t u j u h

887 65 12
                                    


Pyarrr

Fatim yang sedang menonton tv di ruang tengah terlonjak kaget mendengar suara pecahan gelas dari arah dapur.

Gadis itu segera berlari menghampiri asal suara.

"Astagfirullah! Kak Sohwa!!" Fatim memekik kaget mendapati sang kakak yang sudah tergeletak tak sadarkan diri.

Gadis itu pun menghampiri kakaknya sambil membersihkan pecahan beling yang untungnya tidak terlalu banyak.

"Kak Sohwa! Kak... Bangun kak.." Fatim menepuk pelan pipi pucat Sohwa berusaha membangunkannya.

Tapi tak kunjung ada jawaban dari kakak keduanya itu.

"FATEH!! MUNTAZ!!" Fatim berteriak sekeras mungkin memanggil adik-adiknya yang sedang berada di kamar.

Saat ini di rumah, hanya ada mereka berempat. Yang lainnya masih sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Kak Sohwa!" Fateh yang baru saja datang bersama Muntaz langsung menghampiri kakaknya.

"Teh, ini gimana?!" Tanya Fatim panik.
Dua adiknya juga tak kalah panik dari gadis itu.

"Telfon bang Thor aja!" Fateh meraih ponselnya terburu dari dalam saku celana.

"No! Bang Thor lagi rapat kan?" Cegah Muntaz.

Fateh dan Fatim saling bertatapa penuh tanda tanya.

"Yaudah. Telfon bang Atta aja teh!" Putus Fatim akhirnya.

Fateh pun segera mendial nomor abang pertamanya untuk meminta bantuan. Karena tidak mungkin, mereka bertiga yang membawa Sohwa ke rumah sakit.

"Halo bang Atta!"

"....."

"Kak Sohwa pingsan."

"....."

"Ateh juga gak tau."

"....."

"Oke."

*****

Atta memakai jaketnya terburu sambil menuruni tangga.

"Loh, bang Atta mau kemana?" Seorang perempuan bergamis pastel itu menatap Atta heran.

"Sohwa pingsan, gak ada orang di rumah." Jawabnya sambil terus berjalan ke arah pintu.

"Terus Cia gimana? Dia udah nungguin kita loh buat nonton pentas seninya." Perempuan itu mengikuti suaminya sampai ke teras depan.

"Bilang aja aku gak bisa datang. Dia pasti ngerti." Atta bersiap membukan pintu mobil.

"Gak bisa gitu dong! Kamu udah janji mau datang!" Ricis menarik bagian belakang jaket Atta.

Lelaki itu menoleh kesal.
"Terus Sohwa gimana?! Dia sakit, itu lebih penting!" Emosinya memuncak dan berujung membentak sang istri.

"Kamu tuh Sohwa Sohwa Sohwa terus!! Aku juga butuh kamu!" Ricis yang tidak terima balas membentak Atta.

"Tapi sekarang, dia lagi butuh aku banget!"

"Emang saudara kamu yang lain kemana?! Kenapa harus kamu terus?!"

"Tadi kan aku udah bilang, gak ada orang dirumah!" Atta semakin geram saja menghadapi Ricis yang tak juga mengerti.

"Lagian ya, kamu tuh kepala keluarga! Harusnya lebih menting-

"Aku juga abang tertua! Aku juga bertanggung jawab sama adik-adik aku!"

Atta masuk dan menutup pintu mobil dengan keras. Meninggalkan rumah tanpa memperdulikan sang istri yang masih saja marah-marah.

*****

"Gimana dok?" Atta menatap wanita paruh baya berbalut jas putih itu penuh harap.

Dokter itu menghela nafas seraya menyimpan kembali stetoskopnya.
"Sohwa kecapean. Dan ya seperti biasa, dia tidak minum obatnya dengan teratur."

Atta mengusap wajahnya frustasi. Susah sekali menyuruh Sohwa minum obat dengan teratur.

"Terimakasih dok." Ucap Atta dan diangguki oleh sang dokter.

"Saya permisi dulu." Dokter itu pun segera berlalu meninggalkan ruangan.

"Bang.." Fatim membuka pintu dan masuk menghampiri Atta.

"Kalian tuh gimana sih?! Kan udah abang bilang, ingetin kak Sohwa buat selalu minum obatnya!" Omelnya, pelan namun tegas.

Fatim menunduk lesu.
"Iya maaf bang. Lagian kan kita juga punya kesibukan masing-masing. Gak melulu soal kak Sohwa." Gadis itu membeo.

"Kak Sohwa tuh udah ngerawat kalian waktu kalian masih kecil! Sekarang gantian dong, kalian yang rawat kak Sohwa."

"Lagian kenapa sih kak Sohwa tuh berantem terus sama kak Jidah?! Kita semua tuh pusing bang!" Fatim mendongak, beradu tatap dengan mata elang abangnya.

Atta menarik lengan Fatim cukup kasar, membawanya keluar dari ruangan Sohwa.

"Kamu nggak ngerti tim. Masalah mereka terlalu berat." Lirih Atta frustasi.

Fatim pun tak kalah frustasi.
"Lagian kenapa mereka nggak saling memaafkan aja sih?"

"Bang Atta juga nggak tahu, mereka terlalu egois." Jujur saja Atta mulai lelah menghadapi masalah kedua adiknya.

"Bang Thor harus nunda pernikahannya cuma karena mereka. Sol sama Qahtan harus keluar negeri terus karena masalah itu juga! Terus olimpiade Atim ke Singapore juga hampir batal!" Gadis itu meluapkan kekesalan hatinya pada sang kapten. Berharap abang tertuanya bisa menyelesaikan masalah ini.

"Kamu pikir bang Atta nggak capek?! Abang harus berantem mulu sama kak Ricis cuma gara-gara masalah ini! Bang Atta juga pusing, Fatim!!" Lelaki itu tak bermaksud membentak sang adik, tapi dia terlalu emosi dan juga lelah.

Fatim menatap Atta sinis.
"Lama-lama kita semua bisa punya gangguan psikis." Desisnya dan kemudian pergi meninggalkan Atta.

*****

"Kakak capek!!" Teriak gadis itu pada dua adiknya yang sedang duduk di kursi taman rumah sakit.

Fateh bangkit dan segera memeluk Fatim.
"Kak.. what's wrong?" Bocah itu mengusap lembut punggung kakaknya yang bergetar.

Fatim sesenggukan dalam pelukan adik pertamanya. Dia belum berniat untuk menjawab pertanyaan Fateh.

"Bang Atta pasti marahin kak Fatim." Ujar Muntaz dengan aksen cadelnya.

"Udah kak, kita nggak boleh nyerah buat bikin kak Sohwa sama kak Jidah baikan." Fateh mengusap air mata Fatim yang membasi pipi chubby gadis itu.

Fatim melepaskan pelukannya.
"Entahlah, kakak bingung. Kakak capek, tapi kakak juga pingin lihat mereka kayak dulu lagi. Tapi kakak capek Fateh!! Capek!!" Gadis itu meraung. Membuat beberapa orang yang sedang berada disekitarnya menoleh.

"Shuttt..., Hey! Kita akan bikin mereka baikan bareng-bareng." Fateh kembali memeluk Fatim dan membisikkan kalimat-kalimat penenang untuk sang kakak.

*****

Perempuan itu menangis dengan mata terpejam. Air matanya mengalir tanpa isakan. Sangat hening dan menyakitkan.

"I'm so sorry. Maaf udah merepotkan kalian."

____________



Jangan lupa vote dan komennya starss❤️

Thank you!!

SORELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang