Chapter 22

266 33 1
                                    

Pagi ini (name) terbangun dengan kondisi yang cukup pusing. Bahkan ia belum sempat untuk memakai sehelai benangpun, sehingga ia hanya bisa menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut rapat-rapat.

Toktok...

"Masuklah" ucap (name) dengan suara yang lemas dan orang yang berada dibalik pintu itupun masuk. "(Name) !!! Aku sudah membawa obat dari dokter itu, juga vitaminnya !!!" Teriak pria itu dengan semangat. "Terima kasih, Tenma. Dan bisakah kau mengambilkan ku handuk itu ?" Tanya (name) dengan perlahan. Dan Tenma pun mengambilkan barang yang (name) butuhkan.

Setelah (name) menerima barang itu, ia langsung membuka selimutnya perlahan tanpa memperhatikan Tenma disampingnya yang sedang bersemburat merah. Kemudian, (name) yang menyadari akan tatapan Tenma pun langsung menutupi tubuhnya rapat-rapat dengan semburat merah menyelimuti wajahnya.

"M...maa...maaf (name), aku tak bermaksud..."

"Tidak. Aku yang masih terkejut, aku seharusnya tak bertingkah seperti itu pada suamiku sendiri. Sudah sewajarnya jika suamiku melihatku dalam kondisi apapun" ucap (name) sedih dan sangat merasa bersalah atas tindakan atau lebih tepatnya, reaksi spontan yang ia lakukan sebelumnya.

"A...ah, mau kusiapkan air hangat untuk mandi ?" Tanya Tenma yang sebisa mungkin mengalihkan percakapan. "Baiklah, terima kasih" ucap (name) yang tak menunjukkan senyuman sama sekali.

*****

Selesai membersihkan diri serta sarapan dan meminum obat, (name) hanya bisa terbaring lesu di kamarnya. "(Name)-san, ada manisan baru di toko seberang, apa kau mau satu ?" Tanya Tenma yang sebisa mungkin merubah mood (name) yang dibalas dengan anggukan lemah. Setelahnya, Tenma pun segera membelikan manisan dengan bentuk kelinci yang cukup manis. "Rasanya saja sudah manis apalagi bentuknya,bisa-bisa (name) diabetes" gumam Tenma sambil sedikit tertawa.

Namun disisi lain disaat Tenma sedang asik membelikan (name) manisan, (name) yang terbaring lemas pun mendapat pesan singkat dari orang yang sangat ia kenal. Bahkan, (name) tak ingin membalasnya hingga sebuah panggilan masuk di ponselnya yang membuatnya mau tak mau mengangkatnya dengan lemas.

*****

"(Name), aku pulang !!!!"

Mendengar suara itu membuat (name) merubah mood nya menjadi sedikit ceria.

"Lihat, aku membawa banyak manisan. Tentunya untuk dibagi dengan pecinta manisan disini pula. Tapi tenang, aku mengutamakan (name) disini. Jadi, aku membelikan (name) lebih banyak dari yang lain" ucap Tenma sambil membuka dan mengeluarkan manisan yang berada dalam plastik tersebut. "(Name), kenapa kau murung ? Apa kau tidak suka ?" Tanya Tenma yang melihat ekspresi (name) jauh lebih buruk dibandingkan saat ia tinggal sebelumnya. "Tidak, hanya merasa bingung harus makan darimana dulu" jawab (name) yang sebisa mungkin untuk mengalihkan pembicaraan. Kemudian, Tenma pun mulai memberi saran tentang manisan mana yang sebaiknya (name) icipi terlebih dahulu. Walaupun ia tak sebaik para pecinta manisan di rumah ini.

"(Name), seharusnya kau jangan canggung. Anggap saja kita tetap masih teman seperti biasa" ucap Tenma disela-sela mereka menikmati manisan, dan jauh di lubuk hati (name) mengatakan jika anggapan teman itu justru membuat semuanya semakin canggung serta ia meruntuki dirinya yang selalu malu ataupun canggung jika salah satu suaminya tanpa sengaja melihat tubuhnya.

"Um" jawab (name) singkat. "Terimakasih, Tenma" sambung (Name) dengan senyuman manis menghiasi wajahnya yang membuat salah satu suaminya yang berada disini merasa diabetes dadakan. "Sama-sama, (Name). Senang bisa membantumu" ucap Tenma yang membalas senyuman istrinya.

Only Your Stars : MetronomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang