Ray masih setengah melambaikan tangan ke arah mobil Netta yang meninggalkan parkiran Pinus ketika seseorang bersuara bariton menyapanya.
"Hello! Lo kayaknya akrab banget sama Netta."
"Well, well." Ray menyeringai dingin. "Makhluk planet mana yang nyapa gue di tengah hujan kayak gini? Apa enggak kurang romantis ada dua cowok ganteng berpayung sedang ngobrol di tengah air yang ditumpahkan langit?" Ray sok puitis sekaligus sarkastis.
Ale berdecak. Dia mengamati Ray yang menurutnya jauh lebih jelek jika dibandingkan dengannya. Akan tetapi, bukan itu tujuannya menyapa cowok kasar tersebut. "Gue mau nanya. Apa lo atau Aru pacarnya Netta?"
Senyum Ray menguap. Cowok itu sudah tahu ke mana arah pembicaraan mereka. Meski dia belum mengenal Ale lama, tetapi dia bisa menebak ada berapa cewek yang pernah bertekuk lutut dan mungkin dipermainkan cowok itu. Namun, Ray tak mungkin berbohong. "Jangan macam-macam sama Netta! Ada gue yang bakal ngelindungin dia dari orang macam lo!" Tatapannya berubah dingin dan mengancam.
Ale mengedikkan bahu tak acuh. "Ah, baguslah. Ternyata bukan." Cowok itu berbalik.
Belum dua langkah, Ray menarik lengannya. "Lo ngapain deketin Netta?!"
Satu entakan di lengan, Ray terdorong mundur. Tenaga Ale ternyata cukup kuat meski badannya terlihat biasa saja. Ray terlalu meremehkannya. Seharusnya, dia mencengkeram dengan lebih kuat.
"Karena lo bukan pacarnya, gue bebas deketin dia." Ale mencebik. "Yah, kalaupun lo pacarnya, gue tetep bakal mendekati Netta dan membuat cewek itu tergila-gila sama gue. Mana ada cewek waras yang nolak pesona gue, persis kayak yang lainnya." Cowok jangkung itu pun melenggang pergi.
"Berengsek!" Ray memaki di tengah deru hujan yang semakin menggila.
Ray ingin melesakkan tinju ke wajah menyebalkan itu, tetapi dia menahan diri sekuatnya. Tidak lucu jika dia sampai berkelahi dengan orang di area kampus dan menyebabkan dirinya mendapat teguran. Apa kata orangtuanya nanti?
Dengan gemuruh penuh kekesalan yang memenuhi dada, Ray menurunkan payungnya. Dingin air hujan langsung membasahi tubuh. Kini, pikirannya jauh lebih tenang dibanding tadi. Ray pun meninggalkan kampus dengan tubuh basah kuyup.
***
Malam tiba dengan cepat. Netta kembali menjerit memikirkan betapa kacau tugas nirmana 2D yang dibebankan kepadanya. Parahnya, dosen meminta mereka untuk tidak memakai warna-warna kontras dan harus menggunakan gradasi yang halus.
Suasana kamar yang diiringi suara deras hujan tetap tak membuat Netta merasa tenang. Hawa pendingin ruangan yang disetel pada suhu 23 derajat seharusnya membuat cewek itu nyaman. Sayang, semua tampak sia-sia.
Sketsa kasarnya sudah terbentuk. Sebuah transformasi ulat menjadi burung kolibri. Netta hanya mencari bentuk unik yang jarang dipilih orang karena umumnya ulat menjadi kupu-kupu.
Netta menarik napas. Memikirkan semua kemungkinan selalu membuat hati cewek itu cemas. "Ya, sudahlah," bisiknya. Percuma memikirkan yang belum pasti. Sekarang, tugasnya adalah mengerjakan sketsa sebaik mungkin untuk diasistensikan secepatnya.
Suara dering gawai mengejutkan Netta. Siapa yang meneleponnya pada saat seperti ini? Nomor tak dikenal. Ah, mungkin saja hanya penipu yang acak mencari korban, atau mungkin pencari mangsa pinjaman berbunga.
Baru saja Netta hendak melanjutkan pekerjaannya, dering itu kembali terdengar. Begitu pula ketika dia mengabaikan untuk yang keempat kalinya. Nomor yang sama. Netta mengembuskan napas. Mungkin orang itu serius ingin menghubunginya. Kenapa dia tidak mengirim pesan sebelum menelepon? Tidak semua orang nyaman mengangkat telepon dari nomor tak dikenal. Mungkin memang sebaiknya dia memakai aplikasi pendeteksi nomor telepon asing.
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Shireishou - Eyenomaly
RomanceNetta buta warna parsial merah-hijau. Dunia Netta seakan runtuh. Cita-citanya masuk jurusan DKV terancam kandas. Beruntung dia bisa memalsukan surat keterangan kesehatannya dan lolos di Universitas PINUS. Takut kondisinya ketahuan, dia menjadi pem...