Bab 13: Teman Sejati

2.5K 406 302
                                    

Mood Netta kacau balau. Dia bergerak menuju ruang dosen tepat pukul delapan kurang lima belas. Jantungnya berdentam dengan hebatnya. Sesekali, dia menarik napas dan mengembuskannya dengan berat. Beban itu terasa nyata. Dia takut dosen itu akan merobek tugasnya menjadi serpihan kecil. Kemudian, tugasnya adalah memunguti serpihan itu satu per satu.

Namun, tentu saja hal itu tidak mungkin terjadi. Netta sebenarnya tahu. Akan tetapi, ketakutan terlalu menenggelamkannya dalam khayalan-khayalan absurd yang justru membuat hatinya tak tenang dan tangannya tak berhenti gemetaran.

Suara ketukan pintu membuat Genta, dosen Netta, menoleh dan langsung mempersilakan Netta masuk. Pria paruh baya yang biasanya terlihat killer di kelas itu justru tersenyum ramah saat melihatnya. "Masuklah. Bapak enggak sabar mau lihat hasil karyamu."

Mendengar kalimat itu, hati Netta seperti direnggut paksa. Nyeri. Genta meletakkan harapan besar pada karyanya, tetapi hanya sebatas ini yang bisa dia berikan.

Genta memandangi kertas yang disodorkan Netta ketika keduanya telah duduk berhadapan. Sejenak, pria itu mengamati wajah Netta. Kantong mata menghitam, bibir pecah-pecah, dan mata memerah membuat pria itu sadar bahwa mahasiswinya ini kurang tidur. Namun, mengapa hasilnya seperti ini?

"Kamu ada masalah?" Suara lembutnya bertanya penuh simpati.

Netta tergeragap mendengar pertanyaan mendadak itu. Dia kembali menunduk dan menggeleng perlahan.

"Kalau kamu ada masalah, bilang aja. Bapak mungkin bisa bantu."

Netta masih membisu. Sudut matanya menghangat. Dia sudah ingin menangis. Bukan karena ketakutan, tetapi justru karena Genta memperlakukannya begitu baik.

"Baiklah, Bapak enggak akan memaksa. Namun, Bapak juga enggak bisa meloloskan karya dengan tinta seperti ini."

Napas Netta seperti terhenti. Dia tak berani berpikir apa pun. Semua terlalu menyakitkan.

"Bapak yakin kamu bisa mengerjakan jauh lebih baik daripada ini. Istirahat saja dulu hari ini. Tidur cukup, besok buat lagi. Tracing saja tanpa perlu membuat sketsanya ulang. Itu akan menghemat waktu."

Ucapan terima kasih samar terdengar dari bibir mungil Netta.

"Aru dan Ray sudah selesai kemarin. Hasilnya sama indahnya dengan punya kamu kalau lebih rapi. Proses transformasi kamu sangat bagus. Hanya saja, menintanya terlalu terburu-buru hingga berantakan di mana-mana. Bapak percaya sama kemampuan kamu."

Netta nasih bergeming.

"Jaga kesehatan. Bapak dengar kamu nyaris pingsan saat pelajaran CB?"

Netta mendongak penuh keterkejutan. Bagaimana mungkin gosip itu menyebar begitu cepat? Apa dosen CB menandainya sebagai mahasiswa berperilaku buruk?

"Pak Don mengkhawatirkan kamu." Senyum itu tak kunjung menghilang. "Kalian bertiga sudah menjadi mahasiswa favorit di jurusan ini." Ada tawa kecil terdengar.

Netta hanya berterima kasih perlahan. Dia benar-benar tak berani bicara, apalagi berkisah mengenai apa yang sebenarnya terjadi.

"Ya sudah, istirahatlah. Bapak enggak mau nahan kamu lama-lama. Lekas tidur, lalu kalau sudah segar, kamu bisa melanjutkan nirmanamu."

Netta bangkit dari kursinya menunduk sedikit dan meminta izin untuk keluar ruangan. Dengan gontai, Netta melangkah. Mood-nya terjun bebas. Dia bahkan terlalu malas untuk bertemu Ale untuk makan bersama. Akan tetapi, pulang pun dia enggan. Kini, cewek itu hanya duduk termangu di teras kampus.

***

"Jam berapa dia datang?" Cassandra masih bergelayut manja di lengah kukuh Ale.

Cowok itu melirik jam dinding. "Mungkin setengah jam lagi. Gue pengin ngasih kabar gembira buat dia." Ekspresinya mendadak serius. "Kalian jangan mengganggu kesenanganku!"

[CAMPUS COUPLE] Shireishou - EyenomalyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang