Bertemu?

373 24 0
                                    

Episode-episode yang menyesakan. Mungkin Allah ini cara Allah memberitahu aku bahwa seorang Dharma Izadin Narain bukan yang terbaik untukku.

Sebulan aku di Tegal dan sekarang aku sudah kembali ke Jakarta. Aku harap di sini akan ada episode yang sedikit berbeda, tak lagi air mata terus menerus.

Hari ini jadwalku ke rumah sakit. Semenjak hari itu, rumah sakit ini sudah seperti rumah keduaku. Aku sering menyambanginya, bosan rasanya aku dengan bau rumah sakit.

---

Tak ada perkembangan yang berarti tentang penyakitku ini. Pemeriksaan hari ini selesai tanpa ada titik terang menuju kesembuhanku.

Aku keluar dari ruang onkologi dengan langkah gontai sampai tak sadar menabrak seseorang berkas putih seperti dokter umumnya. Sampai kacamataku terlepas.

"Maaf dok." Ucapku menundukan kepala sambil memakai kacamataku.

"Ka.. Kamu Nia?"

'Hei, kenapa dia bisa tahu namaku?'

"Maaf anda siapa ya? Kok bisa tahu nama saya?" Tanyaku heran sambil membetulkan letak kacamata.

"Yakin lupa?"

Sebentar aku kenal suaranya, wajahnya pun familiar. Apa jangan jangan dia..

"Kak Fathur? Ini bener kak Fathur?"

"Nah itu tahu. Eh btw kok di sini? Ruang onkologi?"Ucap Kak Fathur bagian terakhir cukup pelan tapi aku masih mendengarnya.

"Ceritanya panjang kak. Duluan ya kak." Ucapku sembari melenggang pergi.

"Eh tunggu. Gimana kalau kita ngobrol di kantin?" Ucap Kak Fathur, mencekal pergelangan tanganku.

"Gak sibuk?"

"Gak, jamku sudah habis."

---

Kami berdua berbicara di kantin. Awalnya sekedar bernostalgia saat masa masa kuliah dulu, tentang awal perjumpaan di BEM dan lain sebagainya.

Sampai akhirnya kak Fathur menanyakan tentang mengapa aku ke ruang onkologi.

"Panjang kak ceritanya. Semuanya berawal dari kecelakaan dua tahun lalu." Ucapku sembari tersenyum getir mengingat kecelakaan dua tahun silam.

"Dua tahun lalu?"

"Iya kak dua tahun lalu. Awal dari segala macam peristiwa yang kini menimpaku." lagi lagi tersenyum getir mengingat episode episode yang menyesakan itu.

"Apa perempuan bergamis putih yang terpelanting keluar mobil itu kamu?"

Bagaimana kak Fathur bisa tahu kalau saat kecelakaan itu aku memakai gadis putih?

"Mungkin itu aku."

"Jadi pradugaku saat itu benar. Dan apa hubungannya dengan ruang onkologi?"

Aku mulai menceritakan semua kejadian yang menimpaku tentang sel sel ganas yang sekarang menggerogoti tubuhku ini.

"Sebentar deh, suami kamu gak nganterin setiap periksa gitu?"

Tertawa getir, bagaimana aku punya suami jika kekasih yang kujaga hatinya ternyata mendua dan bahkan sekarang sudah menikah dengan wanita lain.

"Menikah aja gak pernah, gimana punya suami? Ada ada aja." kembali tertawa getir mengingat kejadian sebulan lalu. Dia bergandeng mesra dengan wanita lain di depan mataku sendiri.

"Lah belum menikah? Dharma gimana sih, umurmu udah dapat loh 25 tahun."

"Dia sekarang sudah bahagia dengan orang pilihannya kak. Dia gak kuat jika harus mendapat pendamping sepertiku yang lemah ini."

"Gak Nia kamu gak lemah. Dia aja yang terlalu pecundang untuk perempuan sekuat kamu."

"Aku gak kuat kak, aku ini lemah. Kanker rahim stadium 3, itu lebih dari cukup untuk bilang lemah bahkan tak sempurna sebagai wanita."

"Gak begitu Nia. Kamu itu kuat, makanya Allah menguji kamu lebih berat dari yang lain. Be strong girl!  "

Percakapan selanjutnya tak perlu dituliskan di sini. Yang intinya sebelum pulang, kak Fathur minta nomer ponselku dan menanyakan alamat tempat tinggalku.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
TBC
Beberapa Part lagi menuju ending

Agnia Divyanisa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang