3. Iri hati

5.7K 599 192
                                    

Ada sesuatu yang membuat Keesha tak nyaman. Sesuatu beraroma fresh yang entah kenapa memiliki tanda merah setiap kali ia menciumnya. Aroma itu biasa ia cium saat seseorang barusaja melakukan kegiatan gila yang entah kenapa menjadi hobi.

Kini mereka masih ada di perjalanan menuju rumah. Beberapa kali Keesha melirik ke lelaki yang tampak lebih pendiam sore ini. Mungkin ada yang sedang dia pikirkan, atau sesuatu terjadi di dunia kerjanya, yang jelas Keesha merasakan perbedaan Darren yang cerewet dengan sekarang.

Getaran singkat dalam tas membuat Keesha memilih mengalihkan perhatian.

Kee, sabtu sore free?

Seulas senyum menghiasi wajah lelah Keesha. Ia belum mau membalas pesan tersebut karna tidak mau dianggap cepat tanggap. Masih dengan senyum, Keesha memilih menatap jalanan di depannya atau berganti ke jendela samping. Ia menahan senyum sumringah yang tak seharusnya orang lain tahu. Tetapi, ia salah, seseorang yang pernah berjanji pada dirinya sendiri untuk menaklukan hati Keesha sudah lebih dulu menangkap basah senyum bahagia tadi. Sesuatu yang membuat hati lelaki di samping Keesha tergelitik untuk bertanya.

"Any good news?"

Wajah Keesha berubah datar dalam hitungan sepersekian detik. Ia menoleh menatap sahabat masa kecilnya.

"Ada. Beberapa guru ngadain rekreasi," jawab Keesha, tentu saja berbohong. Tatapan wanita berkacamata itu kemudian menajam. "Any bad news?" tanya Keesha balik.

Darren yang masih membagi fokus dengan kemudi, menoleh sekilas pada penumpang di sampingnya. Tidak ada senyum di bibir, Darren hanya mendiamkan pertanyaan Keesha sampai berapa lama untuk dirinya memikirkan jawaban. Sampai dengan mobil sepanjang hampir lima meter itu mulai memasuki kawasan rumah tinggal Keesha, Darren belum menjawab pertanyaan tadi.

Mesin mati. Dengan mata telanjang, Darren bisa melihat di depan sana ada seorang lelaki bertubuh tinggi tegap yang sebagian rambutnya memutih, sedang menatap tajam ke arah Jeep-nya.

Darren melepas seatbelt tapi masih menahan lockdoor untuk sementara. Melihat Jonathan yang sedang asyik bermain air dan tanaman di depan pagar rumah, membuat sedikit banyak dia menarik napas karna tertekan.

"Aku bertemu wanita yang dulu pernah menjadi incaranku di universitas," ucap Darren gamblang, membuat Keesha yang sedang melepas seatbelt, lantas menatap lelaki itu.

"Dia bukan wanita sembarangan. Setiap aku mendekatinya, dia menjauh. You know me so well, Kee. Aku bukan tipe lelaki yang ingin mengejar, am I?"

Keesha bengong. Ia tidak siap menerima cerita Darren yang menurutnya terlalu buru-buru. Selesai melepas seatbelt, Keesha pun memilih duduk diam mendengarkan. Ja juga menatap ke arah luar sana yang menampilkan ayah kandungnya sedang memanjakan tanaman, semakin lama lelaki itu menggenggam selang, semakin lama Jonathan juga mendekati Jeep Darren, bahkan kelihatan sekali kalau mencuri-curi lihat.

Keesha menoleh, menatapi sahabatnya dengan pandangan polos. "Terus?"

"Tadi siang dia datang ke ruanganku—"

"Dia memutuskan mengejarmu?"

"No—I mean, yeah. Tapi bukan begitu kronologinya. Dia justru lebih dari mengejarku. Kamu paham 'kan, Kee?"

Kerutan samar tercipta di kening Keesha. Ia kembali menatap arah depan dan melihat Jonathan sudah semakin dekat ke mobil Darren, bisa dibilang lelaki itu sudah berdiri tepat di depan Jeep.

Keesha mengangguk sekali dan kembali menatap lelaki di sampingnya. Dari sebuah tatapan, Keesha menyuruh Darren untuk melanjutkan cerita.

Namun, bukan sebuah cerita yang keluar dari mulut Darren. Lelaki itu menatap Keesha dengan pandangan berbeda, pandangan yang bisa diartikan sebagai zona bahaya untuk si wanita berkacamata. Karna Keesha ingat betul, Darren hanya akan menatapnya seperti itu jika ada sesuatu yang menjadi pertimbangannya. Sesuatu yang tak mungkin berisiko kecil. Seperti dulu, saat lelaki itu meminta pendapat apakah dia harus bekerja sebagai CEO atau dosen lulusan ITB dengan pengakuan cumlaude.

• That Somebody's Me! •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang