Kepulangan Oe Tan Yuan (27)

183 6 0
                                    

Oe Tan Yuan akhirnya dibawa kembali ke rumah, setelah hampir sebulan di rawat di RS. Dinar menyiapkan segala yang diperlukan oleh istri pertama Dimas Anggoro dengan sempurna, di kamar yang biasa Yuan tempati. Kendati kondisi Yuan masih belum sadar benar, tapi Dinar yakin suatu saat perempuan itu akan membuka matanya kembali.

Kesibukannya mengurus Yuan, membuat wanita berambut hitam itu seolah lupa dengan permasalahan yang beberapa bulan terakhir ini menghimpitnya.

Hubungan Dinar dan Liu San pun  semakin dekat. Sesekali, laki-laki itu datang berkunjung untuk melihat kondisi Yuan. Ia sering kali memuji Dinar dalam hati karena kemampuan wanita ini mengurus sahabatnya itu. Ia benar-benar membuat Yuan nampak seperti tertidur.

Tidakkah Yuan terlihat seperti boneka?" ujar Liu San suatu ketika, yang dibalas dengan anggukan kepala Dinar. Liu San menangkap tatapan mata Dinar yang bersahaja, tangan mungilnya membelai dahi Yuan, lalu perlahan mengecupnya.

"Nci Yuan sangat cantik. Dan, aku sangat menyayanginya, Liu San," gumam Dinar. Liu San tersenyum.

"Terima kasih sudah mengurusnya dengan baik, Din" ujar dokter tampan itu. "Oh ya, aku harus pulang sekarang."

"Ah. Baik. Aku akan mengantarmu."

Dinar membenahi selimut Yuan sebentar, lalu berjalan mengantar Liu San keluar rumah.

"Nampaknya, Dimas semakin sibuk akhir-akhir ini," ujar Liu San ketika mereka sampai di beranda.

"Iya. Rama sering pulang sore sekarang."

Liu San tersenyum. "Din. Sampaikan salamku pada Dimas, ya?"

"Baik. akan aku sampaikan," Dinar tersenyum.

Liu San pamit lalu pergi dengan mobil jeep hitamnya. Tak lama Liu San keluar, Dimas dengan sedan hitamnya masuk.

Dinar menatap suaminya turun dari mobil. Ia tersenyum, lalu menyambut laki-laki yang nampak tampan dengan kemeja biru langit itu.

"Rama, Liu San baru saja keluar."

"Benarkah?"

Dinar mengangguk.

"Apa dia bicara sesuatu tentang Yuan?"

"Ndak. Tapi, dia sempat memeriksanya."

Dimas termangu sesaat.

"Rama. Aku buatkan kopi, ya?"

"Iya, Sayang. Terima kasih. Aku akan mandi, lalu menemui Yuan dulu. Kopinya, taruh saja di ruang kerja, ya."

"Baik Rama."

Dinar pergi ke dapur untuk membuat kopi. Sejak insiden antara Rum dan Dimas, Dinar tidak lagi mengizinkan Mbok Nah maupun Rum untuk mengurus Dimas Anggoro, walaupun hanya untuk membuatkan laki-laki itu secangkir kopi. Serta merta, hal tersebut menimbulkan kecemburuan di hati Mbok Nah yang merasa haknya direbut. Namun, karena menyadari keadaannya, Mbok Nah memilih bungkam. Hanya sesekali ia mengelus dada. Kelakuan Rum telah membuatnya kehilangan muka di hadapan Dinar.

Dinar mendapati Dimas Anggoro tengah mengecup kening Yuan, ketika ia memasuki kamar wanita itu untuk memberinya makan melalui sonde. Dinar tidak banyak bicara, dia telah berubah menjadi perawat pribadi Yuan. Dimas terus memperhatikan apa yang dilakukan istri mudanya. Sesekali ia bicara terhadap Yuan, seolah-olah Yuan mendengarnya. Selesai melakukan aktivitasnya, Dinar membersihkan sondenya kembali. Memastikan tidak ada makanan yang tersisa. Lalu, ia membereskan bekas gelas dan piring yang tadi digunakannya untuk mengisi bubur susu cair itu ke belakang. Meninggalkan Dimas dan istri tuanya berduaan di dalam kamar.

"Yuan, lihat apa yang Dinar lakukan padamu. Sepertinya, dia lebih menyayangimu di banding aku," gumam Dimas Anggoro sambil tersenyum. "Cepatlah sadar, Sayang. Aku rindu bercengkerama denganmu. Rindu mendengar suaramu. Rindu segalanya tentangmu." Dimas mulai merasakan perih di matanya. "Ya Allah..."

***

Setelah menghabiskan sore bersama Yuan, Dimas Anggoro kembali berkutat di ruang kerjanya. Di luar, Rum nampak mondar-mandir. Ada beberpa hal yang ingin disampaikan kepada bendoronya yang tampan itu. Namun, ia tidak tahu harus memulai dari mana.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Rum?" suara Dinar mengejutkannya. Ia tidak menyangka kalau Dinar akan terbangun dari tidurnya. Tadi, sebelum dia berada di depan ruang kerja Raden Dimas, ia sempat melihat Dinar tertidur di sisi ranjang  Yuan.

"Eh, sa-saya ndak melakukan apa-apa, Ndoro," Rum nampak bingung menyusun alasan.

"Bukankah, aku sudah mengatakan kepadamu, jangan pernah terlihat muncul di hadapanku, atau berada di sekitar ruang kerja suamiku?"

Rum menunduk.

"Aku pikir kamu bisa diajak bicara dengan bahasa manusia, kan, Rum? Jadi, jangan buat aku bicara berulang-ulang untuk mengingatkanmu. Atau, aku akan benar-benar mengusirmu!"

Ada rasa sakit mengiris hati Rum. Ia tidak menyangka kalau Dinar akan bicara sekasar itu padanya. Air matanya mulai mengalir membasahi pipi.

"Baik, Ndoro. Maafkan saya," ujarnya kemudian sambil berlalu dari hadapan perempuan itu. Dinar menghela napas. Ia benci harus berkata kasar. Namun, rasa sakit di hatinya sudah tak terbilang. Itulah yang membuatnya tak lagi mampu menahan kata-kata. []

Sonde: selang makan yang dipasang melalui hidung atau mulut pasien hingga ke lambung.

Kaum BendoroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang