatnya bekerja kelak.

"Ibu akan ke rumah sakit ya?" Sakura bertanya pada ibunya.

"Ya, ibu ada jadwal bedah plastik sebentar lagi. Kenapa?" jawab ibunya dengan sedikit senyum yang masih cantik.

"Aku boleh ikut tidak? Bosan sekali rasanya di rumah sendirian." Sakura mengatakannya dengan menampilkan wajah yang perlu dikasihani.

"Hm? Kau tidak bermain dengan Ino?"

"Tidak, Ino pasti sedang sibuk mengerjakan skripsi juga. Aku tidak mau mengganggu."Sakura membuat alasannya.

"Begitu kah? Baiklah cepat ganti bajumu, ibu tunggu di sini sebentar."

"Yey.. aku akan bergerak cepat, tunggu sebentar ya bu!" Sakura langsung berlari ke kamarnya untuk berganti baju yang agak layak dibawa ke rumah sakit.

"Ya, cepatlah. Sebentar lagi ibu ada jadwal bedah."

       Tak lama Sakura sudah siap dengan kemeja peach dan celana jeansnya, rambut pinknya dikuncir tinggi menyisakan anak rambut dan cukup memperlihatkan lekuk lehernya.

"Sudah bu, ayo berangkat. Aku saja yang menyetir ya?" Sakura menawarkan untuk menyetir.

"Yasudah, terserahmu saja."

       Sakura memang sedari kecil sangat suka melihat ibunya saat di rumah sakit. Itu jadi salah satu penyebab kenapa ia sangat ingin jadi dokter sebenarnya. Ketertarikannya timbul saat ia melihat ibunya sedang memeriksa para pasien dan saat ibunya sedang memakai jas dokter. Dari situ Sakura mulai suka memperhatikan bagaimana cara ibunya menangani pasien. Ya, walaupun ibunya dokter kecantikan dan lebih sering melakukan bedah plastik, tapi tetap saja dia seorang dokter yang sangat handal di bidangnya.

       Setiap Sakura melihat rumah sakit, entah mengapa seolah jiwa penolongnya langsung keluar. Itulah yang disebut passion, pekerjaan yang cocok untuknya dan sesuai dengan kegemarannya. Sakura menyukainya.

      Saat sampai di rumah sakit, ibunya langsung pergi ke ruang operasi bedah plastiknya. Dan Sakura memilih untuk membantu-bantu pekerjaan ibunya ataupun perawat yang dikenalnya. Dia cukup mengenal beberapa perawat atau dokter di rumah sakit ini, jadi setiap Sakura datang, ia selalu membantu setiap pekerjaan yang ada. Mulai dari memberi makanan para pasien, memeriksa infus yang mau habis, atau sekedar memeriksa tensi saja. Ya, apa saja yang perlu di bantulah intinya.

SAKURA IN LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang