Part 19 •• Bandung

23 3 0
                                    

"Menurut kakak gimana?" tanya Biru pada Gita saat keduanya sedang rebahan di kamar bernuansa tosca milik Biru. Terlihat, dua koper berukuran sedang warna senada tergeletak di kasur dengan baju berantakan di mana-mana.

"Boleh aja, sih. Soalnya, kan libur masih agak lama. Dan Bandung? Well gak terlalu buruk untuk liburan."

Benar, Biru berencana untuk menyusul Jeedan ke Bandung. Berhubung kini mereka sudah baikan selepas Jeedan meminta maaf berkali-kali sampai mengirim banyak coklat dan mawar ke Jakarta.

Kalau kata anak zaman sekarang, namanya bucin. Iya Jeedan memang se-bucin itu pada Biru.

"Kak Gita ikut gak? Eh jangan deng nanti naksir lagi sama pacarku!"

"Enak aja! Aku juga punya pacar kali."

"Oh iya, mau titip salam gak buat Arsene? Dia, kan juga di Bandung siapa tahu dekat sama Kak Jeedan," usul Biru seraya menata barang-barangnya ke dalam koper.

"Si anak nyebelin itu? Iya, deh kasihan. Sekalian salam cubit ya!"

"Berapa kali? Dua cukup gak?"

"Terlalu sedikit, lima aja udah cukup kok."

Kakak beradik itu tertawa keras bersama membuat Biru semakin tak menyangka bahwa mempunyai seorang kakak akan semenyenangkan ini.

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ponsel Biru berdering.

"Cielah si doi nih!" goda Gita dengan barbarnya saat melihat nama yang tertera di layar kaca ponsel Biru.

"Apa-apaan!" Biru segera mengangkat panggilan tersebut seraya berjalan menjauh dari Gita yang kini ngakak sendirian.

"Halo? Malam, Mbak." Suara di seberang terdengar.

"Halo, iya. Mas gofood ya?"

"Iya, nih mbak. Mau kirim kasih sayang boleh gak?"

Biru tertawa kecil dengan wajah yang terasa terbakar. "Mas habis kenapa, sih? Kewarasannya sampe ngilang gitu?"

"Saya mah gak habis ngapa-ngapain, mbak. Orang saya tetap di sini dari tadi, di hati mbaknya," jawab Jeedan dengan nada tengil.

"Pintar banget sih buat anak orang baper!"

"Iya dong! Pacarnya siapa dulu?"

"Gak tahu! Hehe."

"Untung jauh ... Kalau dekat udah disun."

"Heh! Halalin dulu baru boleh disun." Biru tertawa saat Jeedan juga tertawa di sana.

"Emangnya mau dihalalin aku?"

"Em ... Emang kamu punya apa buat halalin aku?" canda Biru seraya menatap langit dari balkon kamar.

"Cuma punya satu."

"Apa?"

"Perasaan besar buat kamu."

Bibir Biru tertarik membentuk sabit lebar tanpa sadar.

"Soal kerjaan, akan gampang didapatkan kalau aku sama kamu."

"Bisa begitu?"

"Soalnya kalau sama kamu, kan semangat cari kerjanya, hehe ...." berikutnya Jeedan terdengar dipanggil oleh seseorang. "Eh bentar, Dek. Ada urusan, sampai jumpa. Jangan kemalaman tidurnya besok ketinggalan lagi keretanya, selamat malam!"

Panggilan terputus.

Biru masih setia memandang langitnya. "Selamat malam juga Jeedannya Biru, jaga hati kamu sampai besok kita bisa melepas rindu!"

•°•°•

Tbc ...

Semangaatt hampir tamat ToT!
Jangan lupa vote comen and share yaaa! Mwa

Ethereal ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang