AQILA (31)

791 45 3
                                    

Semua seperti pembohong yang tersenyum dibalik segala kebenciannya.
-anonim

*****

Malam ini Aqila sudah siap dengan pakaian santainya. Celana panjang dan baju kaos hitam polos lalu dengan tas samping andalannya.

Aqila sudah mempersiapkan semuanya. Mulai dari pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan Elano nantinya, makian-makian Elano padanya, hingga yang terakhir hati. Aqila sudah mempersiapkan hatinya. Dia sudah berjanji, tak akan melarang Elano. Mau mereka berpisahpun Aqila sudah siap. Bukan dirinya tak lagi menyukai Elano, ini semua karena dirinya lelah. Semua seperti pembohong yang selalu berwajah jujur padanya.

Elano tak menjemputnya, entahlah lelaki itu tak ada menawarkan akan menjemputnya. Disinilah Aqila sekarang, taksi yang siap menuju ke taman tempat biasa. Sebelum berangkat, Seira menelfon Aqila selama 1 jam lamanya. Banyak nasehat dari gadis itu untuk sahabatnya. Mulai dari, jangan mengambil keputusan yang akan disesali nantinya, jangan hanya diam disaat Elano memakinya, jangan pura-pura kuat disaat dirinya ingin menangis.

10 menit berlalu. Aqila turun dari taksi lalu segera ke tempat Elano menunggu. Aqila tahu lelaki itu pasti sudah disana. Elano tak pernah menyuruh Aqila menunggu.

Sebuah hentakan kaki terdengar mendekat, lelaki yang sedang menunduk itu mengangkat kepalanya dengan wajah lesu. Dia juga tersakiti.

Aqila berusaha tersenyum, walau Elano tak lagi membalas senyumannya. Aqila tahu tak perlu lagi berbasa-basi, karena Elano bukan lagi Elanonya yang dahulu. Aqila duduk tepat disebelah lelaki itu. Cuaca sangat mendukung, langit mendung yang siap akan menurunkan hujan.

"Hubungan kita harus berakhir sampai disini." Ucap Elano dengan suara datarnya yang sama sekali tak menatap Aqila.

Aqila tersenyum pahit, dia tahu ini akan terjadi. Elano yang tak akan lagi tersenyum untuknya, Elano yang tak akan lagi menatapnya. Hubungan mereka memang harus berakhir.

"Maaf udah buat semuanya kacau. Kalau ketemu Bimo dimimpi, sampaikan kalau aku minta maaf." Ucap Aqila tersenyum sendu.

Bimo? Nama itu kembali membuat luka dihatinya. Semua berakhir semenjak Bimo pergi, tak ada lagi kebahagiaan semenjak Bimo pergi. Indra pergi, Rey pergi, dan kini Aqila juga akan pergi.

"Semua gak salah Rey. Jangan salahkan dia semuanya, Lan. Aku minta maaf udah buat Rey harus berada di situasi yang rumit sampai akhirnya Bimo me---"

"Jadi sekarang lo berdua mau saling bela-belaan gitu?" Ucap Elano memotong ucapan Aqila dengan senyuman sinisnya.

"Bukan bela, cuma mau meluruskan. Itu udah takdir yang diatas, kamu gak berhak sebut dia pem----"

Lagi-lagi ucapan Aqila terpotong, kali ini dengan tawa Elano yang sulit diartikan. "Gak berhak? Lo sama aja kayak dia. Harusnya sih gue gak bilang cuma dia yang pembunuh, karena lo juga pembunuhnya."

Tepat pada saat itu petir menyambar. Benar saja, hujan itu akan turun. Aqila tak menyangka, orang yang disukainya kini mengatakan dirinya pembunuh. "Lo emang bukan Elano yang gue kenal lagi." Ucap Aqila yang kini tak memakai aku-kamu lagi.

"Lo pikir aja, setelah semua terjadi lo masih bisa anggep gue Elano yang sama? Bodoh!"

"Padahal lo juga salah. Disini bukan cuma gue yang salah, bukan cuma Rey, tapi lo juga. Baik gue, Rey, ataupun lo, kita semua sama-sama salah, Lan!" Ucap Aqila dengan suara yang meninggi.

Elano kembali tertawa. Tawa itu tak lagi semanis dulu, kini tawanya menyeramkan. "Jangan sama-samain gue kayak lo ataupun Rey! Kita beda! Salah gue apa? Cuma karena gue bohong? Iya?"

Cuma dibilang? Cuma? Emosi Aqila kini sudah naik tingkat. Benar yang dibilang Seira, tak boleh diam disaat Elano memaki-makinya.

"Cuma? Lo bilang cuma karena bohong? Lan, lo harusnya mikir. Semua kedekatan kita berawal dari bohong lo itu! Andai dari awal lo bilang lo sahabat Elano, Lan gue gak akan pernah jatuh cinta sama lo! Gue gak akan jatuh cinta sama sahabat mantan gue sendiri! Dan lo tau, lo juga yang selalu deket sama gue. Lo yang buat gue nyaman. Lo yang nyatain cinta ke gue. Semua berawal dari lo dan lo bilang itu CUMA?!" Ucap Aqila dengan menggebu-gebu.

Elano memikirkan setiap perkataan Aqila. Dirinya memang munafik mengatakan bahwa mereka berdua yang salah. Tapi disini juga salahnya. Elano-lah yang membuat mereka menjadi dekat hingga saling suka seperti ini.

"Gue tau gue salah, tapi gue ngaku Lan. Gue ngaku gue salah, harusnya gue gak buat Rey masuk disituasi yang buat dia bingung. Harusnya gue ngusir Rey waktu itu. Harusnya gue nyegah nyokap biar gak nyuruh Rey kerumah. Harusnya gue marahin nyokap karena harus manggil Rey diam-diam tanpa sepengetahuan gue. Tapi asal lo tau, jangan sekali-kali lo bilang nyokap gue pembunuh atau apapun itu yang gak baik! Lo bisa salahin gue, semua hal yang terjadi lo bisa anggep gue yang salah. Karena kita berbeda Lan, gue bukan kayak lo yang gengsi buat bilang salah. Gue bukan kayak lo yang selalu nganggep orang salah!" Semua hal yang ingin diucapkannya sudah terucapkan. Aqila tak menyesal dengan kata-katanya, entah itu menyakiti Elano atau bukan, Aqila sudah tak perduli.

Elano malah tersenyum sinis, senyum yang dibenci Aqila. Aqila tak lagi menginginkan senyuman Elano, dirinya akan melupakan senyuman itu.

"Harusnya dari pas dateng lo udah ngomong panjang lebar begini biar masalah kita cepat selesai. Oh iya, jangan merasa lo paling bener karena gue pernah suka sama lo. Qil, setiap liat wajah lo sama Rey, gue benci karena pernah perhatian ke kalian. Semua cukup sampai disini, jangan pernah lagi ngeliatin wajah lo dihadapan gue! Lo boleh pergi kemanapun, asalkan jangan kembali kehadapan gue. Atau kalau lo gak mau pergi, biar gue yang per----"

"Lo gak perlu pergi. Gue udah ngurus surat pindah. Besok gue pindah dan gak akan lagi ngeliat wajah lo. Satu hal Lan, disaat tadi gue sampai kesini gue akan bilang gue pergi tapi hati gue gak akan pergi. Tapi semua berubah karena semua ucapan lo itu, Lan mulai hari ini gue juga gak mau lagi liat wajah lo! Lo juga jangan pernah ngeliatin wajah lo dihadapan gue lagi! Gue pergi, tapi saat gue kembali gue harap lo gak ada dihadapan gue!" Ucap Aqila dengan air matanya yang mulai bercucuran.

Awalnya Aqila akan pergi baik-baik dari hadapan Elano. Aqila akan bilang bahwa dia akan pergi, namun hatinya tak akan pergi karena cintanya masih kepada Elano. Namun semua berubah. Bukan hanya Elano, Aqila juga akan berubah mulai dari sekarang.

Hatinya sakit. Hati Elano benar-benar sakit. Semuanya hancur. Gadis yang diperjuangkan dan dicintainya memilih pergi dengan cara yang menyakitkan. Air mata gadis itu sangat terlihat bahwa dia membenci Elano.

"Surat pindah gue udah siap semua. Besok gue pergi, makasi buat semuanya. Jangan pernah dateng dihapadan gue lagi. Maaf buat semua kesalahan gue." Ucap Aqila lalu berdiri dari duduknya. Tanpa menatap Elano untuk terakhir kalinya, Aqila pergi diikuti dengan hujan yang mulai turun dengan deras.  Aqila pergi untuk selamanya, walau nanti dia pulang, Aqila harap Elano tak ada dihapadannya.

Elano tak menahan, tak memanggil, tak juga melihat wajah Aqila untuk terakhir kalinya. Elano membenci Aqila karena setiap melihat wajah itu, persahabatannya dengan Indra, Rey, dan Bimo kembali muncul. Disatu sisi hati Elano masih sama, dirinya masih mencintai Aqila dengan sepenuh hati. Dibawah hujan yang semakin deras, air matanya terjatuh. Lelaki kuat sepertinya tak ingin menangis, namun melihat Aqila pergi karena setiap ucapannya, Elano menyesal.

*****

Huaa sabar ya, ini blm ending kok:)

Makasi buat yg udah baca sampai sini😘

Vote komen jgn lupa

🌿

AQILA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang