11

12K 726 42
                                    

Baru saja hendak memejamkan mata saat terdengar ketukan pelan, lalu bunyi pintu yang dibuka. Aku segera bangkit dari sofa lalu tanpa mengindahkan Mas Danu, segera berjalan menuju kamar. Daripada bicara terus dicueki, lebih baik seperti ini saja.

"Buatkan teh."

Aku menarik napas, kukira, marah akan membuatnya terus diam. Karena bukan tipe pemberontak, segera kubuatkan ia teh lalu meletakkan di meja tanpa mengatakan apa pun.

"Belanjaanmu tertinggal. Ada di bagasi."

Aku mengangguk, lalu meninggalkannya. Selang 15 menit, ia menyusul tidur di sebelahku.

"Jangan diulangi lagi. Tadi, ibu menanyaiku macam-macam."
Masa bodoh, kataku dalam hati. Kupeluk guling lalu mencoba mengatupkan mata.

***

Aku sengaja bermalas-malasan. Usai mengerjakan semuanya, langsung ke kamar atas dan tidur. Atau lebih tepatnya pura-pura tidur. Terus kuacuhkan panggilan Mas Danu yang menyuruh membuat sarapan. Jika ia ke meja makan, ia akan menemukan rendang dari Ibu, juga masakanku yang telah tersaji siap dinikmati.

"Aku hari ini libur."

Aku tahu, sahutku dalam hati. Sudah menjadi rutinitasnya mengambil libur setiap hari Jumat. Tapi, tunggu dulu. Kenapa suaranya terdengar amat dekat? Lekas kutarik selimut sampai menutupi tubuh kemudian pura-pura tidur.

"Buatkan aku teh." Terdengar lagi suaranya yang semakin mendekat, lalu bunyi pintu yang dibuka.

"Li."

Aku terus bungkam. Ia dulu yang memulai. Meskipun aku mencoba menjelaskan, tetap saja percuma. Jadi, lebih baik seperti ini. Mengikuti maunya.

Dadaku bergemuruh saat selimut disingkap, ranjang berderit, lalu ia membalik tubuhku menghadapnya. Tangannya perlahan bergerak membelai rambutku, lalu turun ke bahu. Aku membuka mata sedikit saat merasakan embusan napasnya di wajahku. Kami bersitatap.

"Mas mau apa?"

"Jangan pura-pura tidak tahu."

Aku menjauhkan tangannya dari tubuhku lalu beranjak duduk. "Segera kubuatkan teh."

Ia menatapku penuh selidik.

"Ternyata tidak tidur," gumamnya dengan sebelah mata terpicing.

Aku hanya mengembuskan napas, merasa tak enak karena ketahuan. Baru saja mau berdiri, ia menarikku keras sampai kepalaku menimpa lengan atasnya. Tangannya kembali melingkari tubuhku. Napasnya terasa di puncak kepalaku.

"Jangan pura-pura tidak tau."

Bukannya pura-pura, tapi bagaimana mungkin melakukannya dengan situasi seperti ini? Dengan tatapan yang dingin dan nampak terluka.

Mas Danu menarik bahuku sehingga kini aku menghadapnya. Aku menahan napas selama bertatapan lalu memejamkan mata saat ia memajukan tubuh mendekat, lalu embusan napasnya terasa begitu dekat di wajahku. Semoga setelah ini ... hubungan kami menghangat.

#Danu kecewa sama Liana. Tapi tetep butuh. Kalau kamu yang jadi istrinya, bakal gimana? Kalau aku ... ogah banget, laah, disentuh. Minta maaf dulu baru mau. Eh

Suamiku Seperti BatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang