Part 18 •• Menghangat

25 6 0
                                    

Part 18 •• menghangat

"Habis dari mana malam-malam begini?"

Biru tersentak, tidak biasanya kakaknya itu bertanya begitu pada Biru. Apalagi dengan ekspresi galak seperti seorang ibu pada anaknya.

Biru berusaha mempertahankan air muka. "Lo bukan ibu, jadi gak usah sok galak."

"Gue kakak lo."

Biru tersentak mendengar kalimat itu, tiga kata namun mampu membuat sesuatu di dalam diri Biru mencair.

"Gue cuma gak mau, lo kenapa-kenapa."

"Gak usah sok perduli, gue gak bakal tersentuh sama sekali. Karena hati gue udah beku di rumah ini." Biru berjalan menuju sofa ruang tengah, menyalakan televisi dan menontonnya dengan berlagak tenang.

"Sebenarnya lo anggap gue apa selama ini? Apa sesulit itu menerima gue?" tanya Gita dengan lidah mulai pahit.

"Seandainya bisa, gue akan minta untuk gak lahir dan merusak keluarga lo, Biru."

"Memang seharusnya seperti itu." Biru menjawab tanpa tahu bahwa ada sebuah belati tak kasat mata menggores hati kakaknya.

"Kalau lo memang gak bisa menerima gue sebagai kakak ... Izinkan gue untuk menjadi seorang teman cerita. Gue tahu lo butuh sedikit bercerita tentang ... Duka."

"Gak usah sok perduli gue bilang!"

"Gue gak sok. Gue emang perduli sama lo."

Biru mengalihkan pandangan saat Gita mendekat, duduk di sampingnya dengan senyum lembut. Tanpa berniat beranjak ataupun mengusir perempuan itu.

"Tadi sebelum ke butik, ibu nanya kamu," tutur Gita lembut seraya menggunakan Aku-kamu yang terdengar sangat tulus.

"Tumben. Biasanya pergi ya pergi aja."

"Kayaknya dia rindu kamu."

"Gak mungkin."

"Mungkin aja, kamu ingat gak?" Gita mulai bicara panjang hingga mengalir ke sebuah cerita yang sudah lama Biru lupa. "Dulu, katanya. Ibu sama kamu sering banget belanja di mal kalau Minggu, makan ketoprak yang ibu buat sendiri sama jus ceri kesukaan kalian berdua. Atau kalau pergi ke pasar malam, ibu jadi tukang potoin kamu dan duit ibu langsung habis karena kamu suka borong harum manis."

Dari Biru. Ada yang menetes diam-diam.

"Waktu ibu cerita sama aku, kelihatan banget beliau seantusias apa."

Gita mengusap punggung Biru yang berguncang kecil. "Percaya gak? Ibu pernah bilang kalau beliau sangat menyayangi Biru, cuma Biru yang buat ibu semangat kerja. Cuma Biru alasan ibu berubah begini, lebih galak dan pekerja keras. itu semua cuma buat Biru, anak kesayangan ibu."

Tangis Biru pecah, pertama kalinya di hadapan Gita. Orang yang dulu sangat ia benci kini adalah orang yang mampu membuat benteng pertahanan Biru roboh.

"Ibu bilang, ibu rindu Biru."

Biru menoleh pada Gita. "Biru juga rindu ibu, biru juga pengin kayak dulu lagi. Biru butuh ibu." Dan dunia, memang waktu berjalan secepat itu karena kini Biru sudah ada di dalam pelukan hangat Gita.

Isak kecil dari seseorang terdengar, membuat Biru segera menoleh ke sumber suara, pada wanita paruh baya yang sedari tadi diceritakan.

Wanita itu berdiri di belakang Biru dan Gita masih dengan pakaian kerjanya.

Kala mata Biru dan ibu bertubrukan, gadis itu langsung berlari, memeluk ibu dengan tangis yang masih ada. "Ibu ...."

Gita yang melihat dua insan itu bertukar rindu, hanya tersenyum tipis. Rasanya lega bisa membuat Biru kembali pada ibunya. Walaupun Gita tidak bisa berbohong, ada sebagian hatinya yang iri melihat itu. Ah, seandainya ibu menyayangi Gita seperti ibu menyayangi Biru, pasti tidak ada yang lebih membuatnya bahagia di dunia selain itu.

Saat Gita akan berlalu, suara Biru menghentikannya.

"Kak Gita. Ayo pelukan sama-sama."

Gita tersentak, hatinya menghangat tanpa bisa ia cegah. Bibirnya tertarik tanpa sadar dengan pandangan yang memudar karena ada sesuatu yang mendesak ingin keluar dari dalam.

Gita berjalan ragu, tapi saat melihat senyum tulus ibu, Gita mempercepat langkahnya hingga akhirnya tiga hati yang sedari dulu beku kini mulai menghangat karena lekas melepas rindu.

•°•°•
Tbc ..
Jangan lupa vote comen and share cerita ini ke teman-teman kalian yaa

Ethereal ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang