Sejak urusannya dengan Ale selesai, Netta mendapatkan kembali ritme mengerjakan tugas dan belajarnya. Mood-nya juga sangat, sangat baik. Mengingat dia memiliki dua orang sahabat yang selalu bersedia mendukungnya membuat hatinya sedikit tenang.
Alasan dia tak melihat Ale beberapa hari terakhir karena ternyata cowok itu meminta pindah kelas. Rupanya, cowok itu memang punya pengaruh luar biasa di kampus. Dia bisa pindah ke kelas DKV lain tanpa kesulitan. Untung Aru dan Ray bermain cerdik untuk menghadapinya. Namun, kini Netta malah berbahagia. Dia tak perlu berurusan dengan Ale dan juga para selir julidnya.
Seminggu berlalu dengan lancar dan penuh tawa. Kini, Netta duduk di lantai kamarnya, memandangi kertas tugas dengan gamang. Aneka botol cat poster berderet di sebelah kanan. Satu mangkuk air tampak setia bergeming di sisi kiri. Sebuah wadah untuk mencampur warna juga tersedia. Entah sudah berapa tisu habis untuk membersihkan kuas yang dipakai berulang.
Pola yang sudah ditinta dengan drawing pen sebenarnya membuat mood-nya naik. Dosennya pun sama sekali tidak mengajukan protes karena karya Netta dinilai sangat memukau. Transformasi bentuk dari ujung ke ujung dengan motif lengkung yang sangat elegan. Aru bahkan memujinya habis-habisan.
Ah, mengingat cowok itu membuat jantung Netta kembali bergemuruh. Apa yang membuat dirinya merasa begitu bahagia mendengar setiap pujian cowok itu? Seolah semua hal buruk di dunia bisa disingkirkan sejenak jika mendengar kata-kata lugasnya.
Mungkin Aru memang bukan cowok sempurna. Namun, bagaimana mahasiswa satu itu memberi pujian dan perhatian, selalu meluluhkan semua ucapan kasarnya. Netta berpikir, mungkin Aru hanya orang yang selalu dipuji oleh sekitar. Dia tak diajari cara untuk meletakkan diri pada posisi lawan bicaranya. Bicara tanpa rem dan kerap merendahkan. Apa mungkin Aru bisa berubah kelak jika mereka menikah?
Ya Tuhan! Netta menggeleng-geleng dengan cepat. Kenapa otaknya semakin melanglang buana ke mana-mana? Tidak ada waktu untuk jatuh cinta apalagi pacaran. Masalah utamanya sekarang adalah nirmana datar. Jika dia bisa melewati ini, mungkin ke depannya akan lebih mudah.
Ya ..., mungkin.
Ah, tetapi hati siapa yang bisa berkilah dari cinta? Tidak pula Netta. Setiap kali kepalanya pusing dengan tugas, wajah Aru yang pertama kali terlintas. Setidaknya, seluruh pikiran yang rumit, sedikit merasa tenang.
"Ayolah, Net! Jangan mikirin cowok mulu!" Netta memukul kepalanya sendiri. "Ayo fokus!"
Kali ini, dia kembali menekuri lembar tugasnya. Ada yang besar dan ada yang kecil untuk berlatih. Entah sudah berapa gumpalan kertas yang bertumpuk di dalam tong sampah.
"Kenapa warna kalian kelihatan samaaa?!" Jeritan tertahan terdengar. Cewek itu mencoba mencampurkan cat poster warna merah muda dengan air. Dia bahkan menakarnya dengan pipet. Namun, berapa banyak pun air dicampurkan, dia tetap melihat warna yang sejenis. Kontrasnya nihil.
Demikian pula saat dia mencoba mencampurkan warna hijau. Semua tampak sama. Sekali lagi dia meremas kertas dan melemparnya ke tempat sampah. Meleset. Lagi-lagi, suara debas terdengar. Dia terlalu malas untuk bangkit dan memasukkannya ke keranjang.
Ah, sudahlah. Nanti saja sekalian, batinnya.
Netta kini menggaruk rambutnya kasar. "Masa harus bikin gradasi biru ke kuning? Enggak pastel banget itu warna. Lagian, aku juga enggak terlalu bisa membuat gradasi biru dan kuning sebanyak ini!" Netta menatap hampa ke arah setiap bentuk yang telah dibuatnya. Setidaknya, dia butuh lebih dari sepuluh jenis warna.
"Aku harus gimanaaa?"
Tiba-tiba, wajah tampan itu kembali muncul di pikirannya. "Kalau aku tanya Aru, kira-kira gimana, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Shireishou - Eyenomaly
RomantizmNetta buta warna parsial merah-hijau. Dunia Netta seakan runtuh. Cita-citanya masuk jurusan DKV terancam kandas. Beruntung dia bisa memalsukan surat keterangan kesehatannya dan lolos di Universitas PINUS. Takut kondisinya ketahuan, dia menjadi pem...