11

1.7K 173 7
                                    

"astaga renjunnn, kemana anak itu. Kenapa dia tak mengangangkat telponkuu"

Surai hitam itu teracak kasar untuk sekian kalinya. Ia park Jimin, masih menuntut cerita dari renjun

Bahkan kini ia sudah mondar mandir diruang tengah dengan ponsel yang masih berada di genggamannya

Hingga pada akhirnya, sebuah suara pantulan pintu yang cukup keras membuyarkan lamunannya

BRAKKKK

"Appa? Kau sudah pul-

Hyung?"

Jimin tertegun, kala yang datang bukanlah ayahnya. Melainkan kaka laki lakinya

Irisnya mengerjap secara cepat seraya menegak salivanya secara pelan. Dipandangnya laki2 yang sedikit lebih tinggi darinya jalan terhuyung huyung. Pertanda laki laki itu mabuk

Laki laki yang memiliki garis wajah yang hampir sama dengan dirinya dan terpaut lebih tua 10 tahun darinya tersenyum miring

Setelah sekian lama. Laki laki yang dipanggil hyung oleh Jimin itu kembali dengan keadaan yang sama. Begitu hingga bertahun tahun dan membuat sang ayah jengah

Sudah tak peduli. Tak ingin mengurus nya lagi

Namun bagaimanapun seorang kakak, tetaplah kakak bagi sang adik. Jimin menuntun jalan tubuh gontai hyung nya itu ke kamar belakang. Meski bau alkohol yang sangat menyengat indra penciuman, Jimin tetap memapah Hyung nya

"Berhentilah mabuk mabukan seperti ini hyung. Setidaknya berubahlah untuk mendapatkan simpati appa" tegur jimin seraya menghempaskan pelan tubuh sang kaka ke tempat tidur. Melepaskan sepatu yang sang kaka pake dan meletakan nya rapi di bawah tempat tidur

Namun senyuman miring yang meremehkan yang jimin dapatkan dari sang kaka

"Hidup itu pilihan. Ber senanglah selagi kau hkk-- muda"

Jimin menghela nafas kasar

Bukan berita buruk jika sang kaka sudah sering kali mencoreng nama keluarga nya setiap dia pulang ke rumah. Membuat sang ayah terus berpikir keras untuk mempertahankan kedudukannya sebagai jaksa, agar jabatannya tidak diturunkan

Sejak dulu. Sudah seperti itu

Dulu saat jimin masih muda, jimin tak tahu mengapa sang ayah bisa begitu benci pada anak sulungnya itu. Tak jarang sang ayah memukuli anak sulungnya sendiri

Jimin hanya menerka bahwa Hyung nya hanya seorang berandal yang sering mabuk mabukan. Namun ternyata tak hanya itu

"Jimin?"

Sahutan itu membuat jimin membalikkan badannya. Suara sang ayah yang memanggilnya diruang tengah

"Jiminn? Kau ada dirumah?"

"Ya appa. Chankkaman"

Kakinya bergegas menuju ruang tengah dan meninggalkan sang kaka dikamar belakang

Namun kali ini senyuman tak terlihat di wajah sang ayah. Melainkan tergantikan dengan gurat tanya

"Kau dari belakang?"

"Ah itu-

"Si berandal itu pulang? Ck!"

Sejak dulu kata berandal ataupun bedebah lah yang menjadi kata sapaan sang ayah pada anak sulungnya sendiri. Tidak ada lagi nama Park Minseok pada daftar nama2 dikepala tuan park

"Biarkan saja. Paling besok pagi, hyung sudah pergi lagi"

"Kau ini. Masih saja peduli terhadap di berandal itu"

Brak!




"Wae? Apa appa menyesal mempunyai anak seperti ku?"

Ayah jimin melempar tas kerja nya dan menghampiri minseok dengan tatapan penuh amarah

BUGH!






"DASAR ANAK TIDAK TAU DIRI. TAU BEGITU, SAYA TIDAK AKAN MEMBANTU MU DULU"

Terdengar tawa yang meremehkan dari bibir minseok

"Apa saya pernah meminta bantuan mu tuan park? Andai saya tidak punya rasa kasihan, saya sudah habisi gadis keci-

Plak!

"KELUAR KAU PARK MINSEOK!"

"gadis kecil?-

Gadis kecil siapa appa?"

-🍭-

Old Love [JIROSE] ✓ ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang