Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Dirumah sakit, membuat waktunya tersita sangat banyak. Untung saja luka Rey tak begitu parah sehingga dokter memberinya pulang. Malam ini Rey pulang dengan hati-hati. Hentakan kakinya dibuat sepelan mungkin agar tak terdengar Agus dan Helen nantinya.
Biasanya di jam seperti ini orang tua Rey sudah di kamar untuk tidur. Namun, suara deheman membuat langkah kaki Rey terhenti. Dengan ragu-ragu lelaki itu membalikkan badannya dan tepat sekali menemukan wajah Mama dan Papanya penuh selidik.
Rey menyengir lebar, "maaf Ma, Pa, tadi Rey habis buat tugas kelompok," ucap Rey sambil terus berusaha memalingkan wajahnya sebisa mungkin agar lebam di wajahnya tidak ketahuan.
Helen masih menatap putranya penuh selidik, "yakin?"
Begitupun dengan Agus yang juga ikut menimpali ucapan istrinya, "kalo bohong dosa, loh!"
"Rey capek Ma, Pa," ucap Rey bermaksud membuat orang tuanya menyuruhnya pergi ke kamar.
Agus dan Helen saling pandang, sedetik kemudian mereka sama-sama mengangguk.
"Kamu itu lupa jam makan malam? Kita kelaperan nungguin kamu, Rey," ucap Helen yang diangguki Agus.
Rey menepuk jidatnya. Sungguh, dia lupa! Makan malam dengan keluarga adalah suatu kewajiban baginya. Bagaimana Rey bisa lupa? Bahkan Mama dan Papanya sampai rela tidak makan demi menunggu sang putra.
Rey menarik Agus dan Helen menuju meja makan. Yang ditarikpun tersenyum senang.
Ayam kecap dengan sayur kangkung kecap. Helen pas sekali memasak makanan kesukaan putranya.
Rey tersenyum sumringah melihat makanan yang ada dihadapannya, "maaf ya Ma, Pa, makan kita jadi kemaleman."
Bukannya menjawab pertanyaan putranya, Helen malah sibuk mengamati wajah putra tunggalnya itu. Ada banyak lebam dan terlihat wajah Rey sangat pucat. Dengan sigap Helen menangkup wajah putranya, menelitinya lebih dalam lagi.
Rey yang menyadari bahwa lukanya ketahuan langsung memalingkan wajahnya dari Helen.
Helen menghembuskan nafas lelahnya, "kenapa wajah kamu? Berantem? Jangan kayak anak kecil, Rey!"
Menyadari ucapan istrinya, Agus ikut melirik ke arah Rey dengan menelitinya lekat-lekat. Benar saja, Agus bisa melihat banyak lebam dan pucat di wajah putranya.
Rey menunduk merasa bersalah, "maaf, Ma. Tadi ada masalah sedikit sama temen."
Agus menyahut, "yakin gak bohong? Jangan kebiasaan bohong, Rey!"
Rey mengangguk ragu, "iya Pa, Rey tadi lagi ada masalah sama temen."
Sebuah pesan masuk ke ponsel Helen. Awalnya dirinya tak ingin membaca karena keadaan yang sedang tak memungkinkan. Namun karena, tertera sebuah nama gadis yang sudah dianggap sebagai anaknya sendiri, Helen langsung membukanya.
From Aqila cantikku
Tante, ini Aqila. Maaf malem-malem ngabarin tante. Rey tadi habis berantem tante, dia berantem buat nyelamatin Qila. Tolong jangan marahin Rey ya tante, Qila yang salah udah buat Rey jadi berantem. Oiya tante, luka Rey gak parah-parah banget kok Tan, tapi harus rutin juga buat diobatin kata dokter. Maaf ya tante Aqila gak bisa bantuin Rey ngobatin lukanya. Titip salam buat Rey ya Tan, semoga cepat sembuh.
Sebuah senyuman terbit saat Helen membaca pesan yang begitu panjang itu. Rasa khawatir Helen sedikit berkurang. "Jadi ini alasan kamu tadi buru-buru sampek gak hirauin panggilan Mama?" Batin Helen.
Agus yang menyadari senyuman istrinya langsung bersuara, "kenapa senyum-senyum sih Ma. Ini anak kita habis berantem, loh!"
Rey juga memperhatikan raut wajah Mamanya seketika berubah saat membaca pesan itu. Siapa yang mengirimi pesan kepada Mamanya malam hari begini?
KAMU SEDANG MEMBACA
AQILA (COMPLETED)
Teen FictionDON'T COPY MY STORY!!! ***** Semua berawal dari masuknya Aqila ke SMA Bakti Bangsa. Banyak hal yang terjadi di luar rencana awalnya. Rencana awal Aqila masuk ke sekolah itu hanya satu, yaitu kembali melanjutkan hubungannya dengan Rey, sang mantan. N...