Dua puluh delapan

156 17 4
                                    

Beruntung gue pulang dengan selamat semalem. Daniel emang bener-bener dah, gue gak ngerti lagi sama kelakuan dia. Perasaan gue selalu gak enak setiap bareng Daniel, tapi ya gimana kan gue terlanjur sayang sama dia. Menurut gue juga kemarin Daniel nembak gue secara halus dan gue juga menerimanya.

Dan parahnya lagi, gue dimarahin sama abang gue. Abang gue masih ngambek sama gue sampe saat ini.

Siswa kelas dua belas di sekolah gue sedang mengadakan ujian praktek. Kebetulan hari ini mata pelajarannya olahraga, jadilah mereka sedang menunggu giliran maju. Mereka akan menampilkan senam kreasi dan biasanya lagunya enak-enak.

Kabar baiknya, kelas sebelas dan kelas sepuluh akan pulang lebih awal. Gue dan Yuta berencana ingin pergi ke bioskop untuk menonton film yang sangat gue tunggu-tunggu.

Saat ini, gue sedang berada di kantin menyantap mie yamin bersama Yuta. Yuta hanya menemani gue makan, ia cuma minum es teh.

"Yut, gue lagi deket sama cowo."

Perkataan gue berhasil membuat Yuta berhenti menscroll ponselnya dan kini Yuta menatap gue. "Siapa? Cepet amat lo move on nya, tumben."

"Daniel, anak SMA produce. Tipikal bad boy gitu sih, tapi baik banget. Dia–

"Jauhin." potong Yuta.

Gue melotot, "APAAN?!"

"Jauhin, Daniel gak baik buat lo. Percaya sama gua, lo mau nangis-nangis lagi?!"

"Daniel baik, Yut. Lo kan gak kenal dia,"

Yuta tersenyum miring, "Berarti lo yang belom kenal dia."

"Udah kenal lah, dia kan cowo gue."

Yuta menghela napas, "Gua tau lo putus asa karna Doy balik lagi sama Seje, tapi gak gini caranya... Mendingan lo balik aja lah sama Taeyong, baik dia."

Gue menatap Yuta sebel, "Yut, this is my life, i can handle it by myself, don't worry."

Yuta memutar kedua bola matanya, "Yaudah terserah lo. Gua udah bilangin pokoknya, kalo ada apa-apa jangan ngeluh."

Sepulang sekolah, beberapa siswa ada yang tergesa-gesa berjalan menuju mading. Sepertinya pengumuman siswa yang lolos pertukaran pelajar. Gue yang penasaran, berjalan menuju mading.

Sesampainya di mading, gue langsung mencari nama gue, tapi nihil. Gue harus menelan pil kecewa, tapi mungkin ini bukan jalan yang direncanakan oleh Tuhan. Sekali lagi, gue harus mengikhlaskan sesuatu.

Yuta barusan menelpon gue, katanya hari ini kita gak jadi nonton. Mau marah, tapi gimana ya? Mungkin aja urusannya yang lain lebih mendesak. Gue akhirnya memutuskan untuk pulang.

Sesampainya di rumah, gue mengernyitkan dahi karna di ruang tamu ada tas cowo. Tentu saja itu bukan tas abang gue karna abang gue biasanya masih di kampus.

"Hai sayang, akhirnya pulang juga." katanya sambil merangkul gue.

"Hai, Niel. Kok kamu gak sekolah?" tanya gue bingung.

Daniel memeluk gue dengan erat. Disaat itulah, gue bisa mencium bau alkohol dari tubuhnya. Pasti Daniel mabuk.

"Kamu abis darimana?!" tanya gue tegas.

"Abis minum bareng cewe-cewe cantik," jawab Daniel yang melantur.

Gue mendorong pelan Daniel, "Aku gak suka kamu minum kaya gini, tolong berhenti."

"Nggak akan!"

"Aku bilang berhenti ya berhenti!"

"EMANG LO SIAPA BISA NYURUH GUA?!" bentak Daniel.

Jujur, gue benci banget dibentak.

🎈🎈

Satu minggu telah berlalu. Kisah cinta gue dengan Daniel yang sempat terguncang pun membaik. Tapi sayangnya, gue baru menyadari sesuatu.

Harusnya gue gak maafin Daniel dan dengerin perkataan Yuta.

Daniel itu super posesif dan cemburuan. Menurut gue hubungan kita bisa dibilang toxic. Tiap gue izin mau jalan sama cowo yang notabenenya adalah teman gue, dia selalu gak izinin, tapi gue selalu nekat jalan. Dan pasti keesokan harinya saat gue bangun, gue gak tau gimana caranya dia udah ada di kamar gue. Setelah itu pasti punggung gue lebam karna dipukul sama Daniel.

Kejadian kaya gini nggak ada yang tau, satu pun. Bahkan keluarga gue karena jujur gue terlalu takut untuk cerita. Apalagi gue selalu mengenakan pakaian tertutup.

Sore nanti gue ada janji sama Daniel, katanya dia mau ngajak gue seneng-seneng. Siang ini gue harus kerja kelompok di rumah Yeji. Kebetulan di rumahnya ada studio. Rumah Yeji ini besar banget, dan gue baru menyadari kalau Hyunjin– temen abang gue– adalah abangnya Yeji.

Setelah selesai rekaman untuk tugas kelompok seni musik, kita makan bersama di halaman belakang rumah Yeji. Kita mengobrol tentang apapun, sampai Yeji bertanya tentang hal yang membuat gue beku.

"Gue gak sengaja liat punggung lo, kenapa memar gitu?"

Gue menelan ludah, "Kayanya lo salah liat, Ji."

"Iya kali ya, mata gue minusnya nambah kayaknya." kata Yeji tanpa ada rasa curiga sama sekali.

"Abang lo yang ganteng itu mana, Ji? Gue kangen dah pengen liat." tanya Ryujin.

"Masih ngampus, dia gak bakal mau sama lo. Gak usah ngarep." jawab Yeji.

"Gue nanya doang, Ji. NANYA DOANG!" kata Ryujin ngegas.

Lia sedang mengedit video rekaman tadi di laptopnya. Wajahnya serius sekali, gue yang melihatnya ingin tertawa.

Tepat jam tujuh malam, Daniel menjemput gue di rumah gue. Tadi gue sempet pulang ke rumah untuk mandi dan berganti pakaian. Daniel membawa mobil, jadi gue memutuskan untuk memakai dress hitam selutut.

Daniel mengajak gue makan di restoran kesukaan gue. Kebetulan gue lagi pengen banget makan spaghetti carbonara. Setelah memesan, Daniel menggenggam tangan gue.

"Aku tau selama ini aku salah dan kasar ke kamu, maaf. Aku janji gak akan kaya gitu lagi. Sebagai gantinya, aku mau ajak kamu ke suatu tempat."

"Kemana? Aku gak mau ke tempat yang waktu itu lagi!"

Daniel senyum, "Tenang, cuma ada aku dan kamu."

Salah banget gue nurut aja sama Daniel. Saat di mobil tadi, gue dipaksa minum air putih. Gue tau pasti ada apa-apanya. Diam-diam gue memuntahkan airnya, tapi tertelan sedikit. Jadilah gue sedikit mengantuk dan pusing.

Keadaannya sekarang gue sedang berpura-pura pingsan. Gue bahkan gak bisa berontak saat Daniel membuka outer yang gue kenakan. Hampir saja ia ingin merobek dress yang gue kenakan, untungnya ponselnya berbunyi dan ia pergi ke kamar mandi. Setelah itu suara kran air terdengar cukup keras.

Dirasa aman, gue membuka kedua kelopak mata. Tanpa membuang waktu, gue mengambil outer dan sling bag lalu diam-diam pergi dari rumah itu. Betapa terkejutnya gue saat menyadari rumah ini bersebelahan dengan bar yang waktu itu.

Gue sebisa mungkin berlari menjauh sambil menelpon teman-teman gue. Kebetulan Doyoung mengangkat teleponnya.

"D-doy... T-tolong gue!"

"Lo dimana? Lo kenapa?!"

Gue menahan tangis, "Halte d-deket hutan... Tolong gue!"

"Jangan tutup teleponnya, gua dijalan."

🎈🎈

Hi, semoga suka. Maaf ya updatenya lama :(

Jgn lupa streaming mv nct yang baru, kece parah. Suka bgt sm konsep mvnya, apalagi doy, ty, sm yuta gans para😍😍🥰

Suka bgt yuta nyanyi trs suaranya taeil emg dah the best bgt😭😍

Memoria [Taeyong • Doyoung NCT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang