6. Alasan

5K 545 45
                                    

"Miss. Keesha? Miss. Keesha??"

Tangan itu mampir ke sebelah pundak Keesha, menyadarkan si kacamata dari ruang lamunan. Seulas senyum terlihat, Keesha terlalu lama menatapi titik hampa yang membuat ia tampak begitu bodoh.

"Maaf. Ada apa, Ares?"

Kerutan samar tercipta di kening lelaki yang barusan menyadarkan Keesha. "Oh, aku kira kamu lagi mikir cicilan bank? Seharian ini kamu aneh."

Lagi-lagi Keesha tersenyum mendengar jokes garing dari Ares. Mulutnya tak mau menjawab sebuah tebakan dari lelaki itu, yang ujung-ujungnya bisa membongkar aib sendiri. Keesha menghela pelan, pikirannya masih belum bisa melepas sebuah memori pahit beberapa hari lalu.

Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Dengan gerakan santai, Keesha menata semua buku dan beberapa lembar susunan prodi belajar ke dalam tas. Waktunya pulang, tapi Keesha tak perlu lagi merepotkan sahabat baiknya setelah mobil yang kemarin sempat masuk bengkel, sudah dinyatakan beres seratus persen, menurutnya.

"Ares, aku pulang dulu," pamit Keesha ingin keluar dari ruang guru. Tangannya yang membawa sebuah paper bag terasa dicekal oleh tangan lain. Keesha menoleh, tatapan bertanya ia layangkan pada lelaki yang gantian melempar tatapan bingung.

"Ini sudah tiga hari sikapmu aneh. Maaf, tapi kalau aku punya salah—"

Keesha menggeleng tegas. Ia tersenyum menenangkan Ares yang jelas-jelas khawatir. "Aku cuma lagi banyak pikiran. Maaf, harusnya aku yang bilang itu."

"Tapi bukan masalah di antara kita?" Raut khawatir sangat kentara di wajah Ares.

"Bukan. Sama sekali bukan."

"But you oke for now?"

"Iya." Keesha tersenyum, sangat tipis. Semoga .., lanjut Keesha dalam hati, kemudian ia menarik perlahan tangannya dari cekalam Ares. Keesha mengangguk pamit. Keluar dari ruang guru dengan jiwa dan raga yang lelah. Seseorang perlu menyelamatkannya dari sebuah kekacauan hidup karena satu sahabat.

Berapa hari kejadian pahit itu berlalu? Dua, tiga, empat hari? Bahkan untuk sekadar jalan ke parkiran pun, Keesha harus kembali melamun. Pikirannya penuh. Satu-satunya obat yang mampu membawa kewarasan Keesha kembali adalah dengan mengajak bicara Darren secara baik-baik. Tetapi ... apakah itu bisa berhasil?

Keesha menunduk sekilas, tiba-tiba saja matanya berlinang. Ia tidak mau apa yang sudah terjalin lama, harus rusak karna hal sepele.

Bunyi alarm mobil terdengar dari remot kontrol jarak jauh. Begitu Keesha masuk ke mobil BMW warna putih miliknya, Ares baru berani menampakkan diri. Lelaki itu mematung, memikirkan banyak hal dan ada tumpahan pertanyaan tentang Keesha. Melalui kacamata frameless yang ia kenakan, ia melihat Keesha bahkan melewatinya tanpa menekan klakson sebagai sapaan terakhir. Sesuatu pasti terjadi pada Keesha dan itu membuat hubungan baik mereka sedikit terganggu.

***

Suara samar dari percakapan pengunjung lain terdengar. Perlahan Darren membawa mundur bibirnya dari bibir Keesha. Dia bisa melihat bagaimana Keesha cukup terkejut karna kelakuannya. Hanya sekilas, Darren bahkan berani menyapu bibir manis tersebut menggunakan ibu jarinya.

Tubuh Keesha gemetar. Sesuatu melecut kemarahannya hingga membuat ia mengepalkan kedua tangan.

"Don't," bisik Darren sudah bisa menebak tindakan apa yang akan dia terima dari salah satu tangan Keesha. Mata tajamnya memerangkap mata basah Keesha, begitu cantik dan lembut sekaligus terluka.

Siapa yang berani melukai wanita secantik Keesha? Jika ada pertanyaan seperti itu, sudah pasti Darren akan maju paling depan dengan segenap permohonan maaf.

• That Somebody's Me! •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang